Jalan Braga merupakan salah satu ikon wisata Kota Bandung yang populer dengan nuansa sejarah, deretan cafe, restoran, galeri seni, dan bangunan heritage. Kawasan tersebut selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, khususnya pada akhir pekan dan musim liburan.
Perlu diketahui bahwa awalnya braga merupakan jalan kecil berlumpur yang dikenal dengan nama Pedatiweg atau Karrenweg, karena sering dilalui kereta sapi. Semakin berjalannya waktu, perubahan besar terjadi di akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, pada saat kawasan tersebut berkembang menjadi pusat hiburan dan perbelanjaan kaum elit Eropa, terutama warga Belanda. Jalan Braga kemudian mendapatkan julukan "De meest Eropeesche winkelstraat van Indie" atau kawasan pertokoan Eropa paling terkenal di Hindia Belanda.Â
Dengan hal itu, Braga tentu mempunyai keunikan dan Daya Tarik yang dapat dilihat dari aspek arsitektur, nuansa klasik, pusat seni dan budaya, wisata kuliner legendaris, tempat belanja dan hiburan serta susana malam dan event. Hal tersebut menjadi tujuan bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.Â
Namun, di balik pesonanya, Braga menyimpan persoalan serius yang menjadi tantangan besar dalam pengelolaan kawasan wisata ini, yaitu isu aksesibilitas dan kemacetan lalu lintas. Tingginya volume kendaraan yang masuk ke kawasan Braga, terutama mobil pribadi dan bus pariwisata yang sering kali menyebabkan kemacetan parah. Situasi tersebut diperparah oleh keberadaan parkir liar yang sering ditemukan di sepanjang jalan Braga maupun jalanan di sekitarnya. Banyak kendaraan di parkir sembarangan di bahu jalan, bahkan di kedua sisi jalan yang tentunya mempersempit ruang gerak lalu lintas dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Untuk mengurangi beban lalu lintas, Pemerintah Kota Bandung telah memberlakukan Program Braga Bebas Kendaraan atau Braga Beken setiap akhir pekan. Program tersebut bertujuan menciptakan kawasan pedestrian yang nyaman dengan menutup Jalan Braga dari akses kendaraan bermotor. Namun, alih-alih mengurangi kemacetan, penutupan ini justru memindahkan kepadatan lalu lintas ke ruas jalan di sekitarnya diakibatkan oleh pengalihan arus kendaraan yang belum tertata secara menyeluruh.
Masalah aksesibilitas menjadi catatan penting. Transportasi publik yang tersedia saat ini belum memadai sepenuhnya untuk menjangkau kawasan Braga secara efektif. Banyak pengunjung masih bergantung pada kendaraan pribadi dikarenakan minimnya jalur transportasi umum yang langsung menuju lokasi, waktu tunggu yang lama serta ketidakpastian trayek. Keterbatasan lahan parkir dapat menjadi kendala serius. Pemerintah memang telah mengupayakan solusi dengan menerapkan sistem parkir pintar (smart parking system) dan merencanakan pemindahan seluruh parkir ke Braga City Walk, namun sayangnya sosialisasi dan pengawasan terhadap kebijakan ini masih belum maksimal.
Dampak dari kemacetan dan penataan yang belum optimal tidak hanya dirasakan oleh wisatawan, melainkan juga oleh warga lokal. Penutupan jalan saat program Braga Beken kerap menyulitkan warga sekitar untuk mengakses tempat usaha mereka. Selain itu, wajah heritage Braga yang seharusnya menjadi daya tarik estetika juga tercoreng oleh parkir liar dan lalu lintas yang kacau balau, mengganggu suasana klasik yang ingin dinikmati para wisatawan.
Berbagai usaha sudah dilakukan oleh pemerintah. Selain Braga Beken dan sistem parkir pintar, penertiban terhadap parkir liar terus dilakukan serta himbauan terhadap para pengunjung agar memarkir kendaraan di lokasi resmi juga rutin disampaikan. Namun, tanpa pengawasan yang ketat dan penguatan transportasi umum sebagai alternatif utama,semua upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Oleh sebab itu, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan implementasi yang ada di Kawasan Braga. Penataan arus lalu lintas, pengawasan parkir, serta peningkatan konektivitas transportasi publik harus dilakukan secara simultan dan berkelanjutan. Braga adalah warisan berharga yang tidak hanya menjadi kebanggan serta keindahan yang dimiliki oleh warga Bandung, tepi juga bagian dari sejarah kota-kota besar di Indonesia. Maka, menjaga kenyamanan, aksesibilitas, dan keberlanjutan kawasan ini merupakan tanggungjawab bersama, agar tidak terus terjebak dalam kemacetan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI