Oleh Veeramalla Anjaiah
Selama lebih dari dua dekade, Khyber Pakhtunkhwa (KP) telah menjadi provinsi garda terdepan dalam perang melawan terorisme. Kerugian manusia yang ditimbulkan sangat besar, ribuan nyawa melayang, mata pencaharian hancur dan seluruh masyarakat mengalami trauma. Kerugian finansial juga tidak kalah parah, dengan sumber daya provinsi terus-menerus dialihkan untuk keamanan dan rekonstruksi, lapor surat kabar The Express Tribune.
Akhir-akhir ini, meningkatnya insiden terorisme dan pemerasan telah mulai membahayakan keselamatan publik di KP. Di sana, dengan latar belakang kurangnya sumber daya kepolisian, penculikan untuk meminta tebusan, serangan terhadap kendaraan bank, penculikan staf lembaga pemerintah dan swasta, penyergapan terhadap kendaraan organisasi bantuan internasional dan pembunuhan tertarget terhadap pejabat polisi telah menjadi hal yang biasa.
Menurut data yang diterima The Express Tribune, 337 petugas dan warga sipil tewas sementara 616 lainnya terluka dalam serangan teroris di KP selama tahun 2024. Pada tahun yang sama, 98 kasus pemerasan juga dilaporkan.
Menariknya, situasi hukum dan ketertiban terburuk terjadi di Dera Ismail Khan, yang juga merupakan daerah asal Kepala Menteri dan Gubernur.
Namun, seiring KP berupaya mencapai perdamaian, perang lain yang lebih tenang mulai terbentuk, perang yang tidak dapat dilawan dengan senjata atau operasi militer. Ini adalah perang melawan perubahan iklim, dan provinsi ini kini berada di garis depan kedua konflik tersebut secara bersamaan.
Perubahan iklim bukan lagi sekadar konsep yang diperdebatkan di ruang konferensi dan seminar internasional. Perubahan iklim kini telah menjadi kenyataan hidup bagi jutaan orang di Pakistan.
Pada tanggal 15 Agustus, hanya beberapa hari yang lalu, KP menghadapi salah satu bencana cuaca yang paling mematikan, dengan lebih dari 279 kematian dilaporkan di seluruh provinsi akibat hujan lebat, hujan deras, banjir bandang dan petir. Buner memiliki jumlah korban tertinggi dengan 181 kematian, diikuti oleh Shangla, Swat, Bajaur, Mansehra dan Battagram. Seluruh keluarga tewas, puluhan orang masih hilang, dan lebih dari 50 rumah hancur atau rusak. Sekolah, jembatan, hotel, kendaraan dan ternak-ternak hancur, sementara jalan-jalan utama masih terblokir.
Hanya beberapa minggu sebelum bencana saat ini, KP mengalami banjir bandang dan tanah longsor yang parah, menewaskan sedikitnya 29 orang dan menyebabkan puluhan orang terluka.