Mohon tunggu...
Saiful Anwar
Saiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung

Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Klasik di Era Disrupsi

11 Maret 2020   20:02 Diperbarui: 11 Maret 2020   20:13 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mamang penjahit sepatu di seputar Jalan Sosial, Pasar Palimo Palembang| Dokumentasi pribadi

Mamang ke kamar mandi cukup lama untuk ukuran orang yang berhajat. Barangkali memang ia sudah lama 'nahan.' Sekira 10 menit. Perkiraan itu saya hitung dengan sisa panjang rokok Dji Sam Soe yang saya hisap. Sudah separuh.

Mamang sol sepatu tiba kemudian meraih botol minuman Tupperware yang bukan Tupperware sembari berbasa-basi. "Maaf, kelamoan nunggunyo." Reaksi saya hanya tersenyum. Mulailah kemudian ia menjahit sepatu saya. Tak ingin diam saja, saya ajak Mamang ngobrol.

Ia mengaku saat ini sudah berumur 52 tahun dengan 3 anak. Semuanya laki-laki. Anaknya yang pertama sudah berkeluarga dan punya 2 anak. Anaknya yang terakhir masih kelas 11. Awalnya kukira rumah Mamang di seputaran pasar. Rupanya ia tinggal cukup jauh dari tempatnya ngesol sepatu.

Nampaknya ia merasa kurang nyaman bekerja sambil kuajak ngobrol. Saya menduga demikian sebab pertanyaan-pertanyaan saya berikutnya hanya dijawab "Iyo" atau "Ooo" atau senyum saja. Saya sendiri kemudian juga berpikir alangkah cerewetnya saya pagi ini.

Melihat Mamang bekerja, menjalin benang mengaitkan satu jahitan ke jahitan berikutnya membawa pikiran saya ke tulisannya Akh. Minhaji, profesor sejarah itu. Bahwa Mamang sol sepatu yang sedang di hadapan saya itu, tengah memperagakan salah satu unsur penting dalam sejarah yakni peristiwa harus mampu diletakkan sebagai sesuatu yang berkesinambungan. 

Mengaitkan satu jahitan dengan jahitan berikutnya. Bahwa sejarah harus dipahami secara siklikal, utuh. Sebab jika tidak dipahami secara berkesinambungan, maka akan buyar. 

Satu saja jahitan sepatu saya itu tidak tersambung, maka jahitan sepatu tidak akan sempurna, buyar.

Upaya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa itu melahirkan konsep yang membawa kepada sebuah makna. Sejarah adalah sesuatu yang hidup dan selalu bersama kita. 

Sejarah adalah berpikir tentang situasi manusia dalam keseluruhannya. Dengan demikian masa lalu, masa kini dan masa mendatang adalah satu kesatuan yang tak terpisah. 

Kata Ali Syari'ati "History is living, natural reality." Karena satu kesatuan, maka manakala menjumpai orang yang menyumpah serapahi masa lalu dan mengutuk hari ini, bisa dipastikan, model manusia seperti itu adalah manusia yang tak akan punya masa depan bahagia. 

Hidupnya akan selalu berputar pada kutuk-mengutuk, sumpah-menyumpah, alias tidak pernah memiliki kerendahan hati untuk sekadar berucap "Alhamdulillah, masih diberi kesempatan untuk menikmati jajanan pasar." Meskipun barangkali ia berpenampakan soleh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun