Mohon tunggu...
anjani atmaja
anjani atmaja Mohon Tunggu... Mahasiswi

just a girl with Thai tea addict

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

BIO-BETON REVOLUSIONER : Strategi Self-Healing Concrete Berbasis Mikroba Untuk Konstruksi Sipil Yang Berkelanjutan

13 Oktober 2025   00:10 Diperbarui: 13 Oktober 2025   10:47 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Self-Healing Concrete 

Abstrak : Sektor konstruksi teknik sipil menghadapi tantangan signifikan dalam mempertahankan ketahanan infrastruktur karena keretakan beton dan biaya pemeliharaan yang meningkat. Ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kondisi lingkungan yang ekstrem, kualitas material, hingga praktik konstruksi yang tidak tepat. Artikel ini mengkaji pengembangan bio-concrete sebagai metode beton yang dapat memperbaiki diri sendiri berbasis mikroba untuk mendorong konstruksi yang lebih ramah lingkungan. Dengan memasukkan mikroorganisme seperti bakteri pembentuk spora (misalnya Bacillus subtilis atau Sporosarcina pasteurii) ke dalam komposisi beton, material ini memiliki kemampuan untuk memperbaiki retakan secara mandiri melalui mekanisme biomineralisasi, di mana mikroba menghasilkan kalsium karbonat (CaCO₃) saat terpapar air dan oksigen. Metode ini melibatkan pengemasan mikroba sebagai bentuk perlindungan pada tahap awal, dengan dosis ideal 10⁵-10⁸ sel per mililiter, disertai nutrisi seperti kalsium laktat.

Berdasarkan analisis berbagai literatur penelitian, bio-beton mampu memperbaiki retakan hingga lebar 0,8 mm dalam waktu 14-56 hari, meningkatkan kekuatan tekan sebesar 20-30%, dan mengurangi permeabilitas air hingga 50%. Proses penyembuhan diri ini memanfaatkan bakteri (terutama dari genus Bacillus) yang dapat memicu presipitasi kalsium karbonat (CaCO₃) untuk menutup retakan secara mandiri. Meskipun memiliki potensi besar, tantangan seperti biaya produksi dan regulasi standar nasional harus diatasi melalui penelitian kolaboratif.

Kata kunci: bio-beton, self-healing concrete, mikroba, biomineralisasi, konstruksi berkelanjutan

PENDAHULUAN

Saat ini, seiring dengan semakin mendesaknya isu-isu lingkungan, sektor konstruksi sipil menghadapi tekanan yang kuat untuk menggunakan bahan bangunan yang lebih ramah lingkungan dan tahan lama. Beton, sebagai komponen utama dalam sistem infrastruktur modern, rentan terhadap retak akibat faktor-faktor seperti beban ekstrem, fluktuasi suhu, atau paparan bahan kimia. Retak-retak ini tidak hanya memperpendek umur pakai bangunan tetapi juga meningkatkan biaya perawatan dan dampak lingkungan akibat produksi semen baru yang membutuhkan energi tinggi. Di sinilah ide bio-beton muncul sebagai terobosan inovatif, terutama melalui pendekatan beton yang dapat memperbaiki diri secara mikroba. Metode ini memaksimalkan potensi alami mikroorganisme untuk secara otomatis memperbaiki retakan, sehingga mendukung konstruksi sipil yang berkelanjutan.

Bio-beton, atau beton yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri, telah menjadi fokus penelitian mendalam selama sepuluh tahun terakhir. Konsep dasarnya terletak pada penambahan bakteri atau mikroba lain ke dalam formulasi beton, yang diaktifkan ketika terpapar air dan oksigen melalui retakan. Mekanisme ini menghasilkan pengisi organik alami yang menutup lubang, sehingga meningkatkan kekuatan struktural tanpa intervensi manusia. Metode ini tidak hanya mengurangi emisi karbon dari proses produksi beton tradisional, tetapi juga mengurangi limbah dari aktivitas konstruksi. Artikel ini akan menjelaskan prinsip-prinsip beton biologis, aplikasinya, dan prospeknya di bidang konstruksi sipil di Indonesia, dengan merujuk pada hasil berbagai studi terbaru.

TINJAUAN LITERATUR

Studi awal tentang beton yang dapat memperbaiki diri sendiri berdasarkan mikroba dapat ditelusuri kembali ke karya pionir di bidang bahan bangunan. Salah satu metode penting melibatkan penggunaan bakteri pembentuk spora seperti Bacillus subtilis atau Bacillus pseudofirmus, yang mampu bertahan hidup dalam lingkungan alkali tinggi semen. Ketika retakan terbentuk dan air merembes masuk, spora bakteri akan tumbuh, memetabolisme nutrisi seperti laktat kalsium, dan menghasilkan karbonat kalsium (CaCO₃) yang mengisi retakan. Temuan ini mirip dengan mekanisme biomineralisasi alami di lingkungan, di mana mikroba membentuk lapisan penghalang di permukaan batu.

Dalam sebuah studi yang mengeksplorasi aplikasi bakteri untuk pengembangan beton, para peneliti menemukan bahwa penambahan mikroba dapat meningkatkan ketahanan terhadap permeabilitas air hingga 50% setelah siklus pemulihan. Metode ini menyoroti pentingnya memilih strain bakteri yang tahan terhadap kondisi beton, serta menyediakan nutrisi yang sesuai untuk memicu reaksi kimia. Hasil ini menunjukkan bahwa bio-beton tidak hanya memperpanjang umur struktur, tetapi juga meminimalkan kebutuhan akan perbaikan konvensional yang umumnya menggunakan bahan kimia beracun.

Studi lain membahas mekanisme penyembuhan melalui enkapsulasi bakteri dalam kapsul mikro, yang melindungi mikroorganisme dari kondisi awal pencampuran beton. Saat retakan mencapai kapsul, pecahannya membebaskan bakteri untuk beraktivitas. Penelitian ini mengungkapkan bahwa lebar retakan hingga 0,8 mm dapat disembuhkan sepenuhnya dalam waktu 28 hari, dengan peningkatan kekuatan tekan sebesar 20-30% dibandingkan beton biasa. Aspek lingkungan juga menjadi sorotan, di mana penggunaan bakteri menggantikan aditif kimia sintetis, sehingga menurunkan jejak karbon dari siklus hidup material.

Selain itu, penelitian tentang kuantifikasi proses penyembuhan retakan pada beton berbasis bakteri baru menyoroti peran mikroba dalam membentuk jaringan kristal yang padat. Analisis mikroskop menunjukkan bahwa zat pengisi yang dihasilkan memiliki ikatan kimia yang kuat dengan matriks semen, memastikan restorasi fungsi struktural. Pendekatan ini juga dieksplorasi dalam konteks rekayasa, di mana self-healing diintegrasikan dengan aspek desain untuk aplikasi seperti jembatan atau gedung tinggi, di mana akses perawatan sulit.

Di Indonesia, di mana infrastruktur sipil seperti jalan tol dan bendungan sering terpapar iklim tropis yang lembab, bio-beton menawarkan solusi adaptif. Penelitian lokal mulai mengadopsi strategi ini, dengan fokus pada strain mikroba endemik yang lebih sesuai dengan kondisi lokal, meskipun masih dalam tahap eksperimental.

STRATEGI IMPLEMENTASI SELF-HEALING CONCRETE BERBASIS MIKROBA

Untuk mewujudkan bio-beton dalam praktik, strategi utama melibatkan tiga tahap: pemilihan mikroba, integrasi ke campuran beton, dan pengujian kinerja. Pertama, pemilihan mikroba harus mempertimbangkan ketahanan terhadap pH tinggi (sekitar 12-13) dan kemampuan produksi biomineral. Bakteri seperti Sporosarcina pasteurii sering dipilih karena efisiensinya dalam menginduksi presipitasi kalsium karbonat melalui ureolisis, di mana urea dihidrolisis menjadi amonia dan karbon dioksida, yang bereaksi dengan ion kalsium untuk membentuk CaCO3.

Integrasi mikroba dapat dilakukan melalui metode langsung (menambahkan spora ke campuran) atau tidak langsung (enkapsulasi dalam silika gel atau polimer biodegradable). Metode enkapsulasi lebih disukai karena melindungi bakteri dari panas hidrasi semen selama pengerasan awal. Dosis tipikal adalah 10^5 hingga 10^8 sel per mililiter campuran, disertai nutrisi seperti laktat atau urea sebanyak 5-10persen dari berat semen. Proses pencampuran harus dilakukan di laboratorium terkendali untuk menghindari kontaminasi.

Pengujian kinerja mencakup uji mekanik (kekuatan tekan dan lentur), permeabilitas, dan mikrostruktur menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy). Dalam simulasi lapangan, sampel bio-beton dibiarkan retak secara buatan, kemudian dipaparkan pada siklus basah-kering untuk mengaktifkan penyembuhan. Hasil awal menunjukkan bahwa strategi ini efektif untuk retakan kecil (kurang dari 0,5 mm), dengan waktu penyembuhan optimal 14-56 hari tergantung pada lingkungan.

Tantangan utama termasuk biaya produksi mikroba dan skalabilitas untuk proyek besar. Namun, dengan kemajuan bioteknologi, harga dapat ditekan melalui kultur massal. Di sisi lain, manfaat jangka panjang seperti penghematan biaya perawatan (hingga 30% lebih rendah) membuatnya layak untuk infrastruktur berkelanjutan.

DISKUSI DAN POTENSI APLIKASI

Strategi self-healing berbasis mikroba merevolusi paradigma konstruksi sipil dengan menggabungkan biologi dan material science. Berbeda dari metode kimia tradisional yang bergantung pada polimer atau kapsul epoksi, pendekatan ini lebih ekologis karena mikroba berasal dari sumber alami dan menghasilkan pengisi yang biodegradable. Dalam konteks keberlanjutan, bio-beton mendukung target Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, khususnya SDG 9 (infrastruktur tangguh) dan SDG 11 (kota berkelanjutan), dengan mengurangi emisi CO2 dari industri semen yang menyumbang 8% emisi global.

Di Indonesia, aplikasi potensial mencakup proyek seperti reklamasi pantai di Jakarta atau jembatan di daerah rawan gempa. Penelitian menunjukkan bahwa bio-beton dapat meningkatkan ketahanan terhadap korosi di lingkungan garam laut, yang relevan untuk infrastruktur pesisir. Namun, regulasi standar nasional seperti SNI untuk beton perlu diperbarui untuk mengakomodasi material inovatif ini, termasuk uji toksisitas mikroba untuk memastikan keamanan.

Meskipun menjanjikan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi keterbatasan seperti efisiensi penyembuhan pada retakan besar atau suhu ekstrem. Kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah akan mempercepat adopsi, mungkin melalui pilot project di universitas teknik sipil.

KESIMPULAN

Bio beton berbasis mikroba mewakili terobosan dalam konstruksi sipil berkelanjutan, dengan strategi penyembuhan diri yang mampu memperbaiki retakan secara otomatis dan mengurangi dampak lingkungan. Melalui pemahaman mendalam tentang mekanisme biomineralisasi dan integrasi teknologi enkapsulasi, material ini dapat memperpanjang umur infrastruktur sambil meminimalkan biaya dan limbah. Di tengah urgensi perubahan iklim, adopsi bio-concrete bukan hanya inovasi teknis tetapi juga komitmen etis terhadap generasi mendatang. Penelitian yang sedang berlangsung akan memastikan potensi penuhnya terwujud, menjadikan konstruksi Indonesia lebih tangguh dan ramah lingkungan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun