Berbicara di konferensi tersebut, Hasan menambahkan bahwa minyak sawit tetap vital bagi perekonomian Indonesia.
"Melalui sertifikasi ISPO [Indonesian Sustainable Palm Oil], langkah-langkah konservasi hutan dan produksi yang bertanggung jawab, kami bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan dan tujuan iklim India. Meskipun tantangan seperti kepatuhan petani kecil masih ada, kemitraan ini akan mendorong inovasi dan kebijakan inklusif demi rantai pasokan yang tangguh."
Ketua IPOA Eddy Martono menyoroti hubungan perdagangan bilateral yang kuat antara kedua negara.
"Pada tahun 2024, perdagangan bilateral kita mencapai AS$26 miliar, termasuk $20,3 miliar ekspor dari Indonesia ke India dan $5,7 miliar impor dari India, yang menghasilkan surplus perdagangan sebesar $14,6 miliar yang menguntungkan Indonesia. Minyak sawit dan turunannya sendiri mencapai $4,4 miliar, yang menyoroti peran kuncinya dalam hubungan ekonomi kita," lapor PTI mengutip pernyataan Martono.
Secara global, minyak sawit menyumbang 39,5 persen dari produksi minyak nabati, dengan Indonesia menyumbang 58 persen dari ekspor global. Industri kelapa sawit Indonesia mencakup 16,38 juta hektar, 7,4 persen dari luas wilayah negara, dengan perusahaan swasta menguasai 52,3 persen, petani kecil 41,3 persen dan badan usaha milik negara 6,4 persen.
Perjanjian ini didukung oleh kerja sama yang berkelanjutan antara Kementerian Perdagangan dan Industri India dengan Kementerian Perdagangan Indonesia, yang melengkapi Misi Minyak Nabati Nasional India dan tujuan dekarbonisasi ekspor Indonesia.
Sebuah kelompok kerja bilateral akan mengawasi implementasi Nota Kesepahaman, memberikan laporan kemajuan tahunan dan mewakili posisi bersama di platform global.
Kemitraan ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan rantai pasok sekaligus memajukan tujuan keberlanjutan di sektor kelapa sawit.
India, Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 85 persen produksi minyak sawit global. Lebih dari 75 persen produksi diekspor ke pasar internasional, dengan India menjadi salah satu importir terbesar, diikuti oleh China dan Eropa.
Menurut situs Grand View Research, ukuran pasar minyak sawit global diperkirakan mencapai $72,84 miliar pada tahun 2024 dan diproyeksikan tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 5,3 persen dari tahun 2025 hingga 2030. Pasar ini didorong oleh permintaan yang tumbuh secara eksponensial dari sektor makanan, minuman, biofuel, energi, perawatan pribadi dan industri kosmetik.