Mohon tunggu...
Anton Kurniawan
Anton Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

SMA Kolese Kanisius 2013 | Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB 2013

Selanjutnya

Tutup

Money

Masih Maukah Kita Menjadi Penonton Selamanya?

28 Januari 2014   22:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:22 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masih Maukah Kita Menjadi Penonton Selamanya?

Sebuah kajian terhadap Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) Nomor 4 tahun 2009

[caption id="" align="alignnone" width="558" caption="Masih Maukah Kita Menjadi Penonton Selamanya?"][/caption] Sebuah pertandingan besar sedang diadakan di suatu lapangan. Penduduk sekitar yang tidak tahu menahu akan adanya pertandingan besar lantas antusias mencari tahu. Mendekat ke lapangan, penduduk yang ingin menonton terpaksa kecewa. Mereka, penduduk yang mempunyai lapangan itu, tidak dapat menonton pertandingan karena harus merogoh saku untuk membayar tiket. Padahal, tidak ada satu pun pemain di lapangan yang mereka kenal!

Ilustrasi di atas tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam industri pertambangan di Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini melansir data mengejutkan. Kerugian negara sekitar Rp6,7 triliun disumbangkan oleh sektor mineral dan batubara (minerba). Kerugian negara ini muncul karena royalti dan iuran tetap yang tidak dibayarkan para pengusaha sepanjang 2003-2011.

Pemerintah tentu tidak tinggal diam menyikapi keadaan seperti ini. Inisiatif baik datang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menegaskan tetap ingin menjalankan UU Mineral dan Batubara (Minerba) Nomor 4 Tahun 2009 yang melarang ekspor mineral mentah.

UU Minerba yang diturunkan melalui Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 dan Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 itu sendiri telah menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Dalam peraturan menteri itu dilarang keras ekspor mineral mentah atau ore mulai 12 Januari 2014.

UU Nomor 4 Tahun 2009 ini menyatakan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dimaksudkan, antara lain, untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara.

Hanya saja, gejolak mulai timbul di masyarakat, baik dari perusahaan tambang, serikat pekerja, hingga masyarakat lokal yang mengadu nasib dengan industri tambang di daerahnya. Di sisi yang sama, ketidaksiapan Pemerintah kembali tampak sebelum mengeksekusi sebuah regulasi menjadi realisasi. Waktu lima tahun dari tahun 2009 belum cukup untuk memastikan keadaan berjalan sesuai harapan. Dampak dari UU Minerba yang sudah diprediksi seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan industri pertambangan mulai timbul. Hal tersebut apabila dibiarkan terjadi akan menghancurkan bisnis tambang mineral.

Serikat Pekerja di Kabupaten Mimika dan Sumbawa Barat adalah contoh pihak yang bersuara cukup lantang menentang pelaksanaan regulasi ini. Kebijakan ini bukan tidak mungkin akan berdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap warga lokal yang bekerja di perusahaan tambang di lokasi mereka, yakni PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Diperkirakan 15.000 hingga 21.000 pekerja dari total 31.000 orang pekerja akan di-PHK dengan penerapan aturan ini khusus di PT Freeport Indonesia.

Dari segi fasilitas, Indonesia juga masih tertinggal. Indonesia baru memiliki 12 smelter (1 smelter tembaga yakni Smelting Gresik). Ketertinggalan dalam sarana itu yang membuat banyak perusahaan tambang baik lokal maupun asing meradang. Mereka lebih menyukai mengirimkan konsentrat ke luar negeri, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Spanyol.

Nominal sebesar $5 miliar per tahun dengan mengekspor proses mineral mentah seperti konsentrat tembaga, bijih nikel dan bauksit juga diperkirakan akan menguap. Pemerintah mengakui bahwa larangan langsung pengiriman bijih akan memotong ekspor sebesar $4 miliar tahun ini dan $2,5 miliar untuk 2 tahun berikut.

Indonesia juga berpotensi kehilangan penerimaan pajak dari sektor ekspor bahan tambang Realisasi penerimaan pajak sektor pertambangan dan penggalian hingga 31 Desember 2013, tanpa memasukkan pajak bumi dan bangunan, sebesar Rp53,99 triliun atau 14,36% lebih rendah dibanding penerimaan pada 2012 sebesar Rp63,05 triliun. Namun, penerimaan pajak sektor industri pengolahan hingga 31 Desember 2013, tanpa memasukkan pajak bumi dan bangunan, sebesar Rp373,70 triliun atau 8,31% meningkat dibanding penerimaan pada 2012 sebesar Rp345,08 triliun. Data yang dirilis Direktor Jenderal Pajak ini adalah harga yang sebanding dengan pengorbanan untuk membangun kemandirian dalam berindustri untuk memajukan kesejahteraan rakyat.

Kebijakan Pemerintah untuk melaksanakan peraturan ini patut diapresiasi. Dengan adanya peraturan ini, terdapat dampak positif yang secara langsung maupun tidak langsung dirasakan oleh Indonesia. Dampak positif yang timbul antara lain penerimaan negara yang bertambah dari sektor pertambangan, keberpihakan kepada perusahaan pertambangan nasional, dan pembukaan investasi dan lapangan kerja.

Penerimaan negara niscaya akan bertambah dari nilai jual bahan tambang yang lebih bernilai. Indonesia akan mendapat nilai tambah dari pengolahan mineral dan batu bara, lebih daripada sekadar menjual batu ke luar negeri. Sebagai perbandingan, sekitar 94% dari nilai aluminium datang dari penyaringan dan pemurnian. Bijih nikel pun turut akan mendongkrak pendapatan negara dari sektor ini.

Bagi perusahaan pertambangan nasional alias pemain lokal, UU Minerba ini dapat memberikan keberpihakan kepada perusahaan pertambangan nasional dari hulu sampai ke hilir. Konsep manajemen Wilayah Umum Pertambangan (WUP) yang melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan DPR diharapkan dapat mengatasi masalahtumpang tindihlahan dengan sektor lain seperti kehutanan dan pertanian. Ketentuan pelelangan dalam mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) akan memberikan peluang bagi perusahaan pertambangan yang profesional dan serius. Dampak positif lainnya adalah UU Minerba memberikan prioritas khusus kepada BUMN untuk mengusahakan wilayah pencadangan negara melalui IUP Khusus. Selain itu, ketentuan keharusan mengolah di dalam negeri merupakan peluang bagi BUMN untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang dari pemegang IUP lain.

Tawaran investasi menarik mulai berdatangan dari pihak luar. Produsen aluminium asal China, Hongqiao berencana membangun pusat pemurnian (smelter) di Kalimantan dengan nilai investasi $1 miliar. Selain itu, Shandong Nanshan Aluminium juga turut menanamkan modal $5 miliar dalam pendirian smelter dan infrastruktur lainnya di Pulau Bintan.

Sementara itu, Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto menyatakan, Freeport, Petrokimia Gresik, Semen Gresik, dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan melakukan studi mengenai lokasi pembangunan smelter yang bakal dibangun. Kapasitas produksinya sebesar 150.000 ton tembaga atau sekitar 1,2 juta ton konsentrat per tahun. Produksi konsentrat hingga 80 persen-90 persen jika digabungkan dengan pasokan ke PT Smelting Gresik. Saat ini, Freeport telah memasok 30 persen-40 persen konsentrat ke smelting dari total produksi normal sebanyak 2,5 juta ton per tahun. Pembangunan smelter secara massal harus diupayakan secara pasti dan dikawal oleh pemerintah karena sarana tersebut yang dapat digunakan untuk menyukseskan UU Nomor 4 tahun 2009 ini.

Adanya revisi Peraturan Pemerintah No 24/2012 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No 20/2013 tentang Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan Mineral tidak boleh membuat semangat kemandirian ekonomi mengendur. Penurunan nilai konsentrat tembaga yang bisa diekspor adalah yang semula 99 persen menjadi 30 persen-40 persen bukan berarti pemerintah mengalah kepada kepentingan asing, dalam hal ini PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.

Pemerintah harus ada di garda terdepan dalam mendukung Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menguasai seluruh elemen pertambangan di dalam negeri. PT Aneka Tambang, PT Bukit Asam, PT Pertamina, PT Sarana Karya, dan PT Timah dapat saling bahu membahu untuk mendorong kemandirian industry pertambangan dalam negeri. Hal ini akan ditambah oleh akuisisi pemerintah terhadap PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang akan memperkuat lini pengolahan bahan tambang khususnya aluminium..

Dengan adanya kemauan yang baik dari perusahaan tambang seperti Freeport Indonesia akan ada perubahan konsep terhadap Indonesia. Indonesia yang dahulu dianggap hanya sebagai lapangan, dapat juga menjadi pasar untuk bahan tambang yang bernilai tinggi. Selain itu, akan ada lapangan kerja yang tercipta dari pembukaan infrastruktur, jauh lebih banyak dibandingkan dengan menjadi distributor bahan mentah tambang ke luar negeri yang kemudian kembali dibeli dengan harga yang lebih mahal.

Diperlukan kesungguhan untuk dapat menjalankan UU Nomor 4 tahun 2009 sehingga tidak hanya menjadi macan kertas belaka. Hal yang ditunjukkan dalam peraturan yakni untuk membela kepentingan rakyat harus diutamakan sehingga tidak dapat ditawar oleh tawaran perusahaan asing yang telah lama menandatangani kontrak di Indonesia.

Jangan sampai masyarakat Indonesia hanya menjadi penonton selamanya!

UUD 1945 Pasal 33 ayat 3

Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Daftar Pustaka

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/08/23/1146152/Freeport.Siap.Bangun.Smelter.Newmont.Masih.Ogah

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/25/1131525/Dilema.Jero.Wacik.Jalankan.UU.Minerba.atau.Cegah.PHK

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/30/0945322/Indonesia.Luluh.Dilobi.Raksasa.Penambang

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/24/1610392/SBY.Minta.Bantuan.Yusril.soal.UU.Minerba

http://www.economist.com/news/business/21594260-government-risks-export-slump-boost-metals-processing-industry-smeltdown

http://m.bisnis.com/industri/read/20140111/44/196805/implementasikan-uu-potensi-kehilangan-pajak-minerba-rp12-triliun

http://nasional.kompas.com/read/2013/08/29/2038172/KPK.Sektor.Minerba.Negara.Rugi.Rp.6.7.Triliun.

http://nasional.kontan.co.id/news/setoran-pajak-turun-rp-4-t-jika-uu-minerba-berlaku

http://news.liputan6.com/read/773699/uu-minerba-diterapkan-karyawan-pt-newmont-terancam-di-phk

http://regional.kompas.com/read/2014/01/06/1320142/1.500.Pekerja.di.Tambang.Freeport.Demo.Soal.UU.Minerba

http://www.investor.co.id/energy/pemerintah-minimalkan-dampak-negatif-penerapan-uu-minerba/74494

http://www.merdeka.com/uang/pemerintah-ingatkan-pengusaha-bumn-juga-rugi-akibat-uu-minerba.html

Anton Kurniawan

Bandung, 24 Januari 2014

Pukul 01.00 WIB

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun