Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partai Bergegas, Rakyat Memilih, Indonesia Sejahtera?

29 Agustus 2010   13:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:37 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wacana mengenai penyederhanaan partai politik melalui konfederasi bergulir sejak banyaknya kontroversi yang berkembang di masyarakat terkait konsep koalisi partai yang digadang Partai Demokrat. Konsep koalisi diduga banyak pihak lebih merupakan konsep bagi-bagi kue kekuasaan daripada tujuan utamanya yaitu menstabilkan jalannya pemerintahan. Konfederasi ini juga menjadi suatu pilihan menyangkut isu dinaikkannya Parliamentary Threshold dari 2,5% menjadi 5%. Penyederhanaan partai politik dinilai sebagai salah satu jalan untuk lebih mengakomodir dan menstabilkan gejolak politik yang kini sering melanda lembaga legislatif dan berimbas pada lembaga eksekutif. Selain itu, penyederhanaan partai dalam dimensi sistem presidensiil dianggap lebih efektif untuk menunjang jalannya pemerintahan. Terkait dengan penyederhanaan partai, sebenarnya ada tiga cara lain yang dapat dilakukan selain dengan konfederasi, yaitu koalisi, fusi dan asimilasi. Pertama, koalisi. Koalisi merupakan satu bentuk penyederhanaan partai yang tidak permanen. Tidak tepat juga apabila kita katakan sebagai salah satu bentuk penyederhanaan partai sebab dengan koalisi, partai tetap berjalan dengan "rumah tangganya" masing-masing namun memiliki kesamaan pendapat dalam hal tertentu, misalnya kebijakan-kebijakan penting yang diambil oleh partai yang sedang berkuasa. Sistem koalisi seperti ini cenderung tendensius terhadap hal-hal yang sifatnya tidak fundamental seperti barter politik, atau bahkan mungkin diduga masyarakat sebagai kartel politik yang tentunya bersifat politis dan rentan akan pengaruh kekuasaan. Pun demikian dengan koalisi saat ini yang tidak mempunyai konsep jelas sejauh mana koalisi akan berjalan dan nilai-nilai prinsipil apa yang mengikat partai yang bergabung di dalamnya sehingga sistem koalisi ini sifatnya tidak permanen, hanya terbatas pada satu periode kekuasaan presiden dan juga rentan dengan politik transaksional. Kedua, dengan sistem fusi. Fusi atau peleburan merupakan sistem yang menyatukan partai dengan dasar kesamaan yang jelas, misalnya partai yang berideologi sama melebur menjadi satu partai. Daya ikat di antara partai cukup kuat untuk dijadikan permanen sebab sistem fusi meleburkan partai pada wadah yang baru dan juga dikarenakan kedudukan diantara partai sederajat dan berdasarkan atas ideologi yang sama sehingga tingkat keutuhannya pun kuat. Pada jaman Orde Baru kita pernah mengalami fusi ini melalui ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975. Kala itu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah hasil fusi dari Partai Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti). Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan hasil penggabungan dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, dan Murba. Kemudian seluruh satuan kekaryaan bergabung ke dalam Golongan Karya. Kelebihan dari sistem fusi ini selain sifatnya yang permanen adalah polarisasi kekuatan politik yang jelas dan kestabilan politik yang cenderung relatif aman. Namun kekurangannya adalah fusi bukan merupakan sesuatu yang alamiah sehingga bisa jadi akan tetap ada resistensi dari pihak-pihak tertentu.

Ketiga, konfederasi. Wacana terhadap sistem konfederasi ini digulirkan oleh Partai Amanat Nasional. Mengutip tulisan Iding R. Hasan, Deputi Direktur Bidang Politik The Political Literacy Institute, istilah konfederasi biasanya digunakan untuk membedakan bentuk-bentuk negara, yaitu negara kesatuan (eenheidsstaat), negara serikat atau federal (bondstaat), dan negara konfederasi (statenbond). Secara sederhana negara konfederasi dapat diartikan sebagai gabungan beberapa negara yang memiliki konstitusi sendiri-sendiri tetapi bersepakat untuk melakukan perhimpunan yang longgar. Kata kuncinya adalah bahwa kedaulatan tetap dimiliki oleh setiap negara yang bergabung tersebut, tetapi pemerintahannya yang berdaulat itu bersepakat untuk duduk satu meja membicarakan berbagai kemungkinan kerjasama dan sebagainya. Ketika gagasan konfederasi ini diterapkan dalam konteks partai politik maka sistem ini menghendaki agar partai-partai yang setuju melakukan konfederasi bisa bergabung menjelang Pemilu 2014 tanpa kehilangan identitas dan jati diri kepartaiannya. Ketika mereka berhasil memasuki parlemen, maka ini akan menciptakan blok kekuatan baru di lembaga tersebut.
Keempat adalah asimilasi yang digulirkan oleh Partai Demokrat. Asimilasi adalah kata yang umum dalam bidang kebudayaan dan bermakna sebagai pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Agak sulit untuk memaksakan asimilasi sebagai bentuk dari penyederhanaan partai politik sebab asimilasi terkait dengan kultural sedangkan partai politik terkait dengan masalah struktural. Dalam partai politik yang ada adalah beragamnya suku, budaya, dan agama. Dalam konteks ini tidak terjadi asimilasi, yang terjadi hanyalah negosiasi kekuasaan dan kekuataan untuk mencapai tujuan politik tertentu. Dari keempat poin yang telah dibicarakan di atas, mengingat konstelasi partai politik Indonesia, memang kita banyak berkaca pada jaman Orde Baru dimana fusi menjadi sesuatu yang efektif, terlepas fusi tersebut dijadikan alat untuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah saat itu melalui salah satu partai. Sederhananya, fusi dilandasi persatuan atas kesamaan ideologi sehingga untuk hal-hal yang fundamental, secara prinsip tidak akan ada terlalu banyak hambatan. Selain fusi, sistem yang memungkinkan untuk penyederhanaan partai politik Indonesia dapat juga melalui konfederasi sebab walaupun sifat permanennya hanya satu periode masa kepresidenan, namun lebih memiliki pijakan yang jelas sebagai dasar persatuan sehingga tetap bisa memegang nilai-nilai yang prinsipil, tidak melulu mengenai "kue kekuasaan". Namun kembali lagi, sistem apapun yang digunakan, sebaiknya landasan penggabungan untuk penyederhanaan partai politik ini dilandasi dengan semangat ideologi yang lebih besar dibandingkan dengan semangat memperoleh kekuasaan karena bagaimanapun sistem penyederhanaan ini akan dilakukan, pada akhirnya yang rakyat inginkan hanyalah kestabilan politik yang berujung pada kesejahteraan rakyat. Bergegaslah penyederhanaan partai agar rakyat bisa memilih dan Indonesia pun sejahtera!! well, sedikit pertanyaan reflektif, yakinkah indonesia akan sejahtera dengan penyederhanaan partai ???

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun