Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meta-Riset: Untold Story Penemuan Ilmiah

21 Januari 2022   19:19 Diperbarui: 23 Januari 2022   10:41 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti halnya Gardner, meta-analisis Rogers dilakukan terhadap 3.085 publikasi tentang difusi inovasi (teknologi, produk, gagasan, program, dll.), terdiri dari 2,445 hasil penelitian empirik (survei, wawancara, eksperimen lapangan); 140 hasil analisis data sekunder; dan 500 bibliografi, sintesis, tulisan teoretis (hasil pemikiran) dan publikasi-publikasi non-empirik. Dengan sangat lengkap dan cermat, Rogers melacak jejak-jejak penelitian tentang difusi dari yang paling awal di Eropa (abad ke-19), hingga munculnya beragam tradisi atau paradigma riset difusi dari tradisi antropologi, sosiologi awal, sosiologi pedesaan, pendidikan, sosiologi medis dan kesehatan publik, komunikasi, pemasaran, geografi, sosiologi umum, dan tradisi-tradisi lain pada abad ke-20.

Melalui meta-analisis, Rogers menganalisis, dan membuat sintesis dan integrasi 103 generalisasi yang dihasilkan oleh berbagai studi menjadi 91 generalisasi konklusif yang lebih general, dan sekaligus dijadikan sebagai pengorganisasi bukunya. Dalam kajian ilmu komunikasi, teori difusi inovasi Rogers ini merupakan salah satu karya intelektual yang monumental, dan menjadi salah satu Grand Theory. Karyanya juga merupakan eksemplar meta-analisis paling representatif untuk kemudian menghasilkan simpulan-simpulan yang lebih umum dalam bentuk generalisasi- generalisasi.

Everett Rogers
Everett Rogers

Michael Fullan (2007) adalah seorang “the archetypical action-oriented intellectual”, yang dengan lengkap dan rinci menjelaskan tentang bagaimana perubahan di sektor pendidikan bisa gagal dan/atau sukses dalam karyanya “The New Meaning of Educational Change.” Fullan menggabungkan antara "makna" (meanings) dan "tindakan" (action) untuk mencapai perbaikan dalam skala berkelanjutan yang belum pernah dialami sebelumnya. Di dalamnya melibatkan aspek-aspek seperti pengembangan kapasitas, pembelajaran dalam konteks, pengembangan kapasitas lateral, keberlanjutan, dan pemimpin sistem dalam tindakan—yakni para pemimpin di semua tingkatan terlibat dalam mengubah sistem, mengubah konteks mereka sendiri.

Seperti halnya Gardner, Fullan juga tidak secara tegas menyatakan karyanya merupakan hasil meta-analisis, melainkan sebagai “major review of research” terhadap berbagai studi-kasus dan bukti-bukti penelitian lainnya tentang kegagalan reformasi di sektor pendidikan di Amerika yang menurutnya sangat kompleks, selama 40an tahun sejak 1960an hingga awal 2000an. Review difokuskan pada aspek perubahan kurikulum, komputer, pembelajaran kooperatif, pendidikan khusus, restrukturisasi sekolah, pendidikan guru, inovasi tingkat sekolah dan distrik, dan kebijakan pendidikan di tingkat nasional dan negara.

Bermula dari ini pula, Fullan menawarkan urgensi realitas subjektif dari setiap individu (pebelajar, pembelajar, orang tua, anggota komunitas, kepala sekolah satuan pendidikan, dan pejabat pendidikan lokal bagi keberhasilan proses perubahan pendidikan) pada semua tingkatan sistem pendidikan sebagai “makna baru” (new meaning) agar reformasi pendidikan berhasil, melembaga, dan berkelanjutan, serta tidak hanya bersifat superfisial. Bahwa setiap individu tidak bisa hanya diposisikan sebagai “participants in a process of change”, melainkan sebagai “agents in a process of change”.

John Hattie adalah ilmuwan dan peneliti yang menghasilkan paling banyak karya dalam kajian meta-analisis. Diantaranya adalah Visible Learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement (Hattie, 2008), Visible Learning for Teacher: Maximizing impact on learning (Hattie, 2012); Visible Learning into Action (Hattie, Masters, & Birch, 2016).

Karya-karya meta-analisis Hattie tersebut, merupakan eksemplar lain hasil karya lebih dari 25 tahun melakukan kajian sintesis-riset terhadap lebih dari 1.700 meta-analysis, dengan membandingkan lebih dari 100.000 hasil penelitian lapangan yang melibatkan 300 juta siswa di seluruh dunia terkait dengan faktor/variabel yang berpengaruh terhadap pencapaian (prestasi) belajar siswa di sekolah. Dari hasil kajiannya terhadap aspek skor ukuran dampak (effect size) dari setiap hasil studi yang dimeta-analisis, Hattie mengidentifikasi lebih dari 250 faktor/variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, dengan rerata effect size sebesar 0.40 dari seluruh hasil studi yang dimeta-analisisnya (Hattie, 2018).

Area kajiannya meliputi pengaruh siswa, rumah, sekolah, kurikulum, guru, dan strategi pengajaran. Hasil sintesisnya menghasilkan sebuah konstruksi model teoretik dan praktik tentang pembelajaran yang berhasil, yang dia label sebagai “visible learning”. Esensi dari teori Hattie adalah bahwa peristiwa pembelajaran akan terjadi jika guru melihat peristiwa belajar dari mata/perspektif pebelajar (siswa) dan membantunya menjadi guru (pebelajar) bagi dirinya sendiri. Menurut Hattie, ada tiga dimensi dalam visible learning. Pertama, visible, jika “making student learning visible to teachers” dengan segala keberagaman/keberbedaan siswa sebagai pebelajar. Kedua, visible, jika “making teaching visible to the student”, sehingga siswa sebagai pebelajar seakan menjadi guru bagi dirinya sendiri. Ketiga, learning bisa terjadi, jika “we go about  knowing and understanding, and then doing something about student learning,” bukan hanya guru, tetapi semua yang terlibat dalam proses belajar siswa (Hattie, 2018:1).

visible-learning-61ecce694b660d73d2601422.jpg
visible-learning-61ecce694b660d73d2601422.jpg
Dari seluruh faktor/variabel tersebut, efikasi guru secara kolektif (collective teacher efficacy) atau keyakinan dan kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam mendidik siswanya dan mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan merupakan faktor/variabel yang paling berpengaruh terhadap pencaaian hasil belajar siswa (student’s achievement). Kemudian diikuti oleh faktor/variabel estimasi guru atas pencapaian hasil belajar siswa (teacher estimates of achivement), harapan siswa atas keberhasilan dan tujuan belajarnya (student expectations), respon siswa atas intervensi guru (response to intervention), kejelasan guru atas perannya sebagai pebelajar (teacher clarity), dan efikasi siswa sendiri (student efficacy).  

Salam

Semoga menginspirasi. 

Tangsel, 21 Januari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun