Mohon tunggu...
Anto Suranto
Anto Suranto Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Pendidikan

Penulis adalah Mahasiswa S3 Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tradisi dan Syariat

24 Juni 2017   10:43 Diperbarui: 24 Juni 2017   10:49 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: duniadian.com

Indonesia terkenal sebagai sebuah negara yang kaya akan tradisi, hal ini tidak mengherankan karena Indonesia terdiri dari kurang lebih 17 ribuan pulau yang tentu saja setiap pulau memiliki keragaman dalam kehidupan masyarakatnya. Di samping itu juga Indonesia memiliki ragam bahasa yang jumlahnya lebih dari 740 an. 

Keanekaragaman bahasa yang dimiliki Indonesia ini juga menunjukkan keanekaragaman tradisi dan budaya masyarakatnya. Berbicara mengenai tradisi, tentu saja hal ini berkenaan erat dengan adat kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat. Tradisi merupakan segala sesuatu yang telah lama dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat dan menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat tersebut.

Berkenaan dengan bulan suci Ramadhan yang saat ini sedang kita jalani, ada beberapa tradisi yang dilakukan oleh hampir sebagian masyarakat Indonesia, tentu saja kita semua sebagai warga negara Indonesia akan mengamini bahwa pada akhir-akhir bulan Ramadhan atau menjelang perayaan Idul Fitri banyak dari kita akan melakukan suatu tradisi yang dinamakan "mudik" atau pulang kampung. 

Sebenarnya istilah mudik adalah istilah yang digunakan oleh para pekerja perantau untuk pulang ke kampung halamannya dalam kurun waktu tertentu. Namun seiring dengan berjalannya waktu istilah mudik telah menjadi suatu tradisi yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia menjelang perayaan hari raya Idul Fitri. Suatu tradisi tahunan yang kalau kita lihat memiliki banyak nilai-nilai positif dan juga ada nilai-nilai negatif.

Sisi positif dari pelaksanaan mudik diantaranya adalah  dari segi keagamaan, menyambung tali silaturahmi yang memang diperintahkan dalam agama. Seorang anak yang merantau dan meninggalkan orang tuanya untuk bekerja di kota lain dan jarang mengunjungi orang tuanya, mudik merupakan sebuah momen untuk kembali merekatkan silaturahmi setelah sebelas bulan terpisah. 

Disamping itu mudik juga akan mengobati rasa rindu yang telah sekian lama terpendam karena terpisah dari tanah kelahiran dan juga merupakan ajang nostalgia untuk bertemu dengan teman-teman semasa kecil. Ada satu hal lagi yang menjadi alasan untuk melakukan mudik adalah untuk menunjukkan kesuksesan seseorang di perantauan apabila mampu mudik dengan membawa kendaraan, ada rasa bangga dan meningkatkan citra diri. 

Sedangkan sisi negatif dari pelaksaanaan mudik diantaranya adalah dengan semakin banyaknya pengendara roda dua yang nekat untuk melakukan perjalanan luar kota dan sering mengabaikan keselamatan berkendara maka angka kecelakaan kendaraan bermotor khususnya roda dua pemudik banyak terjadi dan semakin tahun semakin meningkat. 

Terjadinya pengaruh urbanisasi akibat pemudik yang sukses akan menginspirasi masyarakat pedesaan untuk mengikuti jejaknya. Dari sisi syariat agama, banyak masyarakat yang pada akhir-akhir Ramadahan sudah tidak konsentrasi lagi dalam beribadah karena sudah mulai disibukkan dengan persiapan mudik dan perjalanan pulang kampung yang justru terjadi pada sepuluh terkahir bulan Ramadahan dimana kita mengetahui bahwa nabi Muhammad SAW memperingatkan kita untuk lebih meningkatkan ibadah pada akhir-akhir Ramadahan bukan sebaliknya justru kita kendur dalam beribadah karena kita lebih mementingkan tradisi dari pada syariat. 

Kesimpulannya adalah sebagai umat islam kita harus lebih mengedepankan syariat daripada tradisi, terlebih bila tradisi tersebut sudah tidak sesuai atau paling tidak mengurangi pelaksanaan syariat. Kita boleh saja untuk melakukan mudik namun kita juga harus cerdas dalam mensiasatinya sehingga tradisi mudik kita tidak mengganggu pelaksanaan syariat  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun