KPU KITA DAN TRAGEDI NUSRAT
Every desire has a relation
 to madness (Luce Irigaray)
KPU kekinian, yang sedang berjuang luar-biasa untuk menuntaskan pemilu pertama, terumit dan terbesar di dunia, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, penulis harap tidak mengalami nasib serupa Nusrat.
Nusrat adalah gadis pejuang kehormatan yang karena kegigihannya mempertahankan integritas terpaksa mengalami nasib tragis. Gadis belia ini dilecehkan oleh kepala sekolahnya, diancam oleh rekan pria sekelas, direndahkan oleh polisi terlapor, dan puncaknya dibakar hidup-hidup oleh rekan pria pendukung sang kepala sekolah yang ditolaknya tersebut.
Gencarnya tuduhan curang di medsos yang ditujukan ke KPU oleh salah satu kubu, tingkat keparahannya, menurut penulis, sudah melampaui taraf tataran "framing" atau penggiringan. Boleh jadi kondisinya tidak jauh beda dengan yang dialami Nusrat ketika sedang berjuang mempertahankan kehormatannya. Nyaris semua tuduhan curang tak ada yang terbukti, tapi dakwaan tersebut terus saja dilancarkan ulang bahkan  diglorifikasi dengan tuduhan-tuduhan jadul serupa.
KPU yang lahir dari hasil kesepakatan bersama, yang seharusnya kita jaga bersama, dan yang telah atau sedang menunjukkan kiprahnya, bahkan dihujani kata curang yang abai pada petuah agung cak Lontong, "MIKIR!" (sebelum omong curang di medsos, ini tanggapan ketum kpu lho...)
Kelakuan kubu pencaci
tak ubahnya dengan kelakuan orang (kepsek, rekan pria, dan polisi bahkan para tetangganya yang sesama wanita) yang ditemui Nusrat. Semuanya kompak nyinyir dan menghujat...Mengerikan sekali konsekuensi dari yang namanya hasrat atau ke-mem-babi-buta-an berjemaah. Sebagaimana kutipan seorang filsuf di atas.
Semoga KPU tetap tegar dan bebas dari kobaran api hasrat salah satu kubu.
Pray also for Srilanka...