Mohon tunggu...
Antonius Ipur
Antonius Ipur Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rindu Soeharto

30 April 2013   02:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:23 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Desain pada Stiker "Piye Kabare? enak jamanku tho?"

Sosok dalam foto itu, tersenyum dengan kerutan di wajahnya.  Putih rambutnya menunjukan dia tidak lagi muda. Ekspresinya yang tenang seakan memberikan kesejukan dan pengharapan. Soeharto mantan presiden Indonesia yang telah memimpin negara jamrud khatulistiwa ini selama kurang lebih 32 tahun -dengan segala kebijakan politik serta pro-kontra kepemimpinannya- kini terpampang sebagai 'pemanis' pada kendaraan, tembok, dinding, gang-gang sempit, warung, tambal ban, hingga kios pulsa. Stiker Soeharto telah menjadi salah satu bagian dari  fenomena desain sebagai wujud 'budaya kasat mata' yang mewakili keadaan sosial budaya yang terdekat dengan kita sekarang ini.

Fenomena stiker Soeharto jika merunut dari beberapa sumber sebenarnya telah ada sejak tahun 2004. Pun berbagai asumsi muncul sebagai jawaban atas keberadaannya. Ada yang berpendapat bahwa hal itu memang sengaja 'dimunculkan' oleh pihak-pihak tertentu yang menginginkan 'kekuatan' lama itu muncul kembali. Ada pula yang berpendapat bahwa hal itu sebagai gambaran 'kegalauan' masyarakat atas stabilitas politik sekarang ini, sebuah rasa ketidakpuasan kepada era reformasi. Namun ada sebuah pendapat yang cukup logis untuk menanggapi hal itu yaitu fenomena itu muncul sebagai wujud 'kerinduan' masyarakat akan aspek-aspek yang pernah dicicipi pada masa pemerintahan Soeharto. Sebuah kenyataan bahwa pada masa pemerintahan orde baru, masyarakat cenderung  merasakan aspek-aspek yang 'menyenangkan' misalnya saja keamanan, ekonomi yang stabil, sembako yang murah, sekolah murah dlsb. meskipun secara substansial tidak demikian adanya.

Terlepas dari itu semua, stiker Soeharto merupakan sebuah wujud karya desain. Entah siapa yang pertama kali membuatnya, stiker tersebut merupakan sebuah bentuk media komunikasi yang di dalamnya memuat tanda-tanda yang telah diatur sedemikian rupa. Stiker tersebut mengandung tanda verbal dan visual sebagai mana sebuah desain pada umumnya. Tanda verbal bisa kita lihat pada teks yang ada; "Piye kabare? enak jamanku tho?" (Gimana kabarnya? masih enak zamanku tho), serta tanda visual berupa ilustrasi foto dari Soeharto itu sendiri. Sebagai wujud desain, stiker tersebut tentu saja bisa kita kaji dengan pendekatan fenomenologi, smiotika, persepsi visual, ideologi, dlsb. Dalam tulisan ini akan mencoba melihat fenomena tersebut melalui kacamata gaya desain.

Gaya desain merupakan satu dari sekian banyak aspek dalam menciptakan sebuah desain yang kreatif dan estetis. Kreatif berhubungan dengan segala bentuk teknis sedangkan estetis berhubungan dengan rasa.  Judith Genova mengemukakan bahwa: "... gaya diciptakan melalui perkawinan antara bentuk dan kandungan isi, dengan cara tertentu, sehingga bentuk mengekspresikan, yaitu secara metaforik menggambarkan kandungan isi." Nicos Hadjinicolaou daripada menggunakan kata gaya desain ia menggunakan istilah: "... cara tertentu elemen-elemen formal dan tematik satu gambar dipadukan pada suatu keperluan yang khusus. Perpaduan ini merupakan satu bentuk khusus ideologi kelas sosial secara keseluruha." Jadi jika mengacu dari pemaparan Nicos Hadjinicolou tersebut dapat menjelaskan bahwa gaya memiliki tingkatan sosial seperti halnya yang terdapat pada stiker Soeharto di mana sebagian besar stiker tersebut digunakan, sering ditemukan atau bersinggungan langsung dengan unsur masyarakat pada tingkatan tertentu, pada bak truk dan angkot misalnya.

Dalam melihat desain stiker Soeharto dapat didekati dengan dua bentuk gaya desain/visual; pastiche dan parodi. Pastiche menunjuk pada gaya desain yang sangat tergantung dari eksistensi kebudayaan atau idiom-idiom masa lalu. Ilustrasi pada stiker Soeharto mengambil bentuk atau visualisai gambar/foto Soeharto di masa lalu, menggabungkannya dengan unsur lain -seperti tipografi- menjadi bentuk yang sekarang ini yang digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu. Contoh lain dari praktik dari penggunaan gaya ini bisa kita lihat pada tokoh-tokoh terkenal lainnya -Soekarno, Che Guevara, Benyamin, dlsb. yang diaplikasikasikan pada beragam media. Pastiche biasanya tetap berada dalam genre yang sama seperti model rujukannya. Pastinya kita tahu pose dari Che Guevara yang dipakai dalam praktik pastiche meskipun diterakan dalam berbagai media. Hal tersebut juga terjadi dalam stiker Soeharto jika kita amati visualisainya antara stiker yang satu dengan yang lain.

contoh stiker Soeharto pada angkot

sumber : www.lensaindonesia.com

Stiker Che Guevara

Sumber : www.demograpics.co.uk

Lain halnya dengan parodi. Parodi juga mengambil referensi dari masa lalu, hanya saja ia menekankan perbedaan, bukan pada persamaan. Parodi juga menyimpan bentuk kritisme. Kritisme disini bukan ditujukan kepada audiens namun pada obyek yang dijadikan unsur dalam sebuah karya desain. Parodi seringkali dipersempit sebagai bentuk 'kelucuan' padahal lebih dari itu. Parodi menyimpan sebuah bentuk dialog,  didalamnya terdapat suara dan dua bahasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun