Untuk mewujudkan bio-beton dalam praktik, strategi utama melibatkan tiga tahap: pemilihan mikroba, integrasi ke campuran beton, dan pengujian kinerja. Pertama, pemilihan mikroba harus mempertimbangkan ketahanan terhadap pH tinggi (sekitar 12-13) dan kemampuan produksi biomineral. Bakteri seperti Sporosarcina pasteurii sering dipilih karena efisiensinya dalam menginduksi presipitasi kalsium karbonat melalui ureolisis, di mana urea dihidrolisis menjadi amonia dan karbon dioksida, yang bereaksi dengan ion kalsium untuk membentuk CaCO3.
Integrasi mikroba dapat dilakukan melalui metode langsung (menambahkan spora ke campuran) atau tidak langsung (enkapsulasi dalam silika gel atau polimer biodegradable). Metode enkapsulasi lebih disukai karena melindungi bakteri dari panas hidrasi semen selama pengerasan awal. Dosis tipikal adalah 10^5 hingga 10^8 sel per mililiter campuran, disertai nutrisi seperti laktat atau urea sebanyak 5-10persen dari berat semen. Proses pencampuran harus dilakukan di laboratorium terkendali untuk menghindari kontaminasi.
Pengujian kinerja mencakup uji mekanik (kekuatan tekan dan lentur), permeabilitas, dan mikrostruktur menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy). Dalam simulasi lapangan, sampel bio-beton dibiarkan retak secara buatan, kemudian dipaparkan pada siklus basah-kering untuk mengaktifkan penyembuhan. Hasil awal menunjukkan bahwa strategi ini efektif untuk retakan kecil (kurang dari 0,5 mm), dengan waktu penyembuhan optimal 14-56 hari tergantung pada lingkungan.
Tantangan utama termasuk biaya produksi mikroba dan skalabilitas untuk proyek besar. Namun, dengan kemajuan bioteknologi, harga dapat ditekan melalui kultur massal. Di sisi lain, manfaat jangka panjang seperti penghematan biaya perawatan (hingga 30% lebih rendah) membuatnya layak untuk infrastruktur berkelanjutan.
DISKUSI DAN POTENSI APLIKASI
Strategi self-healing berbasis mikroba merevolusi paradigma konstruksi sipil dengan menggabungkan biologi dan material science. Berbeda dari metode kimia tradisional yang bergantung pada polimer atau kapsul epoksi, pendekatan ini lebih ekologis karena mikroba berasal dari sumber alami dan menghasilkan pengisi yang biodegradable. Dalam konteks keberlanjutan, bio-beton mendukung target Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, khususnya SDG 9 (infrastruktur tangguh) dan SDG 11 (kota berkelanjutan), dengan mengurangi emisi CO2 dari industri semen yang menyumbang 8% emisi global.
Di Indonesia, aplikasi potensial mencakup proyek seperti reklamasi pantai di Jakarta atau jembatan di daerah rawan gempa. Penelitian menunjukkan bahwa bio-beton dapat meningkatkan ketahanan terhadap korosi di lingkungan garam laut, yang relevan untuk infrastruktur pesisir. Namun, regulasi standar nasional seperti SNI untuk beton perlu diperbarui untuk mengakomodasi material inovatif ini, termasuk uji toksisitas mikroba untuk memastikan keamanan.
Meskipun menjanjikan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi keterbatasan seperti efisiensi penyembuhan pada retakan besar atau suhu ekstrem. Kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah akan mempercepat adopsi, mungkin melalui pilot project di universitas teknik sipil.
KESIMPULAN
Bio beton berbasis mikroba mewakili terobosan dalam konstruksi sipil berkelanjutan, dengan strategi penyembuhan diri yang mampu memperbaiki retakan secara otomatis dan mengurangi dampak lingkungan. Melalui pemahaman mendalam tentang mekanisme biomineralisasi dan integrasi teknologi enkapsulasi, material ini dapat memperpanjang umur infrastruktur sambil meminimalkan biaya dan limbah. Di tengah urgensi perubahan iklim, adopsi bio-concrete bukan hanya inovasi teknis tetapi juga komitmen etis terhadap generasi mendatang. Penelitian yang sedang berlangsung akan memastikan potensi penuhnya terwujud, menjadikan konstruksi Indonesia lebih tangguh dan ramah lingkungan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI