Part 5#. Ruteng dan Ranaka
Labuan Bajo dengan segala keunikannya kami tinggal pergi, membawa kenangan yang tak mungkin terlupakan. Setelah berpamitan dengan keluarga Kak Ani yang sudah menerima kami dengan tangan terbuka, kami meninggalkan Labuan Bajo sekira jam 9 pagi menuju Ruteng. Jarak Ruteng dan Labuan Bajo kurang lebih 130 km.
Kembali melaju dengan yamaha freego melewati jalan berkelok-kelok, menanjak gunung dan bukit. Cuaca yang cerah mengantar kami dengan kecepatan sedang menikmati aspal dan pemandangan indah. Memasuki wilayah Ruteng, semakin terasa dingin, walaupun di siang hari.
Ternyata cuaca dingin membuat mata ini terasa kantuk. Kami beristirahat di warung kopi pinggir jalan, menikmati kopi yang nikmat dan pemandangan. Lelap sebentar di bangku kayu kurang lebih 1 jam. Perjalanan dengan sepeda motor memang harus menyesuikan dengan kondisi fisik, entah itu penumpang atau pengendaranya yang kelelahan.
Setelah terasa lebih segar kami melanjutkan perjalanan. Sebelum memasuki kota Ruteng, sekitar jam 1 siang mampir di pertamina dan isi bensin. Kali ini butuh Rp. 24.000,- untuk penuhkan tangki.
Di kota Ruteng kami berkesempatan mengunjungi seorang kerabat, Bruder Mateus Ruron, Csa di Bengkel SMK Santo Aloisius Ruteng. Bengkelnya banyak benda-benda unik yang bisa kita temukan. Ada tabung gas jadi kompresor, kulkas jadi speaker besar, bahkan sepeda jadi motor dan motor jadi sepeda bermesin. Pokoknya aneh-aneh. Begitu. Meja dan bangku di dalam bengkel dari barang-barang bekas kendaraan. Katanya moto bengkel mereka ini "tidak ada barang yang rusak". Â Tiap barang bisa diganti fungsi lainnya jika fungsi utamanya sudah tidak bisa digunakan.
Saya jadi teringat video tentang bengkel -- bengkel mobil Pakistan yang teknisinya jago jago memperbaiki apapun yang rusak. "Mereka lalu membawa truk yang patah itu ke tangan master, master lalu mengukur dan menyambung kembali truk tersebut dan tiba tiba truknya jalan lagi".
Hujan yang begitu deras membuat kopi dan bakso yang disajikan begitu terasa nikmat.
Sore menjelang, kami berpamitan dan melanjutkan perjalanan. Tujuannya berikutnya ke rumah teman, rumah Om Rio Nangku dan Enu Ningsi  tempat kami bermalam pada perjalanan pulang hari pertama. Kampung mereka di daerah Mano, kira kira 15 Km dari Kota Ruteng ke arah Borong. Letaknya di kaki gunung Ranaka. Kami dijemput dan tiba di sana saat suasana sudah gelap. Ruteng dingin dan udaranya segar. Menghabiskan malam di sana di samping tungku api dapur.
Ayam berkokok ramai-ramai di pagi hari, udara yang sejuk dan segar, saya kaget ternyata rumah om Rio di tengah kebun cengkeh. Benar -- benar di dalam hutan. Kaki gunung Ranaka. Pemandangan gunung, hutan hijau yang indah. Pantas saja begitu sejuk dan terasa segar di pagi hari. Fans garis keras Raspord dan emyu ini benar-benar memiliki rumah yang lokasinya menjadi impian banyak orang. Minum kopi pagi yang disajikan tanpa gula menjadi khas dan nikmat. Ruteng mungkin salah satu wilayah tersubur di Flores. Curah hujan yang tinggi membuat jagung muda, labu, dan jenis sayur lainnya melimpah di tempat ini. Dan yang paling top adalah ayam kampung yang direbus langsung oleh om Rio.
Hari kedua perjalanan pulang menuju Larantuka kami mulai pada pukul 08.00 pagi. Tujuan kami hari ini lumayan jauh. Dari Mano -- Ruteng langsung ke Ende dengan jarak 300 km. ceritanya di part berikut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI