Artikel ini menyoroti keterkaitan erat antara konflik dan pembangunan di Papua, khususnya di Kabupaten Jayawijaya. Konflik di Papua banyak dipicu oleh ketimpangan yang dialami Orang Asli Papua (OAP), baik dari sisi ekonomi, politik, maupun sosial. Ketimpangan ini tidak hanya disebabkan oleh kebijakan yang tidak tepat, tetapi juga oleh ekonomi politik yang destruktif, di mana faktor politik justru merusak tujuan ekonomi dan pembangunan.
Faktor-Faktor Pemicu Konflik
Sejarah Integrasi Papua: Masalah klasik terkait sejarah integrasi Papua ke NKRI menjadi penghalang terbentuknya nasionalisme OAP dalam bingkai NKRI. Hal ini menimbulkan sikap pembangkangan dan resistensi terhadap negara.
Pelanggaran HAM: Kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap OAP menjadi cerita turun-temurun dan memupuk dendam antargenerasi yang menghambat rekonsiliasi dan pembangunan.
Perampasan Hak Ekonomi dan Politik: Investasi dan kebijakan pembangunan sering kali merampas tanah serta sumber daya alam OAP, dan memarjinalkan representasi mereka dalam pemerintahan.
Perebutan Kekuasaan dan Friksi Suku: Kontestasi politik berbasis kesukuan dan campur tangan kelompok luar menimbulkan friksi dalam birokrasi dan pemerintahan, yang sering berujung pada konflik.
Dampak Ekonomi Politik Destruktif
Politik Transaksional dan Budaya "Bayar Denda": Konflik sering diselesaikan dengan uang denda, yang justru menghambat pembentukan pola pikir rasional dan kritis pada OAP. Politik uang juga digunakan untuk membungkam protes dan membeli simpati.
Penegakan Hukum Lemah: Penegakan hukum sering dikorbankan demi kepentingan politik, sehingga korupsi dan kriminalitas tidak tersentuh hukum. Hukum adat lebih sering digunakan daripada hukum positif, tetapi tidak menimbulkan efek jera.
Ketergantungan Ekonomi: Program bantuan ekonomi yang masif tanpa pendampingan justru membentuk mentalitas ketergantungan dan melemahkan etos kerja OAP. Bantuan tersebut sering habis untuk memenuhi tuntutan sosial dan budaya, bukan untuk pengembangan ekonomi produktif.
Konteks Sosial dan Budaya
Xenophobia dan Alienasi: Meningkatnya sikap anti-orang luar dan pola pikir bahwa negara serta pendatang mengambil hak OAP memperparah ketegangan sosial dan menambah kerentanan pendatang.
Jiwa Sosial Tinggi: Nilai sosial OAP yang kuat dalam membantu sesama sering kali membuat bantuan ekonomi cepat habis, sehingga menyulitkan pengembangan ekonomi mandiri.
Solusi yang Diperlukan
Penanganan masalah Papua harus bersifat holistik dan terintegrasi, tidak hanya berfokus pada aspek material, tetapi juga membangun rasionalitas dan pola pikir kritis OAP. Semua pemangku kepentingan, termasuk OAP sendiri, harus terlibat aktif dalam proses pembangunan agar tercipta ekonomi politik yang positif, bukan destruktif.