Mohon tunggu...
Saiful Anwar
Saiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung

Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sastrawan di Tanah Gersang

29 Oktober 2017   18:50 Diperbarui: 29 Oktober 2017   19:52 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kacamatanya tebal. Sebelah kanan minus 10, sebelah kiri minus 8. Anda tentu bisa membayangkan setebal apa kacamatanya. Hobinya memelihara hewan, ayam dan bebek, itu yang saya tahu.

Tapi saya tidak hendak berkisah soal kacamata dan hewan-hewanan. Silakan cari karyanya di laman kompasiana ini. Kita bisa dengan sangat mudah menjumpai karya-karya sastranya. Terutama puisi. Saya sendiri belum rampung menghitung, sudah capek duluan. Banyak sekali!

Nampaknya, Rustian Al Ansori, sastrawan yang saya maksud, membuat puisi semudah ia memakai kaus kaki. Padahal, sepengetahuan saya, ia tidak berada di lingkungan yang iklim sastranya subur. Setidaknya, saya belum pernah dengar ada pusat-pusat kegiatan sastra di Kota Sungailiat, tempat tinggalnya. Atau barangkali saya yang memang kurang informasi.

Sungailiat adalah kota kecil yang menjadi Ibu Kota Kabupaten Bangka. Sekira 32 Km dari tempat tinggal saya, Kota Pangkalpinang. Gus Noy atau Agustinus Wahyono, kompasianer lainnya, juga berasal dari Kota Sungailiat. Saya sendiri pernah tinggal, menetap, dan meniti karir profesional (jualan koran he he he) di sana. Sehingga, meskipun saat ini saya tidak tinggal di sana, paling tidak saya kenal dengan iklimnya. Iklim yang membuat tanah sastra gersang itu, juga terjadi di kota tempat tinggal saya. Atau barangkali (lagi) saya yang kurang informasi soal itu.

Di dunia tumbuh-tumbuhan, saya mengibaratkannya seperti pohon kaktus. Hanya jenis pohon ini yang dapat tumbuh subur di tanah tandus, gersang. Jangan pula coba main-main dengannya sebab ia juga berduri. Durinya kaktus ini, tulisan kritis. Bisa melalui puisi maupun cerita fiksi.

Saya juga kemudian menduga, jangan-jangan ia memang jenis kaktus yang justru subur berkarya di tanah gersang sebab tak ada tumbuhan lain yang bersedia tumbuh di tanah itu. Boleh jadi pengibaratan saya itu berlebihab atau keliru. Tapi demi melihat kreativitasnya, begitulah yang bisa saya gambarkan mengenai sosok ini. Atau barangkali Anda memiliki penggambaran lain, silakan. Saya hanya salut dengan istiqamahnya untuk terus berkarya, terus tumbuh menghijau, meski berada di tanah gersang.

Terakhir, maaf tapi Bang, orang-orang lebih mudah kenal Abang, memang karena kacamata.

Pangkalpinang, 29 Okt 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun