Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah mengubah cara pemerintah dan masyarakat berinteraksi. Di berbagai negara, muncul konsep Smart City kota yang memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik dan kesejahteraan warga. Namun, Smart City bukan sekadar urusan digitalisasi. Esensi utamanya adalah bagaimana teknologi dapat menghubungkan manusia, memperkuat partisipasi, dan membangun kerja sama lintas sektor.
Di Indonesia, konsep Smart City berkembang pesat sejak pemerintah meluncurkan program "Gerakan 100 Smart City" pada 2017. Tujuannya sederhana: menjadikan teknologi sebagai alat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efisien, transparan, dan akuntabel. Namun, implementasinya di lapangan belum selalu berjalan mulus. Menurut sejumlah penelitian, tantangan utama terletak pada belum meratanya infrastruktur teknologi serta lemahnya integrasi data antarinstansi. Akibatnya, banyak daerah belum mampu memanfaatkan teknologi secara optimal untuk pelayanan publik.
Dalam konteks nasional, Surabaya menjadi salah satu kota yang berhasil mengimplementasikan konsep Smart City secara berkelanjutan. Pemerintah Kota Surabaya tidak hanya membangun sistem digital, tetapi juga memastikan bahwa teknologi menjadi sarana memperkuat transparansi dan partisipasi warga. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, dan media menjadi kunci utama. Pemerintah berperan sebagai pengarah kebijakan, sektor swasta menyediakan infrastruktur digital, akademisi berkontribusi lewat riset dan inovasi, sementara komunitas dan media berfungsi sebagai jembatan komunikasi publik.
Keberhasilan Surabaya juga tidak lepas dari penerapan prinsip good governance tata kelola yang transparan, akuntabel, dan inklusif. Sejumlah inovasi seperti e-Government, Surabaya Single Window, dan aplikasi WargaKu menjadi contoh nyata. Melalui WargaKu, warga dapat menyampaikan aduan, memantau tindak lanjut, dan berinteraksi langsung dengan pemerintah kota. Dalam setahun terakhir, tingkat penyelesaian laporan warga mencapai sekitar 90 persen cerminan birokrasi yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Pemerintah Kota Surabaya juga membangun sistem kerja berbasis kontrak kinerja dengan sektor swasta, menekankan efisiensi tanpa mengabaikan nilai publik. Pendekatan ini sejalan dengan paradigma New Public Management, yang mendorong profesionalisme birokrasi sekaligus memastikan digitalisasi tidak bergeser menjadi kepentingan komersial semata. Teknologi menjadi sarana untuk memperkuat pelayanan publik, bukan menggantikan peran manusia.
Dari sisi tata kelola administrasi, Surabaya memiliki Command Center yang mengintegrasikan data lintas dinas. Sistem ini memungkinkan laporan warga ditindaklanjuti cepat dan terukur. Menariknya, pola kerja di Surabaya tidak lagi hierarkis, melainkan bersifat horizontal, dinas dan lembaga bekerja sejajar dalam jejaring kolaborasi yang saling mendukung.
Namun, tantangan tetap ada. Kesenjangan literasi digital masih menjadi masalah, terutama bagi kelompok rentan dan warga yang belum terbiasa dengan teknologi. Pemerintah perlu memperluas program literasi digital agar semua lapisan masyarakat dapat ikut menikmati manfaat Smart City. Selain itu, kesinambungan program juga penting dijaga agar tidak bergantung pada figur kepemimpinan tertentu, melainkan menjadi budaya birokrasi yang berkelanjutan.
Ke depan, ada beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan. Pertama, memperkuat literasi digital dan pemerataan infrastruktur. Kedua, menjaga keberlanjutan forum kolaboratif antaraktor melalui regulasi yang jelas dan evaluasi rutin. Ketiga, memperluas kebijakan open data agar warga lebih mudah mengakses informasi publik dan ikut mengawasi kinerja pemerintah. Terakhir, pemerintah pusat dapat menjadikan pengalaman Surabaya sebagai model bagi kota-kota lain dalam mengembangkan tata kelola digital yang berorientasi pada warga.
Penerapan Smart City Surabaya membuktikan bahwa kecerdasan kota tidak diukur dari banyaknya teknologi yang digunakan, tetapi dari kemampuan membangun jejaring kolaborasi yang hidup dan berkelanjutan. Teknologi hanyalah alat substansi utamanya tetap manusia dan hubungan sosial yang menghubungkan mereka. Melalui tata kelola yang transparan, partisipatif, dan kolaboratif, Surabaya menunjukkan wajah baru pelayanan publik Indonesia: efisien, terbuka, dan berkeadilan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI