Mohon tunggu...
Anthonia Audisheren
Anthonia Audisheren Mohon Tunggu... Freelancer - Voila

Lumnous bimbimbab 💥

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengingat Kenangan Lama, Arie Hanggara 1984

1 Desember 2018   07:00 Diperbarui: 2 Desember 2018   19:38 3273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto :liputan6.com

Sangat malang nasib Arie karna semua kemarahan masalah ekonomi Tina dan Santi dilampiaskan pada Arie. Arie sering kali mengalami penyiksaan sebelum kematiannya. Seperti pada tanggal 3 November 1984, ketika Arie difitnah Tino dan Santi mencuri uang Rp 1500. Arie menjerit kesakitan saat dipukuli orang tuanya karena tidak ada pengakuannya.

Mereka sering memukul bagian muka, tangan, kaki, dan bagian belakang tubuh bocah malang ini. Tak hanya itu, Tino juga mengikat kaki dan tangan Arie. Lalu, Arie disuruh jongkok di kamar mandi seperti layaknya pencuri dan diteriaki Santi "Ayo minta maaf dan mengaku!"

Merasa tidak melakukan apa yang dituduhkan kepadanya atau sebagai ekspresi pembangkangan, Arie tetap diam tak berbicara sepatah katapun. Penasaran diikuti rasa jengkel yang memuncak, Tino dan Santi melepas ikatan tangan Arie dan menyiramkan air dingin ke tubuh Arie. Santi menambah hukuman dengan menyuruh Arie jongkok sambil memegang kuping. Bocah malang yang tidak berdosa ini melaksanakan hukumannya sambil mengerang menahan sakit.

Kekejaman Tino dan Santi terus berkelanjutan dan mencapai titik puncaknya pada Rabu 7 November 1984. Arie kembali dituduh lagi mengenai mencuri uang Rp 8.000. Arie mengaku tidak mencurinya kembali dianiaya lagi. Karena tidak ada pengakuan, Santi dengan jengkel menampari Arie yang berdiri ketakutan.

Selain itu hukuman berat diberikan lagi, Tino mengangkat sapu dan memukuli seluruh tubuh bocah itu. Suara tangisan kesakitan Arie pada pukul 22.30 WIB sayup-sayup didengar tetangganya. "Menghadap tembok," teriak Santi seperti dituturkan sejumlah saksi.

Kesal karena tak ada kata maaf terucap, Santi kemudian datang dengan menenteng pisau pengupas mangga untuk mengancam Arie agar segera meminta maaf. Namun, lagi-lagi Arie diam tak berkutik. Dengan penuh emosi, Santi menjambak rambut Arie dan mulai menodongkan pisaunya ke muka bocah yang sudah sangat ketakutan itu.

Setelah sang ibu tiri meninggalkan "ruang penyiksaan", giliran Tino datang dan memukul Arie yang sudah sangat lemah itu. "Berdiri terus di situ," perintah sang ayah.

Jarum jam menunjukkan pukul 01.00 WIB ketika Tino bangun dan menengok Arie. Ia menjumpai bocah itu sudah tidak berdiri lagi dan tengah duduk. Minuman di gelas yang diperintahkan tidak boleh diminum, sudah bergeser letaknya.

Bukannya merasa iba, Tino justru semakin naik darah dan kembali menyiksanya lagi. Gagang sapu mulai menghujani tubuh dari atas sampai bawah bocah malang ini. Tino juga membenturkan kepalanya ke tembok. Hingga akhirnya, anak yang lincah ini tersentak dan menggelosor jatuh. Tino kembali beranjak ke kamar tidur.

Pada pukul 03.00 WIB, Tino bangun dan melihat anaknya sudah terbujur kaku. Sang ayah menjadi panik. Lalu ia bersama Santi melarikan Arie yang sudah kaku ke rumah sakit. Sayang sekali, dokter yang memeriksanya mengatakan Arie sudah tidak bernyawa pada hari Kamis 8 November 1984.

Esok hari masyarakat gempar ketika media cetak memberitakan kematian anak yang malang ini. Selama beberapa minggu kemudian, kisah tragis ini menjadi berita utama di koran-koran. Sejak itu, nama Arie lekat di ingatan publik sebagai korban kekejaman orangtua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun