Mohon tunggu...
ayub ibrahim annisa anggia dkk
ayub ibrahim annisa anggia dkk Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayahku

1 Desember 2020   18:55 Diperbarui: 1 Desember 2020   18:58 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Orang yang baru bertemu dengan ayahku pasti pertama - tama akan memperhatikan betapa tampannya ia. Mata birunya yang indah, rambut hitamnya, dan belahan di dagunya. Tapi aku yakin berikutnya mereka akan memperhatikan kedua tangannya. Ayahku seorang tukang kayu profesional. 

Biasanya kukunya ada yang patah satu atau dua, kulitnya tergores- gores, dan telapak tangannya penuh bekas luka serta kapalan. Lingkar jemarinya tiga kali lebih besar daripada jemari pria pada umumnya. Tangannya adalah tangan orang yang sudah mulai bekerja sejak umur tiga tahun, ya memerah sapi. Sikapnya terhadap para pegawai - pegawainya tampak keras, sebab ia ingin mereka bekerja keras dan berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan pekerjaan tanpa membuat alasan apapun.

   Dua puluh tiga tahun yang lalu ibuku meninggal, dan ayahku mesti mengurus kedua anaknya seorang diri, aku yang baru berumur empat belas tahun dan adikku yang berumur sebelas tahun. Sekonyong - konyong ia mesti berperan sebagai ayah sekaligus ibu bagi kami.

   Mulanya ini kelihatan mudah saja. Aku anak yang cukup pemberani, dan aku lebih suka bermain dengan anak laki - laki, melakukan kegiatan - kegiatan yang biasa dialkukan oleh anak laki - laki, seperti memanjat pohon, membangun benteng - bentengan, main sepak bola, bisbol, dan G. I. Joe. Aku memang punya boneka Barbie, tapi boneka itu lebih sering memakai seragam G. I. Joe da ikut maju perang. Aku bahkan bergabung dalam tim hockey yang semua aggotanya anak laki - laki. Aku banyak bersenang - senang dan belajar banak hal dari semua kegiatan tersebut. Tapi semua itu sama sekali tidaka membuatku siap ketika mesti memasuki masa menjadi seorang wanita, yang cepat atau lambat mesti terjadi.

   Aku ingat sekali suatu hari, ketika usiaku sekitar lima belas tahun. Kami sedang di dalam mobil yang akan membawa kami ke Georgia untuk mengunjungi bibiku, dan entah kenapa, segala sesuatu yang dilakukan dan diucapkan ayahku dan adik lelakiku membuatku marah. Aku suka menangis tiba -tiba, lalu tertawa lagi tanpa alasan, tapi yang paling kuinginkan adalah berada di tempat yang sendirian tanpa gangguan apapun. Jelas ayah dan adikku sangan bingung melihat sikapku yang berubah - ubah dengan cepat itu.

   Ayah mulai membawa mobil dengan perlahan - lahan untuk mencari tempat bermalam untuk kami, dan kami memutuskan untuk menginap di sebuah motel di tepi jalan raya. Begitu berada di kamar, Ayah menyuruh adikku pergi membeli minuman. Setelah kami tinggal berdua, ia bertanya apakah aku punya masalah. Terpaksa aku mengakui bahwa akau sudah mulai menstruasi untuk pertama kalinya dalam hidupku. Lalu aku menangis keras tanpa bisa ditahan lagi.

   Ajaibnya, Ayah tau persis apa yang mesti dilakukan, padahal tidak ada buku petunjuk tentang cara mengatasi hal ini. Ia tahu bhawa ia hanya perlu memelukku dan membiarkan aku menangisi hilangnya masa kanak- kanakku. Lalu ia menawarkan untuk pergi ke toko, membeli apa - apa yang kuperlukan. 

   Hari itu kami seperti telah menyeberangi sebuah jembatan. Aku menuju masa menjadi seorang wanita, dan ayahku semakin dalam menjalani perannya sebagai ibu sekaligus ayah. Kurasa ada pria - pria yang takut untuk menunjukkan sisi feminin mereka, khawatir itu akan mengikis kelelakian mereka. Tapi ayahku tahu bahwa ia hanya perlu menyayangiku tanpa syarat. Tidak heran, cara ini berhasil dengan baik.

   Menjelang pesta dansa tahun terakhirku di SMA, aku mendapat teman kencan seorang pemuda dari kota yang tak jauh dari tempatku tinggal. Kami saling mengundang ke pesta dansa sekolah masing - masing, yang berlangsung pada malam yang berurutan.

   Ayah ingin memastikan aku memmpunyai gaun yang bagus. Dan aku mendapatkannya. Gaun itu berwarna putih panjang, tanpa lengan, dengan leher ketat. Aku merasa seperti seorang putri raja saat mengenakannya. Dan ayahku jelas tampak senang melihatku. Kurasa ia bangga karena aku sekarang sudah menjadi seorang wanita muda, bukan lagi anak perempuan yang tomboi walaupun hanya untuk dua malam.

   Tapi dua malam itu sungguh mengesankan. Di sekolah kami ada kebiasaan untuk begadang semalaman suntuk bersama teman - teman pada acara pesta dansa ini. Dengan izin orangtua kami, teman kencanku dan aku begadang sampai jam setengah tujuh pagi. Lalu aku pulang ke rumah untuk tidur beberapa jam sebelum berangkat lagi ke rumah orang tua teman kencanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun