Sebut saja namanya, Asih. Seorang anak gadis dari keluarga 'Broken Home' berlatar belakang kurang mampu. Ia baru menginjak usia 19 tahun di awal pertama masuk kuliah. Perguruan tinggi negeri yang terletak sekitar 1 jam perjalanan itulah, yang menjadi pilihannya.Â
Jadwal kuliah yang begitu padat saat semester pertama, tidak mengurangi semangat dan tekadnya untuk menyelesaikan pendidikan yang lumayan bergengsi di kota tempat tinggalnya. Tak ada istilah baginya untuk menadahkan tangan dan merengek kepada ibunda tercinta demi selembar uang saku. Ia harus berusaha dan bertekad keras.Â
Asih harus pandai mengatur waktu dan rutin melaksanakan aktivitasnya setiap hari. Yakni, sepulang dari kuliah dari pagi sampai sore, ia harus ke rumah orang yang memperkerjakan ya.Â
Di situ, ia harus menyelesaikan pekerjaan sebagai tukang setrika. Pakaian yang bertumpuk dalam keranjang ditargetkan selesai sekitar 4 sampai 5 jam. Karena tempat ia bekerja bukan satu rumah saja tetapi sampai 3 tempat dalam seminggu. Bahkan ia juga menyanggupi kalau ada orang yang butuh bantuan menyetrika lagi. Oleh karena itu, ia menjadwalkan sekali seminggu di setiap rumah.Â
Selesai dari pekerjaan tersebut, ia harus menyelesaikan tugas mata kuliah yang hampir setiap hari diberikan oleh dosen. Berulang-ulang seperti itu. Rasa bosan dan lelah harus ditepiskan. Karena mandiri dalam mencari administrasi kuliah merupakan mimpi dan kebanggaan tersendiri.
Di samping itu, Asih harus menyisihkan kebutuhan sehari-hari, seperti beras,sembako, dan sebagainya. Karena memang penghasilan ibunya hanya dari buruh petani yang diupah oleh oranglain. Kadang cukup kadang tidak.
Asih yang melihat situasi seperti itu harus tanggap. Tak ada lagi istilah foya-foya dan nongkrong sia-sia bersama kawan tercinta.Â
Beragam perjuangan dan pengorbanan yang Asih jalani. Sampai di semester ke-4, ia harus mengurus surat cuti. Dikarenakan kehidupan pribadinya bermasalah, saat itu ia telah menikah. Sekitar setahun menikah, ia dihadapi cobaan yang cukup mengguncang hati dan dirinya. Apalagi ditinggal dalam suasana mengasuh anak yang masih berusia 1 tahun.
Asih harus menjadi perempuan kuat dan tegar. Oleh sebab itu, ia menambah masa cuti satu tahun lagi. Berarti dua tahun ia cuti. Karena ia tidak tega harus meninggalkan buah hati yang masih menyusui.
Alhamdulillah. Meski tampil dengan status baru (Janda) ia tetap melanjutkan pendidikannya pada semester 4. Kadang harus membawa anak ke kampus. Ketika ibu sedang bekerja di sawah.
Sebab dari keyakinan dan niat murni di hati, Asih mampu melewati ujian tersebut. Dan akhirnya ia menjadi seorang sarjana dengan predikat yang "amat baik."
Karena tak ada yang tidak mungkin terjadi, apabila Tuhan Yang Maha Pengasih mengizinkan sesuatu itu terjadi. Kuncinya, harus berani bertindak, bergerak, dan tatap masa depan dengan penuh semangat. Jangan lupa iringi usaha dengan doa kepada-Nya.
Jambi, 24 Oktober 2020