Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu daerah yang ada di Provinsi Jawa Timur Indonesia. Daerah ini merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah dan merupakan salah satu daerah bagian utara dari Provinsi Jawa Timur. Jarak antara Kabupaten Bojonegoro dengan Surabaya kurang lebih 110 km atau dua jam perjalanan darat. Sebagian besar penduduk Bojonegoro menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian.
Bojonegoro yang merupakan salah satu daerah yang merupakan daerah perbukitan, menjadikan Bojonegoro sebagai salah satu daerah yang sukses dalam bidang kehutanan dan pertanian. Terbukti dengan 40 persen wilayah Bojonegoro merupakan kawasan hutan jati yang dikuasai oleh negara melalui Perhutani. Disamping itu Bojonegoro merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi SDA berupa minyak bumi yang melimpah. Kondisi tersebutlah yang menjadikan Bojonegoro saat ini menjadi daerah eksplorasi dan eksploitasi migas.
" Memahami Sejarah Tradisi Pleretan dan Makanan Tradisional Ledre "
1. Tradisi Pleretan
Tradisi pleretan merupakan wujud syukur terhadap Allah SWT atas berkahnya para
petani padi dapat panen dengan hasil yang baik serta harapan para petani
supayaterhindar dari segala jenis penyakit tanaman hingga panen nanti.
Tradisi ini sudah berlangsung secara turun temurun sejak nenek moyang terdahulu,
bertepatan ketika padi mulai berisi. Kata pleretan berasal dari “Pleret” yang
merupakan sejenis makanan tradisional yang terbuat dari bahan dasar ketan dan diolah menjadi berbagai bentuk serta warna.
Sementara itu syukuran pleretan dipimpin oleh pemuka agama. Usai dibacakan doa,
masyarakat biasanya memakan secukupnya panganan pleret yang dibawanya.
Mereka percaya syukuran pleretan ini akan memberikan kebaikan tersendiri dan menjadikan hasil panen padi melimpah.
2. Kuliner Ledre
Ledre merupakan salah satu makanan tradisional yang berasal dari Bojonegoro, Jawa Timur.
Ledre ditemukan pertama kali pada 1943 saat peralihan Belanda ke Jepang.
Pada masa itu, masyarakat memanfaatkan tanaman untuk mengisi perut.
Salah satunya Mak Min Tjie, wanita keturunan Tionghoa itu mengolah makanan dari tepung beras,
yang kemudian dicampur dengan gaplek yang telah diencerkan.Campuran tersebut lalu dicetak menggunakan tembaga besar.
Cara membuat makanan ini disebut dengan istilah edre-edre. Dalam bahasa Indonesia, artinya diorak-arik.
Hingga akhirnya jajanan ini dikenal dengan sebutan ledre.
Memahami potensi tradisi Pleretan dan kuliner Tradisional Ledre
Tradisi pleretan merupakan suatu makna keterikatan pada masa lampau sampai masa
kini, namun dapat mewujudkan sebuah pengetahuan dalam bentuk praktik untuk masyarakat agar menumbuhkan rasa kemanusiaan. Tradisi pleretan dan kuliner ledre memiliki daya tarik unik, sehingga dapat meningkatkan kunjungan pariwisata lokal untuk menarik wisatawan dengan pengalaman budaya autentik. Pembangunan ekonomi lokal yang dilakukan untuk mempromosikan dan mengembangkan kuliner tradisional ledre, memberikan peluang bisnis bagi penduduk setempat, seperti restoran, warung, atau usaha makanan khas daerah setempat.
Pada pelestarian budaya yakni untuk menjaga tradisi pleretan dan kuliner ledre agar dapat membantu pelestarian warisan budaya dan identitas lokal. Adapun untuk mewariskan nilai-nilai budaya. Adapun pengembangan acara khusus untuk mengadakan festival yang mengamati tradisi pleretan dan kuliner ledre sehingga pengunjung dapat mempromosikan keberagaman budaya. Terakhir, pengembangan produk pariwisata untuk memanfaatkan potensi tradisi agar dapat menghasilkan produk wisata, seperti workshop pembuatan makanan tradisional atau tur budaya, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan tambahan.
Memahami tata cara atau proses tradisi Pleretan
Kegiatan tradisi Pleretan yang dilakukan oleh masyarakat setempat pada umumnya memiliki tata cara melakukan tradisi ini.
Pertama, diselenggarakan acara syukuran yang dipimpin oleh pemuka agama.
Selanjutnya, setiap warga yang datang harus membawa masing-masing nampan yang berisikan Pleret dan makanan lain.
Pleret merupakan sejenis makanan khas tradisional yang berbahan dasar ketan,
pertama-tama ketan digiling dijadikan tepung dan diolah sedemikian rupa, sehingga
menghasilkan bermacam-macam, mulai dari warna, bentuknya beragam seperti daun, ulat,
begitu juga pembuatannya juga dari pelepah pisang. Ketiga, Setelah dibacakan do'a warga
yang ikut hadir dalam acara memakan sedikit nampan yang berisi pleret dan sisanya akan
dibawa pulang kerumah mereka masing-masing, harapannya mendapatkan berkahdan melimpah.
Setelahnya, makanan Pleret tadi bisa dihancurkan dan ditaburi di sekeliling sawah.
Bahan, Teknik Memasak, dan Makna Simbolis Tiap Hidangan Tradisional Ledre
Bahan bahan untuk pembuatan kuliner ledre yaitu :
- Kelapa parut, gula merah, tepung ketan, daun pisang untuk membungkus, lalu dikasih sedikit garam agar tidak hambar.
- Tepung ketan.
Teknik pembuatan kuliner ledre yaitu :
- Masukkan kelapa parut dan gula merah, lalu tambahkan sedikit garam ke dalam panci, lalu
- Aduk rata hingga semua bahan tercampur rata
- Ambilah sejumlah adonan kelapa parut dan gula merah untuk membentuk sebuah bulatan khas kuliner ledre
- Bungkuslah adonan tepung ketan yang sudah direbus, hingga membentuk suatu bulatan
- Kukus ledre selama kurang lebih 30-40 menit
- Angkatlah ledre dari dalam kukusan panci
- Dinginkan sejenak sebelum disajikan
- Hidangkan ledre dalam daun pisang
Makna simbolis memiliki sebuah kearifan lokal, yaitu :
- Kelapa parut dan gula merah : Simbol kekayaan dan kesuburan dalam kebudayaan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI