Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kisahku Menyikapi Misinformasi Seputar Vaksin Covid-19

9 Juni 2021   20:24 Diperbarui: 10 Juni 2021   10:56 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi vaksinasi (Gambar oleh DoroT Schenk dari Pixabay)

“Kamu yakin, mau divaksin? Yang ini bisa menyebabkan pengentalan darah. Kamu kan ada hipertensi.”

“Kata orang, yang ini lebih banyak efek sampingnya. Dari yang demam, mual, pusing, dan katanya jika badanmu tidak kuat, kamu bisa pingsan loh.”

“Ini kan yang sempat dihentikan sementara? Katanya ada kasus orang meninggal, ya? Saya tidak berani coba!”

“Saya takut, ah! Lebih baik saya tunggu alternatif vaksin yang lain saja. Sementara menunggu, saya akan lebih disiplin tinggal di rumah dan menjalankan prokes.”

“Kamu duluan, deh … kalau terbukti aman, nanti saya menyusul.”

Itu adalah rangkaian respons yang saya terima ketika mengajak sahabat dan kerabat untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. Apakah Anda juga memiliki pengalaman yang sama?

Yang jelas, saya gagal memanfaatkan kesempatan 2+1 untuk mengajak anak ikut vaksin. Satu-satunya sahabat yang bersedia ternyata belum berulang tahun ke-50 pada saat hendak mendaftar.

Sudah banyak sahabat Kompasianer yang berbagi tentang pengalaman menerima vaksinasi Covid-19. Pengalaman sederhana di bawah ini saya bagikan terutama untuk tambahan testimoni bagi para sahabat yang masih ragu menerima vaksinasi.

Testimoni dari lingkungan terdekat

Ada cukup banyak misinformasi tentang vaksin yang digunakan di Jakarta sejak awal bulan Mei ini. Informasi mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) beredar cepat melalui aplikasi perpesanan.

Hasil investigasi Badan POM telah dipublikasikan akhir bulan Mei 2021. Investigasi tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan antara mutu vaksin dengan KIPI yang dilaporkan.

Namun, beberapa orang di lingkungan terdekat saya sudah terlanjur takut. Isu bahwa vaksin tersebut dapat menyebabkan kekentalan darah hingga kematian, terpatri erat di pikiran mereka.

Saya mencoba meyakinkan mereka dengan kesaksian dari seorang kolega saya. James, nama kolega saya itu, baru menerima vaksin tersebut pada tanggal 27 Mei 2021.

Usia James setahun lebih muda dari saya. Berbeda dengan saya yang sudah sembuh total dari penyakit asma sejak usia 12 tahun, penyakit asma James terkadang masih kambuh hingga saat ini.

Sehari setelah menerima vaksin, James sudah bekerja seperti biasa. Dia bercerita bahwa dia tidak mengalami efek samping yang berarti.

James hanya merasa sedikit mengantuk pada hari menerima vaksin. Tidur selama 30 menit adalah cara James memulihkan kondisinya.

Atasan saya bercerita bahwa menantunya juga telah menerima vaksin tersebut dan tidak mengalami efek samping sama sekali. Anak perempuannya sempat demam sekitar 1-2 hari dan sembuh setelah minum parasetamol serta istirahat.

Tanggal 1 Juni 2021, dalam acara kumpul keluarga, saya berjumpa tiga orang keponakan yang baru divaksin beberapa hari sebelumnya. Mereka sempat demam sekitar 1-3 hari dan merasa sedikit kelelahan.

“Memang banyak misinformasi, tetapi semua kembali kepada sistem imun masing-masing orang,” kata keponakan saya. “Menurut aku, vaksin itu untuk membentengi diri dari bahaya Covid-19. Jika kita melihat gambar besar ini, efek samping itu menjadi tidak ada artinya.”

Maka, saya pun mendaftarkan diri untuk menerima vaksin di sebuah mal yang terletak tidak jauh dari rumah. Siang itu, saya langsung menerima konfirmasi untuk ikut menerima vaksin keesokan harinya.

Ilustrasi vaksin (sumber foto: Kompas.com)
Ilustrasi vaksin (sumber foto: Kompas.com)

Persiapkan diri dengan baik

Atas saran suami, saya sudah tiba di mal satu setengah jam sebelum jadwal yang ditentukan. Tujuannya, menghindari kerumunan. Ternyata, sudah ada beberapa orang yang tiba sebelum saya.

Saya juga membawa sebotol air putih dan sebutir parasetamol. Keponakan saya menyarankan kepada saya untuk makan sebutir parasetamol segera setelah menerima vaksinasi.

Pelaksanaan vaksinasi berjalan dengan tertib. Protokol kesehatan diterapkan dengan ketat.

Ada tiga lajur antrian: penerima vaksinasi ke-2, pralansia, dan perekraf. Saya berada di urutan nomor satu lajur pralansia.

Dengan memperlihatkan KTP dan tangkapan layar konfirmasi pendaftaran, saya menerima nomor antrian dari petugas. Saya mengisi data diri pada kertas berisi nomor antrian yang diberikan sesuai petunjuk.

Pos registrasi dan pos pengukuran tensi saya lalui dalam waktu sangat singkat. Tensi saya hari itu sedikit lebih tinggi dari biasa, namun masih jauh di bawah batas aman yang ditentukan.

Di meja berikutnya saya menjawab beberapa pertanyaan. Saya ada riwayat hipertensi namun cukup terkendali, waktu kecil sempat menderita sakit asma tetapi sudah sembuh total, dan pernah terdiagnosis prediabetes namun telah teratasi.

Setelah menjawab pertanyaan mengenai obat hipertensi yang rutin saya minum, saya diarahkan ke tempat vaksinasi. Petugas memperlihatkan sebotol vaksin yang masih baru, menyuntikkan ke lengan saya, dan selesai.

Selanjutnya saya diarahkan ke meja petugas yang kemudian memberikan Kartu Vaksinasi Covid-19 yang harus saya bawa saat akan menerima vaksin dosis ke-2 duabelas minggu kemudian.

Dalam waktu kurang dari 15 menit, saya sudah berada di mobil yang akan membawa saya pulang. Di dalam mobil, saya meminum sebutir parasetamol.

Lega sekali rasanya, ternyata tubuh saya menerima vaksin dengan sangat baik. Tidak ada sedikit pun efek samping yang saya rasakan. Keesokan harinya, saya sudah masuk kerja seperti biasa

Foto setelah vaksinasi (dokumentasi pribadi)
Foto setelah vaksinasi (dokumentasi pribadi)

Jika ragu, konsultasikan dengan dokter yang merawat

Sesuai janji saya pada para sahabat dan kerabat, saya melaporkan pengalaman saya melalui aplikasi perpesanan. Beberapa orang di antara mereka langsung mendaftar untuk menerima vaksin pada keesokan harinya.

Beberapa orang sahabat dan kerabat saya masih diliputi keraguan karena penyakit tertentu yang mereka derita. Saya sarankan mereka berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang merawat.

Hal yang sama saya lakukan sebelum suami saya menerima vaksinasi pada awal April yang lalu. Sebagai seorang tenaga pendidik, suami saya menerima vaksinasi di kampus tempatnya mengajar.

Tiga belas bulan sebelum vaksinasi, suami saya menjalani pemasangan ring jantung. Dia juga memiliki riwayat penyakit diabetes dan mengalami gangguan ginjal.

Karena kadar gula darah dan tensi cukup terkendali selama ini, dokter yang merawat memberi rekomendasi agar suami saya tetap divaksin. Dia telah menerima vaksin dosis ke-2 pada akhir bulan April yang lalu.

Wasana kata

Pagi ini, beredar banyak pesan bahwa telah dibuka kesempatan menerima vaksin Covid-19 untuk masyarakat usia 18+ di Jakarta. 

Bagi saya, ini seperti pucuk dicinta ulam pun tiba. Segera saya teruskan pesan tersebut kepada anak-anak agar mereka pun dapat terlindung dari risiko Covid-19.

Demikianlah kisah tentang pengalaman sederhana yang saya harapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca. Setelah membentengi diri dengan vaksin dan tetap disiplin menjalankan prokes 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas), semoga kita dapat terhindar dari risiko Covid-19.

Jakarta, 9 Juni 2021

Siska Dewi

Referensi: satu, dua, tiga, empat, lima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun