Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Freelancer - Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mencermati Ulang Makna Pahlawan (Pendidikan)

1 Agustus 2020   14:06 Diperbarui: 1 Agustus 2020   14:06 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masa kecilku diliputi prasangka buruk pada semua keyakinan lain, apalagi pada yang namanya PKI. Hanya Islam kejawenlah yang senantiasa kugunakan sebagai topeng indah wajah modernismeku. Menurutku, itu topeng yang sangat pas, karena yang satu penuh optimisme sedang yang lain penuh misteri. Sungguh paduan terindah. Riwayat pribadi yang tumbuh di tengah kehidupan tangsi militer seolah menjadi penanda serentak peneguh jalan hidup modernisme fatalistik-ku

Pandangan hidup modernis fatalistik yang terlanjur berakar kuat, tak goyah dan bergeming dalam perjalanan hidupku seterusnya. Lingkungan, dan agama formil boleh kerap berubah, tapi obsesi kian membesi. Kebijakan sang bapak Pembangunan adalah titah junjungan; bungkam semua kebisingan, sikat habis preman pembuat onar dan kegaduhan di masyarakat (biarkan mereka yang mendukung kuasa), keamanan adalah nabi Pembangunan, gentarkan dan tikam setiap pengancam keamanan sebagaimana pengganyangan pada PKI, ya hanya kaum PKI yang alergi keamanan. Semua titah itu kuamini dan kutanam dalam di dasar hati.

Obsesi berbaur keyakinan itu berangsur-angsur kehilangan landasan seturut perubahan jaman dan perkembangan pengetahuanku di dunia akademik. Perubahan itu terjadi padaku bukannya secara mulus dan seketika, bahkan bisa dibilang penuh carut-marut konflik diliputi dendam prasangka karena kecewa. Kian banyak yang kuketahui, kian besar pula kekecewaanku. Kekecewaan dan kesumat yang tersimpan rapat membakar dan menggosongkan hidupku. 

Aku mulai menutup diri dari realita yang kubenci karena bertentangan dengan keyakinanku semula. Kebencian karena ternyata iman dan sosok pahlawan yang pernah kupuja ternyata salah. Otak dan pemikiranku mulai bercerai dari obsesi yang tetap merambati hasrat. 

Semangat pembangunan yang pantang menyerah dan buta pada masa lalu (juga kekinian) tetap mengangkangi hasrat sedangkan kesadaran pemikiranku melanglang seturut hasrat kuriositas belaka. Aku tetap terobsesi untuk menggapai titik pusat di masa depan, sedangkan pemikiran dan hasrat ingin tahuku menjawab lain.

Akupun mulai mempertanyakan makna pahlawan dari mantan junjunganku. Apakah seseorang disebut pahlawan bergantung pada ideologi? Katakanlah berdasarkan ideologi A , ia sungguh pahlawan. 

Tapi manakala terjadi perubahan ideologi, buah-buah perjuangan dari pahlawan berideologi A ternyata dianggap tidak lagi memenuhi standar ideologi yang baru, misalkan ideologi B, bahkan buah-buah kepahlawanan dari ideologi A itu ternyata bersifat "membusukkan" dan jadilah buah-buah ideologi A sebagai korban dari ideologi masa lalunya sendiri! Sama dam sebangun dengan pengalaman mimpi burukku..

    Maka pesanku, jadilah pahlawan pejuang si lemah yang berhunikan keheningan alih-alih pahlawan ideologi penguasa dengan hingar bingarnya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun