Mohon tunggu...
Anjrah Lelono Broto
Anjrah Lelono Broto Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis freelance

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah untuk Kita yang Berbuat

9 Maret 2018   00:46 Diperbarui: 12 Maret 2018   23:19 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andy Sri Wahyudi, Nug, Anjrah Lelono Broto (atas) dan Pien (bawah)

"Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka "kemajuan" sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia."

(Pramoedya Ananta Toer, House of Glass)

Keistimewaan Buku Ini dan Agenda Ini

Didaulat untuk menjadi pengulas dalam sebuah agenda bedah buku di masa keemasan literasi dewasa ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Menjawab tantangan mengunggah cover buku selama sepekan di media sosial pun bisa membuat pemilik akunnya mendadak didaulat untuk mengulas buku. Tidak malu untuk menulis puisi esai dan menerima penobatan seorang Denny JA sebagai tokoh sastrawan yang berpengaruh di zaman nowpun dapat menghadirkan dirinya sebagai pengulas buku. Tetapi, didaulat menjadi pengulas buku ini di dalam agenda ini, bagi saya pribadi boleh dibilang ISTIMEWA sekali.

     Lalu, ada apa dengan buku ini dan agenda ini?

Buku ini, buku yang didaulat untuk saya ulas adalah sebuah buku karya Andy Sri Wahyudi, kelahiran Mijen, Minggiran, Mantrijeron, Yogyakarta. Dalam buku ini terdapat tiga naskah repertoar teater berbahasa Jawa. Maka menjadi tinemu nalar ketika buku ini kemudian meraih Penghargaan Sastra Balai Bahasa Yogyakarta 2017 kategori Karya Sastra Jawa Terbaik. Menjadi pengulas buku ini tentu saja sangat istimewa, mengingat pacekliknya naskah-naskah pertunjukkan teater belakangan ini, terutama yang menggunakan bahasa Jawa sebagai medianya. 

Apalagi ketika mengetahui, betapa seorang Barbara Hatley pun sudi menulis Pengantar dan Ikun Sri Kuncoro menulis Penutup buku ini. Belum lagi sederet nama-nama besar dalam jagad teater, sastra, maupun peta kesenian Yogyakarta seperti Joned Suryatmoko, Ahmad Jalidu, Gunawan Maryanto, dll yang menulis endorsement buku ini. Begitu istimewanya buku ini, hingga saya menuliskan judulnya pun harus di akhir paragraf ini; "Mak, Ana Asu Mlebu nGomah!" (Ibu, Ada Anjing Masuk ke Dalam Rumah, terjemahan).

Sedang agenda ini sendiri tak kalah istimewanya. Tersebutlah seorang Andhi Setya Wibowo (Cak Kephix), jebolan Universitas Muhammadiyah Malang yang kini bergiat di Komunitas Suket Indonesia, di usianya yang menginjak kepala empat mendapatkan hidayah untuk menciptakan forum diskusi sastra. Hingga kemudian CEO Waroeng Boenga Ketjil ini pun menggelar agenda periodik bertajuk "SelaSastra", sebuah agenda bulanan yang senantiasa dilaksanakan pada hari Selasa, kecuali jika ada pemadaman listrik, banjir, maupun penthil muser(angin puting beliung). 

Agenda SelaSastra edisi ke-26 (06-03-2018) inilah yang menempatkan buku di atas sebagai objek telaahnya. Karena buku yang ditelaah bersama menggunakan media bahasa Jawa, maka ada keharusan bagi pengulas, narasumber, moderator, maupun peserta diskusi untuk mempergunakan bahasa Jawa dalam komunikasi lisannya. Sebagai pengulas, saya juga diwajibkan untuk menulis makalah dengan mempergunakan bahasa Jawa.

     Bagaimana? Istimewa bukan?

Sejarah yang Membayangi dan yang Dibuat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun