Mohon tunggu...
Anton Wijaya
Anton Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Perawat yang suka ngeblog, serta mengikuti dan berbagi di media sosial. Biografi lengkap, ada di http://medianers.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tanya: Mengadzankan Bayi Perbuatan Bid'ah?

11 Oktober 2012   18:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:55 2092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jarum jam menunjukan pukul 15.10 wib. Sesuai perencanaan ibu paruh baya akan melahirkan anak kelima. Atas saran dokter, ibu itu ditolong oleh tim bedah di kamar operasi. Alasan operasi adalah  ketuban pecah dini.

Anggap saja nama ibu itu Sitti.

Menjelang operasi, Perawat anestesi minta bantuan saya mengadzankan anak Sitti yang akan lahir. Saya tanya. Mengapa harus saya yang mengadzankannya Uni? Perawat Anestesi menjawab.  Suami Sitti sedang berada di Malaysia, jadi ibu Sitti meminta bantuan uni mencari lelaki dewasa islam yang mampu mengadzankan anaknya. Saya tanya balik.  Apakah sah saya yang mengadzankanya, karena bukan muhrim? Uni pun menjawab.  Sah atau tidaknya uni tidak tau.

Berhubung, tidak ada pilihan lain, akhirnya saya bersedia.

Operasi berlangsung, posisi saya dalam tim bedah, sebagai assisten. Mencuat lagi topik tentang adzan dengan Dokter (Ketua tim). Pengalaman beliau di Klinik pribadi.  "Ada seorang bapak berpenampilan muslim, berkopiah, memiliki jenggot, celana panjang di atas mata kaki, menggunakan baju lengan panjang dan dalam. Keberatan mengadzankan anaknya yang baru lahir. Alasan dia menolak, bahwa Nabi Muhammad tidak pernah mengadzankan anaknya, begitu juga dalam Al-Qur'an tidak ada perintah."

Saya membayangkan alangkah terkejutnya dokter yang menyuruh, apalagi mendengar jawaban bapak itu. Pastinya.

Lha! 'ekpresi keheranan'. Benarkah ucapan si bapak itu pak? tanya saya. Dokter menjawab. Saya tidak tau persis syariatnya, selama ini anak yang baru lahir tetap diadzakan bapaknya. Kali pertama orang menolak yang pernah saya temui. Ungkap dokter.

****

Tadi siang, 11/10/2012 saya ketemu seseorang yang dapat dipercaya, beliau pembimbing Rohis di Rumah Sakit. Khotbah beliau sering saya dengar di Mesjid. Namanya tidak ada bedanya dengan panggilan saya, namun warga Rumah Sakit memanggilnya Ustad. Sedangkan saya tidak pernah dipanggil ustad. Karena, tidak ahli agama islam.

Pertemuan itu, saya manfaatkan bertanya tentang dilema adzan tempo hari. Uda Ustad !  Saya panggil dia. Langsung ke tujuan pokok. Apakah benar anak baru lahir tidak perlu diadzankan oleh bapaknya? Uda Ustad tanpa basa-basi  menjawab.  Anak baru lahir sebaiknya dilafaskan suara adzan ditelinga kanannya dan diiqomahkan di telinga kirinya.

Menyoal perlu atau tidaknya bayi diadzankan di telinga kanan dan diiqomahkan di telinga kiri, masih terdapat pro dan kontra oleh beberapa ulama, begitu juga riwayat hadis masih diperdebatkan ke shahihanya. Meskipun begitu, saya memilih untuk mengumandangkan adzan dan iqomah ditelinga bayi yang baru lahir. Putik manusia itu, harus disuguhi lafas ayat suci saat terpancar di dunia ini. Ungkap uda ustad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun