Wacana mengenai penyederhanaan partai politik melalui konfederasi bergulir sejak banyaknya kontroversi yang berkembang di masyarakat terkait konsep koalisi partai yang digadang Partai Demokrat. Konsep koalisi diduga banyak pihak lebih merupakan konsep bagi-bagi kue kekuasaan daripada tujuan utamanya yaitu menstabilkan jalannya pemerintahan. Konfederasi ini juga menjadi suatu pilihan menyangkut isu dinaikkannya Parliamentary Threshold dari 2,5% menjadi 5%. Penyederhanaan partai politik dinilai sebagai salah satu jalan untuk lebih mengakomodir dan menstabilkan gejolak politik yang kini sering melanda lembaga legislatif dan berimbas pada lembaga eksekutif. Selain itu, penyederhanaan partai dalam dimensi sistem presidensiil dianggap lebih efektif untuk menunjang jalannya pemerintahan. Terkait dengan penyederhanaan partai, sebenarnya ada tiga cara lain yang dapat dilakukan selain dengan konfederasi, yaitu koalisi, fusi dan asimilasi. Pertama, koalisi. Koalisi merupakan satu bentuk penyederhanaan partai yang tidak permanen. Tidak tepat juga apabila kita katakan sebagai salah satu bentuk penyederhanaan partai sebab dengan koalisi, partai tetap berjalan dengan "rumah tangganya" masing-masing namun memiliki kesamaan pendapat dalam hal tertentu, misalnya kebijakan-kebijakan penting yang diambil oleh partai yang sedang berkuasa. Sistem koalisi seperti ini cenderung tendensius terhadap hal-hal yang sifatnya tidak fundamental seperti barter politik, atau bahkan mungkin diduga masyarakat sebagai kartel politik yang tentunya bersifat politis dan rentan akan pengaruh kekuasaan. Pun demikian dengan koalisi saat ini yang tidak mempunyai konsep jelas sejauh mana koalisi akan berjalan dan nilai-nilai prinsipil apa yang mengikat partai yang bergabung di dalamnya sehingga sistem koalisi ini sifatnya tidak permanen, hanya terbatas pada satu periode kekuasaan presiden dan juga rentan dengan politik transaksional. Kedua, dengan sistem fusi. Fusi atau peleburan merupakan sistem yang menyatukan partai dengan dasar kesamaan yang jelas, misalnya partai yang berideologi sama melebur menjadi satu partai. Daya ikat di antara partai cukup kuat untuk dijadikan permanen sebab sistem fusi meleburkan partai pada wadah yang baru dan juga dikarenakan kedudukan diantara partai sederajat dan berdasarkan atas ideologi yang sama sehingga tingkat keutuhannya pun kuat. Pada jaman Orde Baru kita pernah mengalami fusi ini melalui ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975. Kala itu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah hasil fusi dari Partai Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti). Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan hasil penggabungan dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, dan Murba. Kemudian seluruh satuan kekaryaan bergabung ke dalam Golongan Karya. Kelebihan dari sistem fusi ini selain sifatnya yang permanen adalah polarisasi kekuatan politik yang jelas dan kestabilan politik yang cenderung relatif aman. Namun kekurangannya adalah fusi bukan merupakan sesuatu yang alamiah sehingga bisa jadi akan tetap ada resistensi dari pihak-pihak tertentu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI