Mohon tunggu...
Anne Tobing
Anne Tobing Mohon Tunggu... Proses Belajar

Menulis dengan bahasa yang ringan saja.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menumbuhkan Minat Berkebun Sejak Dini

28 Februari 2025   01:08 Diperbarui: 28 Februari 2025   15:26 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga Telang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Anggrek Ungu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Anggrek Ungu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Apakah Anda suka bercocok tanam? Sejak kapan? Pernahkan Anda membayangkan bagaimana makanan yang kita konsumsi setiap hari sampai ke meja makan?

Indonesia Negara Agraris

Beberapa tahun lalu, saya berbincang dengan seorang teman guru yang kebetulan warga negara asing.

Dalam obrolan santai, ia bercerita bahwa dirinya pernah berenang di laut dengan jarak yang lumayan jauh. Saya terkejut dan spontan mengakui bahwa saya tidak mahir berenang. Bahkan di kolam renang pun, saya ragu bisa bertahan lama.

Ia pun berkomentar, "Bagaimana mungkin kamu tinggal di negara maritim tetapi tidak cakap berenang?"

Kata-katanya sangat menohok. Sebagai warga negara Indonesia, seharusnya saya dan banyak orang lainnya lebih cakap dalam berenang.

Selain dikenal sebagai negara maritim, Indonesia juga merupakan negara agraris.

Merujuk pada ucapan teman saya tadi seharusnya, saya sebagai masyarakat Indonesia mahir dalam bercocok tanam.

Dengan tanah yang subur dan iklim tropis yang mendukung, kita memiliki banyak peluang untuk belajar bertani.

Namun, realitanya, banyak masyarakat, terutama di perkotaan, yang tidak memiliki keterampilan bercocok tanam.

Bagaimana cara mengembangkan minat bercocok tanam?

Seperti kebiasaan baik lainnya, kecintaan terhadap berkebun bisa ditanamkan sejak dini.

Orang tua dapat mengajak anak-anak ke taman kota dan memperkenalkan mereka pada berbagai jenis tanaman.

Seiring waktu, anak bisa diajak untuk menyiram tanaman atau membersihkan halaman.

Dari aktivitas sederhana ini, mereka akan belajar bahwa tanaman adalah makhluk hidup yang tumbuh, berbunga, berbuah, dan bisa mati jika tidak dirawat.

Sekolah juga bisa berperan dalam mengembangkan minat bercocok tanam. Misalnya, dengan menyediakan ekstrakurikuler berkebun. Jika lahan terbatas, menanam di pot bisa menjadi solusi.

Di sekolah kami, program "Gardening" sangat diminati. Anak-anak antusias mengenakan topi tani mereka dan membawa peralatan berkebun.

Mereka menanam sayuran seperti kangkung, bayam, jagung, serta tanaman hias.

Ketika panen tiba, kebanggaan mereka terasa nyata saat membawa hasil panen ke rumah atau menjualnya kepada guru untuk membeli bibit baru.

Selain gardening, Kementerian Lingkungan Hidup juga memiliki program Adiwiyata atau Green School.

Program ini bertujuan menanamkan kesadaran lingkungan kepada warga sekolah agar menciptakan lingkungan yang sehat dan mencegah dampak negatif terhadap alam.

Dengan program ini, kebiasaan menanam sejak dini dapat tumbuh, sekaligus mengajarkan pentingnya menjaga ekosistem melalui tindakan nyata.

Saya sendiri dulu tidak tertarik dengan bercocok tanam. Saya bahkan sempat gagal menanam bunga di rumah orang tua.

Namun, segalanya berubah saat sekolah memberikan hadiah sepot anggrek kepada setiap staf.

Anggrek ungu itu menjadi tanaman pribadi pertama saya. Dengan merawatnya setiap hari, saya melihatnya tumbuh subur dan berbunga. Keberhasilan kecil ini membangkitkan kepercayaan diri saya.

Saya mulai membeli anggrek lain, tanaman hias keladi, dan bahkan mencoba menanam cabai serta bunga telang. Meskipun cabai belum selalu berhasil, saya terus belajar.

Kesimpulan

Pengalaman ini membuat saya ingin berbagi semangat bercocok tanam kepada generasi muda. Negara kita memiliki tanah yang subur dan iklim yang ideal. Kita hanya perlu membangkitkan minat anak-anak untuk berkebun.

Ironisnya, banyak negara dengan sumber daya alam terbatas justru memiliki ahli agrikultur yang hebat. Sementara kita yang tinggal di tanah yang kaya malah semakin bergantung pada tenaga asing.

Sebagaimana lirik lagu "Kolam Susu" dari Koes Plus mengingatkan kita:

Orang bilang tanah kita tanah surga,
Tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman.

Jadi, apa lagi yang kita tunggu? Mari kita mulai dari diri sendiri dan anak-anak kita.

Kita bisa mengusulkan program berkebun di sekolah agar generasi mendatang memahami bahwa bertani juga merupakan profesi yang menjanjikan dan membanggakan.

Kalau bukan kita yang mengembangkan sumber daya alam kita, siapa lagi? Apakah kita rela jika suatu hari orang asing yang justru menguasai pertanian kita? 

Saya percaya, dengan menumbuhkan minat sejak dini, kita bisa mencetak ahli-ahli tani yang hebat dan mampu membawa Indonesia menjadi negara agraris yang lebih mandiri dan maju.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun