Mohon tunggu...
annisa fauzia
annisa fauzia Mohon Tunggu... Lainnya - untuk pendidikan

selalu bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Money

Sumber-sumber Keuangan di Zaman Rasulullah SAW

13 Agustus 2020   23:31 Diperbarui: 13 Agustus 2020   23:51 5370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

nama                : Annisa fauzia
nim                   : 0501173202
jurusan           : Ekonomi Islam
fakultas          : FEBI

Sumber-sumber keuangan negara di zaman Rasulullah Saw.

1. Zakat Pada masa awal-awal Islam, penerimaan pendapatan negara yang bersumber dari zakat berupa uang tunai, hasil pertanian dan hasil peternakan. Zakat merupakan unsur penting karena sistemnya penunaiannya yang bersifat wajib (obligatory zakat system), sedangkan tugas negara adalah sebagai mil dalam mekanismenya. Zakat merupakan kewajiban bagi golongan kaya untuk memberikan perimbangan harta di antara sesama masyarakat. 

Dalam negara yang memiliki sistem pemerintahan Islam, maka negara berkewajiban untuk mengawasi pemberlakuan zakat. Negara memiliki hak untuk memaksa bagi mereka yang enggan berzakat jika mereka berada pada taraf wajib untuk mengeluarkan zakat. Apalagi jika mempertimbangkan keadaan masyarakat yang secara umum lemah perekonomiannya.18 Sedangkan unsur lain, seperti kharraj dan usyr baru diberlakukan pada era pemerintahan Amr al-Mu'minn, Umar ibn al-Khaththb. 

Negara Islam tidak berada pada posisi yang terbebani, karena secara mendasar, sistem zakat telah secara langsung dan signifikan telah mengurangi beban negara dari spesifikasi syariat yang ada dalam aturan aplikasinya, yaitu menanggulangi kecenderungan negatif dan pengangguran, kemiskinan dan masalah-masalah sosial 12 Sumber Pendapatan Negara Pada Masa Rasulullah 14 lainnya. Di lain sisi, zakat merupakan ujung tombak pertama dari negara yang berfungsi untuk menjamin kebutuhan minimal rakyat.

 2. Ghanmah Ghanmah merupakan pendatan negara yang didapatkan dari hasil kemenangan dalam peperangan. Distribusi hasil ghanmah secara khusus diatur langsung dalam Alquran surah al-Anfl ayat 41. Empat perlima dibagi kepada para prajurit yang ikut dalam perang, sedangkan seperlimanya sendiri diberikan kepada Allah, Rasul-Nya, karib kerabat Nabi, anak-anak yatim, kaum miskin dan ibnu sabil. Dalam konteks perekonomian modern, pos penerimaan ini boleh saja menggolongkan barang sitaan akibat pelanggaran hukum antar negara sebagai barang ghanmah.

3. Khumus Khumus atau seperlima bagian dari pendapat ghanmah akibat ekspedisi militer yang dibenarkan oleh syariah, dan kemudian oleh negara dapat digunakan sebagai biaya pembangunan. Meskipun demikian, perlu hati-hati dalam penggunaannya karena aturan pembagiannya telah jelas, seperti pada ayat di atas. Khumus, juga bisa diperoleh dari barang temua (harta karun) sebagaimana terjadi pada periode Rasul. 

Ulama Syiah mengatakan bahwa sumber pendapatan apa pun harus dikenakan khumus sebesar 20%. Sedangkan ulama sunni, beranggapan bahwa ayat ini hanya berlaku untuk harta rampasan perang saja. Uman Ab 'Ubayd menyatakan bahwa yang dimaksud khumus itu bukan hasil perang saja, tapi juga barang temuan dan barang tambang. Dengan demkian, di kalangan ulama sunni ada sedikit perkembangan dan memaknai khumus.

4. Fai' Fai adalah sama dengan ghanmah. Namun bedanya, ghanmah diperoleh setelah menang dalam peperangan. Sedangkan, fay tidak dengan pertumpahan darah. Menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi, harta fay adalah pendapatan negara selain dari zakat. Jadi termasuk di dalamnya: kharj, jizyah, ghanmah, usyur, dan pendapatan-pendapatan dari usaha komersil pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi kontemporer saat ini yang strukturnya cukup berbeda dengan keadaan pada masa Rasulullah.

5. Jizyah. Jizyah merupakan pajak yang hanya diberlakukan bagi warga negara nonMuslim yang mampu. Bagi yang tidak mampu seperti mereka yang sudah uzur, cacat, dan mereka yang memiliki kendala dalam ekonomi akan terbebas dari kewajiban ini. Bahkan untuk kasus tertentu, negara harus memenuhi kebuhhuhan pendiudik bukan Muslim tersebut akibat ketidak mampuan mereka memenuhi kebutuhan minimalnya, sepanjang penduduk tersebut rela dalam pemerintahan Islam. Hal ini berkaitan erat dengan fungsi pertama dari negara. 

Jadi pemenuhan kebutuhan tidak terbatas hanya kepada penduduk Muslim saja. Jizyah ini bisa disebut pula dengan istilah pajak perlindungan. Ketika non-Muslim hidup dengan tenang dan mendapat jaminan perlindungan dari pemerintah Islam, maka dengan jizyah tersebut bisa menjadi imbalannya. Perlindungan yang dimaksud baik dalam maupun gangguan-gangguan dari pihak luar. Dan ini sejalan secara adil dengan penduduk Muslim sendiri, yang telah dibebani beberapa instrumen biaya yang harus dikeluarkan ke negara, seperti zakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun