Mohon tunggu...
Anita Godjali
Anita Godjali Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru dan ibu rumah tangga

Potensiku ada pada diriku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ahok Preman Baru Jakarta

16 Maret 2015   16:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:34 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Preman, istilah yang cukup akrab di telinga kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita, istilah preman ini tertuju pada orang yang sering mengedepankan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain seorang preman tidak mengenal kompromi ketika dirinya atau wilayahnya terancam atau terusik. Ia akan menjadi orang yang bebas membuat keputusan dan melakukan tindakan tanpa mempedulikan orang lain. Mereka akan berlaku sekehendak hati tanpa memperhatikan aturan.

Seiring perkembangan zaman, akhirnya orang memaknai preman ini dari kata free man. Free man diartikan sebagai orang bebas atau manusia yang bebas dari segala aturan yang berlaku dalam masyarakat. Preman ini cenderung menciptakan keresahan bagi lingkungannya. Di samping itu preman selalu menentukan wilayah kekuasaanya. Ia akan menguasai wilayahnya secara penuh dan total. Tak seorang pun akan dibiarkan melanggar wilayah kekuasaannya. Seorang preman akan berani mati untuk mempertahankan wilayahnya agar tidak terusik oleh pihak lain. Ia tak akan mengizinkan pihak lain mencari keuntungan dari wilayah kekuasaannya.

Akan tetapi dalam sumber yang berbeda, ada yang mengatakan bahwa kata free mantersebut berasal dari bahasa Belanda yaitu vrij man. Istilah ini konon ditujukan pada sekelompok masyarakat yang hidup di suatu daerah yang menolak bentuk penjajahan. Katavrij manini memiliki makna yang sama dengan freier mann dalam bahasa Jerman. Istilahfrieier mann ini juga sering disamakan maknanya dengan free man. Namun demikian, dalam terjemahan bebas lainnya ada yang mengatakan bahwa freier mann ini justru bermakna warga kehormatan.

Nah, dengan berbagai definisi di atas semakin jelas di manakah kita bisa memosisikan seorang warga negara. Kita bisa memilih dan memilah untuk menentukan seseorang ini masuk kategori preman manusia yang bebas tanpa aturan atau preman yang dikategorikan warga kehormatan.

Berdasarkan definisi preman ini cukup menggelitik saya untuk mengomentari peristiwa yang terjadi di masyarakat kita. Gonjang-ganjing perseteruan antara Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok dengan para wakil rakyat DKI yang tergabung dalam DPRD DKI. Dalam perseteruan ini, beberapa pihak mengklaim bahwa anggota dewan yang terhormat ini telah terzolimi. Tindakan Ahok sapaan akrab Gubernur DKI yang kian arogan. Sebagai seorang pemimpin seharusnya ia memberikan teladan yang baik. Hendaknya ia santun dalam bertutur kata.

Akan tetapi apa yang terjadi? Ahok dengan marah menuding-nuding pejabat pemerintah di depan umum. Ahok menggunakan kata-kata yang kasar dan bernada keras dalam menghardik orang yang tidak benar menurutnya. Ahok tidak menghiraukan alasan anggota Dewan yang mencoba mengemukakan alasan. Alhasil julukan seperti seorang preman yang urakan tertuju untuk Ahok. Ia tidak segan untuk memarahi pejabat di depan umum. Seperti yang terjadi dengan Wali Kota Jakarta Barat, Bapak Anas Effendi. Beliau ditunjuk-tunjuk agar mau berbicara tentang sebuah kasus yang sedang hangat dan menjadi topik pertemuan. Tindakan Ahok ini menyulut amarah para anggota dewan yang terhormat tentunya.

Kemarahan anggota dewan pun tidak kalah seru. Dalam sekejap anggota Dewan yang terhormat telah mengusung “kebun binatang“ dan penghuni pet shop untuk ikut memasuki ruang mediasi di Kementerian Dalam Negeri. Tindakan Anggota Dewan yang memboyong penghuni pet shop ke gedung kementerian ini pun dianggap wajar. Semua itu dipandang sah-sah saja karena tindakan Ahok yang sudah mencederai perasaan para anggota dewan yang terhormat. Umpatan yang terlontar itu pun wajar karena bentuk kekesalan terhadap tindakan Ahok.

Anggota Dewan memandang Ahok tidak memikirkan betapa rasa malu yang akan mereka alami jika segala tuduhan yang dilayangkannya nantinya terbukti. Ahok tidak mempertimbangkan perasaan keluarga anggota dewan jika tuduhannya benar. Bahkan dalam sebuat wawancara dengan wartawan ada anggota dewan yang menyatakan anaknya akan berhenti kuliah jika ayahnya terbukti korupsi. Hal semacam ini telah luput dari pikiran Ahok. Sebagai seorang preman, Ahok hanya memikirkan kelompok dan pendukungnya.

Kita bisa membayangkan, bahwa ulah Ahok ini memang cukup mengkhawatirkan. Ia membuat kehidupan anggota dewan yang selama bertahun-tahun hidup tenang dan tenteram harus terusik. Selama ini tak ada orang yang berani dengan sembarangan membongkar atau berbicara apa yang terjadi. Selama ini masyarakat merasa tabu dan tidak elok jika harus membicarakan masalah manipulasi.. Namun, kini Ahok dengan lantang berteriak. Tindakan Ahok ini kini telah meresahkan. Memang ungkapan tentang Ahok sebagai preman ini sangat layak. Seorang preman selalu menciptakan keresahan. Begitu pula keresahan pun kini sedang menyelimuti sebagian anggota dewan akibat ulah Ahok.

Ahok kini sungguh-sungguh menguasai kota Jakarta. Ahok dengan kegarangannya tak ingin ada pihak yang mencari keuntungan dari wilayahnya. Ahok ingin menjadi penguasa sejati yang tak terganggu oleh siapa pun. Kini Ahok terlihat sangat galak menjaga wilayahnya dan melindungi anggota kelompoknya yang tergabung sebagai warga Kota Jakarta. Tindakan Ahok yang kian brutal dan bebas membentak siapa pun yang akan mengusik wilayahnya.

Namun, semua ini tak lain demi rakyat Jakarta yang dipimpinnya. Ahok berulang kali mengatakan rela mati demi kebenaran dalam usaha memperjuangkan nasib rakyat Jakarta yang telah memilihnya. Ahok kini menjadi Preman Baru Jakarta. Ahok sungguh-sungguh seorang preman yang freier mann yang bermakna warga kehormatan.Ahok sebenarnya warga Indonesia yang perlu mendapat kehormatan atau penghargaan karena memperjuangkan orang yang kecil, lemah dan tertindas dalam arti sebenarnya. Kini Ahok memang preman baru Jakarta yang sejati. SalamAST

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun