Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Juki Murid Spesial

3 Februari 2020   16:03 Diperbarui: 3 Februari 2020   16:24 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama asli lelaki berusia sekitar dua puluh tahun itu adalah Marjuki, orang-orang memanggilnya Juki. Dia biasa bermain di sekolahku, hampir setiap hari dia duduk di bangku semen depan kelas, memperhatikan guru yang sedang mengajar.

Dulu, Juki pernah sekolah di Sekolah Negeri  tempat saya dinas sekarang, karena daya tangkapnya kurang, dia tidak sampai lulus Sekolah Dasar. Sampai usia remaja dia belum bisa membaca dan menulis.

Juki seorang yatim, kehidupan ekonominya sangat pas-pasan, seharusnya orang seperti Juki, sekolah ditempat orang-orang berkebutuhan khusus, karena terbentur biaya, Juki dibiarkan tumbuh seadanya.

Pertama kali saya melihat sosok Juki,   jujur ada rasa was-was dan takut, karena  dia  tidak pernah bicara hanya diam dan melihat saja, sorot matanya sangat tajam bila dia sedang fokus menatap satu objek.

Rasa takut saya singkirkan, saya mencoba mendekatinya dan mengajak bicara, awalnya dia enggan diajak bicara hanya diam sambil menatap.

Lama kelamaan dia memberi respon bila diajak bicara, setiap pagi dia rutin datang ke sekolah, saya belikan pensil dan buku supaya dia mau belajar  menulis dan membaca, Juki sering merasa sakit kepala jika dipaksa berpikir dan dia cepat lupa apa yang sudah  diajarkan, meskipun baru beberapa menit diajarkan.

Juki ingin sekolah seperti teman-temannya yang lain, dia memilih sendiri di kelas 4. Saya berpikir daripada dia hanya menonton temannya yang sedang belajar, apa salahnya dia masuk kelas dan belajar bersama mereka. Saya berembuk dengan walikelas 4 dan beliau menyanggupi mengajar Juki. Secara administrasi Juki tidak terdaftar sebagai murid di sekolah kami. Kami anggap Juki anak bawang, yang penting dia bisa bersosialisasi dengan teman-temannya.

Saya perhatikan Juki bisa berbaur dengan teman sekelasnya, perawakan dia paling menonjol dibanding teman sekelasnya. Teman-teman Juki sering mengajak dia bermain, saya merasa senang ketika Juki bisa tertawa lepas.

Sayang seribu sayang, meski usianya cukup dewasa pola pikir Juki seperti anak-anak. Tanpa sepengetahuan kami, waktu pulang sekolah,  dia mengikuti kakak kelasnya bermain di bangunan kosong  depan sekolah kami. Bangunan itu tingkat dua dan belum tuntas dikerjakan, mungkin terbentur biaya oleh pemiliknya dibiarkan begitu saja.

Pintu dan jendela belum terpasang, siapapun bisa masuk ke bangunan itu. Menurut saksi mata, Juki terjun bebas dari lantai 2 ke bawah sampai pergelangan kakinya patah.

Saya mendengar berita itu satu hari setelah kejadian.  Saya sangat kaget murid specialku terkena musibah, saya dan beberapa guru langsung menuju ke rumah Juki untuk melihat keadaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun