Mohon tunggu...
Juwita Anindya
Juwita Anindya Mohon Tunggu... -

love dancing, writing, travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lalu, Kini, dan Nanti

14 Oktober 2012   12:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:51 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu, Katya duduk sendiri di perpustakaan di kampusnya. Tak ada buku yang ia baca. Ia hanya duduk sendiri memandangi laptop kecilnya. Hanya satu halaman kosong. Ia terus menatap laptopnya sambil membayangkan cerita apa yang akan ia ketik. Sore itu hatinya memang sedang kosong. Tidak biasanya ia menyendiri, tapi kali itu memang berbeda. Katya merasakan sesuatu yang benar-benar mengganggu pikirannya.

Katya memang biasa menuliskan bermacam cerita. Ia senang menulis cerita pendek. Kebanyakan ceritanya berdasarkan pada imajinasi ditambah sedikit pengalamannya. Tapi itu sudah lama. Cukup lama ia terdiam tidak menulis. Sudah cukup lama ia tidak membuat cerita. Tapi sore itu, ia ingin sekali menuliskan sebuah cerita. Melalui sebuah cerita, Katya merasa hidupnya lebih berwarna, meskipun semua cerita yang ia karang hanyalah berdasarkan imajinasi.

“Ah, ngga ada ide.” Gumam Katya kesal sambil menutup laptopnya. Ia berjalan ke arah rak berisi novel-novel. Ia ingin mencari inspirasi. Tiba-tiba matanya berhenti pada sebuah buku yang tergeletak di meja, sebuah kumpulan puisi karya salah satu penyair terkenal. Katya langsung membuka buku itu, melihat-lihat isinya.

“Wah, puisinya bener-bener bagus!” ungkap Katya sambil membuka lembar demi lembar halaman buku itu. Tiba-tiba Katya menemukan sebuah kertas berisi tulisan. Katya membaca tulisan tersebut.

Kangen

Seharusnya aku tidak menulis apapun di kertas ini

Biarkan kertas ini selalu kosong tanpa isi

Supaya kamu tahu

Tanpa kamu di sini

Hatiku kosong tanpa isi

“Siapa yang taruh puisi ini di sini? Ini karya siapa? Bagus juga.” Kata Katya sambil mengambil kertas itu. Katya langsung kembali ke tempat duduknya. Mencoba mencari lewat internet, siapa penulis puisi itu. Hasilnya nihil. Katya penasaran, tapi ia tidak tahu bagaimana cara mencari tahu penulis puisi itu. Ia memutuskan untuk menyimpan kertas itu.

Keesokan harinya, Katya kembali ke perpustakaan. Ia duduk di tempat kemarin ia duduk. Ia tak membaca buku. Ia berniat membuat sebuah cerita pendek. Sepertinya ia akan membuat cerita yang cukup menyedihkan. Suasana hati memang dapat mempengaruhi hasil cerita Katya. Katya teringat satu hal yang membuatnya sedih. Masa lalu.

“Sayang, kamu belum percaya sama aku? Kita kan pacaran udah cukup lama.”

“Ngga, Do. Aku ngga akan melakukan ini sebelum kita resmi menikah. Maafin aku.” Dengan cepat Katya langsung memakai kembali pakaiannya dan bergegas pergi.

“Kamu mau kemana? Sekali ini saja, sayang. Aku janji akan setia.” Lelaki bernama Edo langsung memeluk Katya. Menghalanginya pergi.

“Aku ngga mau, Do.” Katya langsung melepaskan tangan Edo dengan kasar, lalu menampar lelaki itu. “Aku mau kita putus.”

“Putus? Ngga mau. Aku sayang banget sama kamu dan aku ngga mau kita putus.”

“Aku ngga peduli! Aku jijik sama perbuatan kamu kali ini!” Katya mendorong Edo sekuat-kuatnya lalu pergi.

“Kat, maafin aku.” Edo berusaha mengejarnya.

“Ah!” Katya tersadar. Ia berhenti membayangkan kenangan pahit dengan lelaki bernama Edo. Hati Katya masih sakit jika mengenang lelaki itu. Apalagi setelah ia melihat Edo sedang asyik bermesraan dengan wanita baru yang Katya tidak tahu siapa namanya. Edo terlihat sangat bahagia. Katya merasa Edo sudah benar-benar melupakannya. Katya kecewa.

Tiba-tiba ada seseorang duduk di sebelah Katya. Seorang lelaki yang sedang membuka buku kumpulan puisi. Lelaki itu seperti sedang mencari sesuatu. Katya teringat kertas yang ia temukan di dalam buku itu kemarin.

“Sorry, lo nyari ini bukan?” tanya Katya sambil menunjukkan kertas bertuliskan puisi berjudul Kangen.

“Iya.” Lelaki itu menyahut singkat sambil mengambil kertas di tangan Katya. Ia segera berdiri.

“Maaf, kemaren gue ngga sengaja lihat kertas itu, pas gue baca ternyata bagus juga. Itu puisi lo ya?”

Lelaki itu menunduk sambil sedikit mengangguk. Ia terlihat malu. Ia bergegas mengembalikan buku puisi itu ke tempatnya lalu pergi meninggalkan Katya yang masih melihat ke arah lelaki itu.

“Sombong amat!” gumam Katya sedikit kesal.

*

Sore itu hujan deras sekali. Katya bergegas lari ke mobilnya dan segera pulang tanpa mampir ke perpustakaan terlebih dahulu. Di tengah perjalanan, Katya melihat seseorang yang sepertinya ia kenal sedang duduk sendiri di halte. Ia menghentikan mobilnya dan melihat siapa lelaki itu. Ternyata dia lelaki penulis puisi yang beberapa waktu lalu bertemu di perpustakaan. Katya melihat lelaki itu sedang membaca sesuatu. Wajahnya seperti kebingungan sambil memandangi sesuatu di tangannya. Sebuah kertas. Apalagi kalau bukan kertas berisi puisi berjudul Kangen itu. Katya tidak menyapa lelaki itu, ia langsung mengemudikan mobilnya melanjutkan perjalanan. “Galau amat sih itu orang. Kayak ngga punya tujuan hidup. Mukanya lecek, duduk sendirian di halte, nunduk. Ya ampun, cinta bener-bener bisa bikin orang jadi gila ya!” gumam Katya sambil mengemudikan mobilnya.

*

“Sorry, di sini kosong kan?” tanya seorang lelaki pada Katya yang sedang asyik mengetik cerita pendeknya. Katya spontan menengok ke arah lelaki itu. “Kosong, kok.”

Lelaki itu terlihat ingin memulai percakapan dengan Katya. Ada sesuatu hal yang ingin ia ucapkan, tetapi Katya masih asyik mengetik. Lelaki itu sedikit bingung dan takut mengganggu Katya. Katya yang sedang asyik pun akhirnya sadar kalau lelaki di sampingnya sedang memperhatikannya. Katya melempar senyuman pada lelaki itu dan menyapanya.

“Hi!”

“Hi. Emm kayaknya lo setiap sore ke sini ya?” kata lelaki itu sedikit gugup.

“Hampir setiap sore. Kenapa?”

“Ya pas gue ke sini, selalu ada lo duduk di sini. Tapi gue ngga liat buku di meja lo.”

“Hahaha. Gue ngga baca buku. Gue kesini iseng aja ngetik-ngetik cerita.”

“Cerita apa? Novel ya?”

“Bukan, Cuma cerpen. Tapi ngga sebagus puisi lo.”

“Ah, soal puisi itu. Sebenernya gue mau minta pendapat lo tentang puisi itu.”

“Pendapat gue?”

“Iya, karena lo satu-satunya orang yang udah baca puisi gue itu.”

“Itu puisi buat seseorang ya?”

“Ehmmp, iya. Sebenernya gue belom pernah bikin puisi sebelumnya. Makanya gue ke sini buat cari inspirasi. Setelah baca beberapa buku puisi, gue coba bikin puisi itu.”

“Menurut gue puisi lo itu unik. Simpel tapi cukup mengena di hati.”

“Beneran? Pantes ngga kalo gue kasih puisi itu buat seseorang?”

“Loh, ya pantes banget lah. Gimanapun juga itu kan hasil karya lo, bukan masalah pantes atau ngga nya. Ya kan?  Pasti seseorang itu pacar lo ya? Gue yakin dia pasti seneng deh dibikinin puisi kayak gitu.”

“Tapi dia udah ninggalin gue.”

“Loh, kok lo masih mau bikinin puisi buat dia segala? Masih sayang ya?”

“Gue udah janji.”

“Masih penting ya cewe itu buat lo? Sampe lo tetep nepatin janji lo padahal dia dan ninggalin lo?”

Lelaki itu hanya mengangguk.

“Oh iya, gue boleh minta tolong ngga sama lo?” tanya lelaki itu pada Katya.

“Minta tolong apa?”

“Temenin gue ke tempat Nayla.”

“Nayla? Cewe yang mau lo kasih puisi?”

Katya merasa aneh. Lelaki itu baru saja dikenalnya tapi sudah berani meminta Katya menemaninya pergi, bahkan untuk menemui perempuan yang Katya pun tidak tahu. Katya pikir lelaki itu pasti stres dan depresi berat karena ditinggal oleh cintanya.

“Kenapa harus sama gue? Bahkan gue ngga tahu nama lo! Lo ga gini kan?” tanya Katya sambil menaruh jari telunjuknya di dahinya.

“Hah?” Lelaki itu terheran dan ikut menaruh jari telunjuknya di dahinya. Kemudian menggeleng dengan ekspresi bingung. “Gue Faza. Please, temenin gue ya besok. Gue janji abis lo nemenin gue, gue bakal traktir lo makan, deh.”

Katya semakin heran dengan lelaki itu. Faza? Faza? Ia bahkan terlihat seperti seorang anak merengek pada Ibunya minta dibelikan permen.

“Oke, besok.”

“Oke besok sore kita ketemu di sini ya. Thanks. Nama lo siapa ya gue belom nanya.”

“Katya.”

“Thanks, Katya! Sampe besok!”

*

Seharian Katya memikirkan janjinya. Ia masih bingung. Ia ragu untuk menemani Faza pergi. Tapi di sisi lain, ia juga tak yakin kalau Faza memiliki niat jahat padanya. Apalagi Faza adalah mahasiswa di kampus Katya juga.

Sorenya, Katya menuju ke perpustakaan tempat ia berjanji bertemu Faza. Ia memarkir mobilnya lalu masuk ke perpustakaan. Katya melihat Faza sudah menunggu di depan pintu masuk perpustakaan.

“Katya!”

“Hai.”

“Jadi kan? Langsung aja yuk.” Faza langsung mengajak Katya berjalan. Katya bingung. Ternyata Faza mengajaknya ke parkiran mobil.

“Gue bawa mobil sendiri aja kalo gitu. Kita iring-iringan.” Kata Katya.

“Yah, kok gitu?  Repot. Nanti gue anter lagi ke sini kok. Bareng aja sama gue ya, please.”

“Hmmmp. Yaudah oke deh.”

Mobil yang dikemudikan Faza pun segera melaju. Selama perjalanan, Katya selalu berdoa semoga ini bukan hal bodoh yang ia lakukan. Ia takut Faza berbuat jahat kepadanya.  Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, akhirnya mereka berhenti di suatu tempat. Katya semakin heran.

“Hah? Pemakaman? Ngapain ke sini? Lo kenapa sih?”

“Sekarang Nayla ada di sini.”

“Janjiannya di kuburan? Kayak ngga ada tempat lain aja sih!”

“Ikut aja yuk.”

“Ngga ah.”

Katya semakin berpikir bahwa Faza sedang mengalami stres atau depresi berat semenjak ditinggal oleh perempuan bernama Nayla. Katya tetap bersikeras menunggu di mobil. Kemudian Faza pun akhirnya pergi menemui Nayla sendirian. Faza benar-benar masuk ke dalam area pemakaman. Tiba-tiba terlintas sesuatu di pikiran Katya.

“Apa jangan-jangan...?”

Katya pun turun dari mobil dan mengikuti Faza pergi. Ia hanya melihat dari jauh. Hati Katya benar-benar sedih melihat Faza duduk di depan sebuah makam. Ia berdoa lalu memberikan kertas berisi puisi yang telah ia buat. Tanpa tersadar, mata Katya berlinang airmata. Ia benar-benar terharu melihat Faza. Ternyata Nayla pergi meninggalkan Faza bukan untuk bersama lelaki lain, tapi karena memang ajal yang menjemputnya.

Faza pun melihat Katya yang sedang terdiam memperhatikannya dari jauh. Faza pun menghampiri Katya. Mereka berdua akhirnya kembali ke dalam mobil. Faza termenung. Ada kesedihan yang mendalam di mata Faza.

“Za, mana kertas puisinya?” tanya Katya.

“Gue tinggal di sana. Gue pengen ikhlasin semuanya dan mulai jalanin hidup gue yang sekarang. Tapi.. Itu semua berat banget Kat.” Faza menitikkan air mata. Dengan cepat ia langsung menyekanya. Katya tersenyum.

“Dia ninggalin gue buat selamanya. Gue ngga bisa ketemu dia lagi. Mungkin lebih baik gue ngeliat dia ninggalin gue dan bahagia sama orang lain. Seengganya gue masih bisa lihat Nayla.”

“Ngeliat orang yang kita sayang pergi ngelupain kita dan bahagia sama orang lain rasanya juga sakit banget, Za.” Sahut Katya. Faza langsung menatap Katya. “Kenapa lo harus bandingin masalah lo dengan masalah lain? Semua orang kan punya masalahnya masing-masing. Besar kecilnya masalah itu tergantung dari bagaimana orang itu menghadapinya. Bisa aja sebenernya banyak orang yang pernah mengalami kesedihan luar biasa, tapi mereka kuat dan bisa ngelewatinnya yang akhirnya bikin mereka semakin kuat. Dan yang harus lo syukurin adalah lo adalah orang terakhir di hati Nayla. Dan Nayla juga tetep hidup kok di hati lo.” Lanjut Katya.

“Tapi semua kenangan gue sama Nayla itu bikin gue ngga bisa ngelangkah ke depan. Semue berhenti di Nayla. Gue belom siap kehilangan dia.”

“Gue juga ngga akan pernah siap kehilangan orang yang gue sayang, Za. Siapa yang mau kehilangan orang yang kita sayang?  Tapi namanya juga kenangan. Semua itu udah kita lewatin, ya biar aja jadi kenangan indah. Seengganya kita ngerasa bersyukur pernah mengalami masa-masa indah jadi bisa dikenang. Masa lalu kan ngga bisa kita ubah. Yang bisa kita ubah itu ya diri kita, gimana diri kita dalam menghadapi masa depan, ya kan?”

Faza tersenyum. “Lo bener banget, Kat.” Kata Faza sambil tertawa kecil. “Gue ngga boleh terlarut kesedihan gini. Gue malu sama lo. Bahkan lo terlihat jauh lebih kuat daripada gue.”

“Ah, ngga juga Za.”

“Sekarang... Saatnya gue nepatin janji gue. Yuk kita brangkat lagi. Laper nih.” Ajak Faza. Senyuman bahagia mulai nampak di wajah Faza. Ia mulai terlihat lebih tegar. Mungkin Faza saat itu tidak tahu bahwa di balik kata-kata Katya yang menguatkan hati Faza, sebenarnya Katya juga pernah mengalami kesedihan yang mendalam.

Saat mengetahui Edo sudah mendapatkan pengganti dirinya, Katya merasa hancur. Setiap hari ia menangis dan menyesal telah meninggalkan Edo. Hari-hari terasa suram bagi Katya, seolah sudah tidak ada lagi kebahagiaan setelah Edo benar-benar melupakannya. Katya hanya bisa terdiam, sampai akhirnya ia sadar bahwa Edo bukanlah segalanya. Perlahan-lahan Katya berusaha menjadi lebih kuat dan tegar. Ia berusaha memperbaiki hati dan dirinya. Ia yakin hal seperti ini justru membuatnya lebih kuat dari sebelumnya. Ia pun yakin akan ada hikmah di setiap masalah yang ia hadapi.

“Kat, udah sampe. Jangan bengong.”

“Eh, iya. Aduh laper nih jadi banyak bengong deh.” Kata Katya sedikit bercanda.

Mereka berdua pun masuk ke dalam sebuah restoran. Mereka makan bersama sambil asyik mengobrol. Saat itu Faza tahu bahwa Katya juga pernah mengalami kesedihan yang mendalam. Ia banyak belajar dari Katya yang selalu terlihat tegar. Mereka berdua asyik menceritakan hal-hal yang membuat diri mereka sedih dan juga bahagia. Katya pun akhirnya tahu bahwa sebelum Faza bertemu dirinya, Faza masih selalu merasa hilang arah dan tidak punya keberanian untuk datang ke makam Nayla. Malam itu, akhirnya mereka berdua bisa mulai tertawa lepas. Melepasnya semua ikatan masa lalu masing-masing dan mulai bertekad untuk menjalani hidup yang ada.

Malam itu, mereka belum tahu kalau seminggu kemudian orang tua Faza menemui Katya dan berterima kasih padanya karena telah membuat Faza memiliki semangat dan senyum lagi. Malam itu, mereka belum tahu kalau lima tahun kemudian, hubungan mereka akan terikat dalam suatu ikatan sakral. Pernikahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun