Mohon tunggu...
Anton Kurniawan
Anton Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

SMA Kolese Kanisius 2013 | Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB 2013

Selanjutnya

Tutup

Money

Pisau Analisis "Soekarno Hatta Rentan"

18 November 2013   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:00 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berlomba melawan masalah klasik

Bandara Internasional Soekarno-Hatta semakin hari semakin sering diterpa masalah. Mulai dari pemadaman listrik, keterlambatan penerbangan, hingga kesulitan dalam mendarat akibat begitu banyaknya pesawat yang ingin mendarat. Soekarno-Hatta sebagai gerbang terdepan dalam menyambut tamu internasional tentu tidak dapat menampilkan citra yang baik untuk Indonesia dengan ironi seperti itu. Hal ini dikupas secara mendalam dalam artikel “Soekarno-Hatta Rentan” yang naik cetak pada Kompas, Senin 18 November 2013.

Masalah yang ada dalam Bandara Soekarno-Hatta dapat diklasifikasi dari tiga aspek. Pertama, krisis ruang untuk landasan. Hal ini berimbas pada keterlambatan dalam keberangkatan dan pendaratan setiap pesawat. Soekarno-Hatta hanya memiliki dua unit landasan dengan panjang masing-masing 3.600 m x 60 m. Landasan ini tergolong pendek untuk menampung sekitar 54 juta penumpang yang hilir mudik (data tahun 2012). Sebagai perbandingan, Bandara Kuala Lumpur International Airport Malaysia (KLIA) mempunyai panjang landasan 4.124 meter dan Bandara Changi Singapura mempunyai panjang landasan 4.000 meter.

Kedua, ketergantungan Bandara Soekarno-Hatta terhadap sumber listrik yang sama dengan yang dipakai oleh permukiman penduduk. Selama ini, kebutuhan listrik Bandara Soekarno-Hatta disokong oleh PLN Teluk Naga, PLN Tangerang Lama, PLN Cengkareng JIAC I, dan JIAC II. Insiden pemadaman listrik pada 2010, 2012, dan 2013 diakibatkan oleh terbakarnya gardu yang sudah kelebihan kapasitas, tersambar petir, dan kebakaran di perkampungan penduduk.

Ketiga, minimnya sumber daya manusia yang bekerja sebagai air traffic controller (ATC). Jumlah ATC yang ada hanya sekitar 230 orang (data dari Departemen Perhubungan 2012). Padahal dalam satu bandara, minimal ada 300 orang ATC. ATC berfungsi untuk memberikan layanan pengaturan lalu lintas di udara terutama pesawat udarauntuk mencegah antarpesawat terlalu dekat satu sama lain, mencegah tabrakan antarpesawat udara dan pesawat udara dengan rintangan yang ada di sekitarnya selama beroperasi. Dengan minimnya jumlah ATC di Bandara Soekarno-Hatta, sangat dimungkinkan pilot suatu pesawat melakukan pendekatan pribadi agar dapat terbang atau mendarat lebih dahulu. Hal ini memperparah kondisi dalam Bandara Soekarno-Hatta yang semakin semrawut. Pilot saling mendahului agar penerbangan dapat berlangsung lebih cepat dan tidak mendapat keluhan dari penumpang.

Dari ketiga klasifikasi masalah itu, dapat dilakukan tiga upaya mendasar untuk perbaikan kenyamanan Bandara Soekarno-Hatta. Pertama, perluasan area landasan Bandara Soekarno-Hatta. Area seluas 1.000 hektare yang berada di Desa Teluk Naga, Bojong Renged, Kebon Cau, Rawa Rengas, dan Rawa Burung sudah dipersiapkan untuk landasan pacu 3 dan terminal 4 Bandara Soekarno Hatta. Hanya saja pembangungan terganjal karena sengketa wilayah antara Kabupaten dan Kota Tangerang. Diperlukan suatu regulasi hukum misalnya Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri setingkat yang dapat digunakan untuk mempercepat pembebasan tanah demi peningkatkan kapasitas terbang dan mendarat pesawat di Bandara Soekarno-Hatta.

Kedua, memandirikan sumber energi untuk Bandara Soekarno-Hatta. Tidak dapat dipungkiri kebutuhan energi untuk Bandara Soekarno-Hatta sangat besar sehingga dapat menyedot kapasitas listrik untuk pemukiman dan menimbulkan pemadaman. Pembangunan pembangkit listrik mandiri bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Perluasan area bandara dapat dlakukan bersamaan dengan pembangunan pembangkit listrik dan gardu pribadi untuk Bandara Soekarno-Hatta. Apabila tidak dimungkinkan dapat dipersiapkan genset dalam jumlah yang lebih banyak untuk mengantisipasi pemadaman listrik dari PLN.

Ketiga, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dapat melakukan percepatan dan penambahan pendidikan bagi personel ATC. Dengan jumlah personel ATC yang lebih banyak, niscaya pembagian urutan terbang atau mendarat suatu pesawat dapat dilakukan secara lebih adil. Pendekatan pribadi antara pilot dan ATC dapat diminimalisasi.

Tanah pertama yang akan diinjak oleh tamu internasional di suatu negara adalah landasan udara bandara di negara tersebut. Jangan sampai Bandara Soekarno-Hatta sebagai tanah pertama yang diinjak oleh tamu dunia tidak menimbulkan kenyamanan dan kebanggaan. Kiranya Bandara Soekarno-Hatta masih dapat berbenah untuk dapat mewujudkan bandara yang benar-benar berkelas internasional.

Anton Kurniawan

Bandung, 18 November 2013

Pukul 14.40 WIB

Sumber: "Soekarno Hatta Rentan". KOMPAS, 18 November 2013.

[caption id="" align="alignnone" width="620" caption="Berlomba melawan masalah klasik"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun