Maraknya pernikahan dini dan meningkatnya angka perceraian di Indonesia membuat saya miris. Apa yang sebenarnya terjadi dengan lembaga pernikahan? Apa yang menjadi motivasi orang untuk menikah? Dan mengapa begitu banyak pernikahan berakhir dalam perceraian?
Sebagai orang awam, saya sering bertanya-tanya---mengapa fenomena pernikahan dini dan perceraian ini seolah menjadi hal yang biasa di masyarakat kita? Apakah keputusan untuk menikah diambil begitu saja, tanpa pertimbangan matang? Seberapa dalam pemahaman mereka tentang pernikahan sebelum melangkah ke dalamnya?
Saya teringat saat masih single. Saya punya daftar panjang kriteria pasangan hidup yang saya idamkan. Tidak ada yang mengajari saya secara langsung, tetapi saya adalah tipe orang yang suka mengantisipasi masalah. Saya bahkan mencatatnya di buku harian---mulai dari seiman, pekerja keras, cerdas, tidak merokok dan minum alkohol, sopan, beretika, berambut lurus (karena saya berambut ikal!), pintar matematika, punya wawasan luas, open-minded, hingga pertimbangan radius tempat tinggal orang tuanya.
Mengapa saya begitu detail? Karena dia bukan sekadar pasangan hidup, tetapi juga calon ayah bagi anak-anak saya. Saya punya impian tersendiri untuk keluarga saya kelak, jadi wajar jika saya punya standar.
Sejak SMA, saya mulai berdoa untuk menemukan pasangan yang sesuai dengan harapan saya. Bukan karena ingin menikah muda, tetapi karena saya sadar bahwa dengan daftar yang panjang ini, kecil kemungkinan saya bisa menemukannya sendiri tanpa campur tangan Tuhan.
Di masa itu, pernikahan masih sangat sakral. Perceraian jarang terjadi, bahkan dianggap aib. Jika ada pasangan yang merasa tidak cocok, mereka lebih memilih untuk mempertahankan rumah tangga daripada bercerai.
Apa Itu Pernikahan?
Pernikahan bukan sekadar menyatukan dua individu, tetapi juga dua latar belakang, nilai, dan kebiasaan yang berbeda dalam sebuah keluarga baru. Idealnya, sebelum menikah, pasangan melalui proses pacaran atau penjajakan untuk saling mengenal lebih dalam---bukan hanya sisi baik, tetapi juga kekurangan masing-masing.
Namun, tidak semua pasangan memahami kehidupan setelah menikah. Banyak yang hanya mengandalkan pengamatan terhadap pernikahan orang tua mereka, padahal model rumah tangga orang tua belum tentu cocok diterapkan dalam kehidupan mereka sendiri. Di sinilah pentingnya bimbingan pra-nikah---sebuah edukasi yang dapat membantu pasangan muda memahami hakikat pernikahan sebelum mereka benar-benar menjalaninya.
Pentingnya Pendidikan Pra-Nikah
Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa materi krusial yang perlu diajarkan dalam bimbingan pra-nikah:
Hakikat Pernikahan
Pernikahan bukan sekadar hidup bersama, tetapi tentang komitmen seumur hidup, dalam suka maupun duka. Pasangan harus memahami bahwa menikah adalah ikatan kudus yang resmi dan diakui oleh hukum serta masyarakat.Peran dan Tanggung Jawab Suami-Istri
Pernikahan adalah kemitraan. Suami bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga pelindung dan penyayang bagi istri. Istri bukan hanya patuh kepada suami, tetapi juga menjadi partner dalam membangun keluarga yang sehat dan harmonis.Mempersiapkan Mental Sebelum Memiliki Anak
Memiliki anak adalah tanggung jawab besar. Pasangan harus memiliki komunikasi terbuka tentang kesiapan mereka, baik secara fisik, mental, maupun finansial. Edukasi ini penting agar calon orang tua sadar bahwa membesarkan anak bukan perkara main-main.Pengelolaan Finansial
Tak dapat dipungkiri, Â masalah keuangan sering menjadi pemicu konflik rumah tangga. Oleh karena itu, calon pasangan harus memahami cara mengelola keuangan, mulai dari budgeting hingga investasi, agar terhindar dari masalah ekonomi di kemudian hari.Kesehatan Reproduksi
Banyak pasangan yang masih minim pengetahuan soal kesehatan reproduksi. Bimbingan pra-nikah harus memberikan edukasi mengenai perawatan organ reproduksi serta pentingnya pemeriksaan kesehatan sebelum memiliki anak.Pola Pengasuhan Anak
Cara mendidik anak sangat berpengaruh terhadap masa depan mereka. Pasangan perlu dibekali dengan ilmu tentang pola asuh yang tepat, mulai dari kehamilan hingga tumbuh kembang anak.Memelihara Hubungan Sosial
Pernikahan bukan hanya menyatukan dua individu, tetapi juga dua keluarga besar. Penting bagi pasangan untuk memahami cara menjaga hubungan baik dengan mertua, ipar, dan anggota keluarga lainnya agar tercipta keharmonisan.
Bimbingan Pra-Nikah Harus Tepat Sasaran
Saya percaya, jika pemerintah mewajibkan bimbingan pra-nikah bagi pasangan yang ingin menikah, angka pernikahan dini dan perceraian dapat ditekan. Namun, program ini harus diorganisir dengan baik---bukan sekadar formalitas atau syarat administratif belaka.
Kurikulum bimbingan pra-nikah harus dirancang oleh orang-orang yang kompeten, dengan metode yang interaktif dan aplikatif. Jika hanya dijadikan ajang bisnis atau birokrasi yang sarat kepentingan, maka program ini hanya akan menjadi sekadar stempel tanpa manfaat nyata.
Bayangkan jika bimbingan pra-nikah benar-benar diterapkan dengan baik. Saya yakin kita akan melihat dampak positif seperti:
Menurunnya angka pernikahan dini
Berkurangnya angka perceraian
Generasi penerus bangsa yang lebih sehat secara fisik dan mental
Saya menulis artikel ini karena hati saya tergerak melihat anak-anak yang terlahir tanpa ayah, bayi-bayi yang dibuang, anak-anak korban perceraian yang harus menanggung beban mental, serta anak-anak jalanan yang kehilangan tempat berlindung akibat rumah tangga yang hancur.
Saya mengajak pembaca untuk bersama-sama merenungkan dan mencari solusi bagi masalah ini. Bimbingan pra-nikah bukan hanya sebuah ide, tetapi kebutuhan yang mendesak bagi masa depan bangsa kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI