Setiap hari aku berdoa untuk kelulusan anakku, aku mohon supaya anakku lulus tetapi ketika pengumuman anakku tidak lulus ujian nasional. Rasa kecewa, putus asa menyelimuti aku. Apa salahku? Mengapa aku yang harus menanggung beban ini? Mengapa tidak orang lain saja? Setiap kegiatan doa yang diadakan aku tidak lupa hadir. Uang persembahan tidak lupa aku masukkan dalam kantong persembahan? Seharian aku tidak bisa tidur, makan juga tidak enak. Dengan tetangga, aku merasa malu. Keluar rumah jadi tidak enak. Seandainya, seandainya semua ini tidak terjadi aku bisa ............Pikiranku hanya tertuju pada peristiwa ini. Semua tenagaku terkuras untuk mengatasi masalah ini. Akibatnya pekerjaanku terbengkalai, anak-anakku kurang terurus, hubungan dengan dengan tetanggaku dan rekan kerja menjadi kurang baik, apalagi hubunganku dengan yang di Atas menjadi sangat-sangat tidak baik. Aku tidak sering lagi untuk berdoa, tidak ikut kegiatan doa, semua kegiatan rohani tidak saya ikuti. Aku hanya fokus pada diriku sendiri. Rasanya aku saja yang mempunyai masalah di dunia ini. Inikah balasan yang harus ku tanggung dari setiap doaku, setiap kegiatan doa yang aku lakukan, perbuatan baik yang aku buat? Apakah Tuhan sekejam itu? Di mana pertolongan-Nya saat saya butuhkan, dimana berkat-Nya saat aku sedang dalam masalah? Dalam ketidakberdayaanku, aku duduk merenungkan nasibku. Tuhan yang kukenal sebagai Mahabaik, Mahakuasa, dan Maha.....maha yang lain dalam setiap doaku kini tinggal kenangan. Aku tidak berani lagi menyebut namanya dalam setiap perkataan dan perbuataannku, padahal setiap mengawali kegiatan nama-Nya pasti kusebut. Tapi untuk apa aku lakukan semua ini? Supaya aku puas? Agar aku tenang? Entahlah........yang pasti semuanya ini terjadi karena ............siapa? Tuhan atau aku sendiri?