Hiruk-pikuk kesibukan pagi hari di tengah Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan, merupakan pertanda dimulainya lembaran hari yang baru. Masyarakat membuka jendela, mengikat tali sepatu, dan berangkat kerja usai adzan subuh berkumandang.
Tak terkecuali Supri, salah seorang pedagang kaki lima, yang telah menggelar dagangannya bahkan sebelum matahari memunculkan batang hidungnya di ufuk timur. Berbekal harapan atas terbukanya pintu rezeki, ia menyalakan kompor dan mencelupkan adonan gorengan ke minyak panas. Suara desis yang disebabkan minyak, bersamaan dengan hawa panas membuat keningnya dipenuhi oleh bulir-bulir keringat. Umurnya yang nyaris setengah abad tidak memudarkan semangatnya. Meskipun masih terikat dengan gerobak sederhana, tetapi Supri tetap mencoba mengikuti perkembangan teknologi. Buktinya terdapat pada Supri yang menyediakan QRIS sebagai opsi metode pembayaran, dengan harapan hal ini dapat memudahkan pembelinya dalam melakukan transaksi.
Namun, naas. Tak semua orang memiliki niat baik. Perkembangan teknologi tidak hanya memudahkan masyarakat, tetapi juga membuka peluang bagi para penjahat. Seringkali Supri mendapati pembelinya memalsukan bukti pembayaran QRIS dengan tangkapan layar palsu. Ia menyadari kebohongan tersebut usai berjualan, ketika sedang mengecek riwayat uang masuk dan mendapati ketidaksesuaian jumlah dana.
"Yah emang orang yang niatnya gak baik, mau gimana lagi. Namanya juga orang jualan emang ada aja sih," ucapnya sembari mencelupkan adonan gorengan ke minyak panas. Membiarkan adonan tepung pucat perlahan berubah warna menjadi emas, seperti harapannya kepada dunia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI