Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis Politik, Yang Lebih Penting dari Sekadar Trending

3 Februari 2021   05:33 Diperbarui: 3 Februari 2021   05:40 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Medio 3 Februari 2019 Fadli menuliskan, seketika muncul tanggapan beragam, dari yang serius hingga meme-meme mengolok fadli.

"Doa sakral. Kenapa kau tukar. Direvisi sang bandar. Dibisiki kacung makelar. Skenario berantakan bubar. Pertunjukan dagelan vulgar," ujar Fadli mengutip bagian dari bait puisinya kala itu.

Tuh kan, aku tidak berani tho membuka kembali peristiwa politik yang melatari. Takut dianggap pro, itulah yang kuwaspadai. Menulis politik itu susah. Mengurai benang kusut. Makanya aku angkat topi dengan para penulis yang konsisten bisa menuangkan pandangan dan gagasan.

Tulisan Elang, Pak Fery, Mas Susy. Mas Himam, juga pelanggan populer lain di Kompasiana hanya kubaca saja, sambil kekadang gemes ingin pula bersuara. Sebatas ingin tanpa mampu mengudar apapun. Ini kadang membuat sakit hati.

Aku takut. Ya, seperti takutku menulis lagi kisah fiksi bertema perselingkuhan. Dimusuhi orang itu tidak nyaman, apalagi pernah ada yang sampai baper tujuh turunan. Tiap yang kutulis distalking dikuliti, lalu japri mengucapkan kata sepedas cabe level 12.

Padahal, menulis fiksi bagiku hanya merangkai imajinasi. Apapun peristiwa yang kualami akan menjadi bahan rangkaian, kalau pas kebetulan bersinggungan dengan seseorang, itu kenakalan jari. Sebagai penulis fiksi aku tidak bisa dituntut, paling banter dimarahi atau dibenci. Tapi kalau menulis non fiksi, politik? Ancaman pasal cukup menakutkan.

Hidupku sudah sulit, aku tak mau lagi terlibat hal rumit. Jangankan kena pasal, dimusuhi seseorang karena tulisan fiksi saja aku enggan.

"Manusia sekualitas jenengan dengan cakrawala idealisme literasi serta kesetiaan menjalin jaringan antar penulis-- tidak pantas ikut-ikutan trend. Selain itu, maaf, saya "neg" membaca novel online tema rumah tangga yang menjamur sekadar demi memburu trend. Mbelgeshes. Jenengan, AWASS ! jangan ikut-ikut."

Iya, iya aku akan stop. Itu jawabku pada sahabat penulis, salah satu maestro asset Indonesia, yang sangat kuhormati dan menjadi panutan karyanya, yang karena hajarannya  jari ini bisa menari lagi menyusun kata, yang japri khusus dengan melampirkan chat panjang serupa esai.

Menulis trending itu menyenangkan, dibaca orang banyak itu asik, tapi kalau ada yang terluka, itu tidak baik bukan?

Untuk itulah rasa suka kuutarakan, ketika tokoh numerology pertama di Indonesia, pengusaha, penulis, pengulit Kamasutra versi antah berantah, Kompasianer Rudy Gunawan mengajukan ide. Mengajak belajar nulis politik yang benar lewat KPB, Komunitas Penulis Berbalas, dengan mengundang tokoh penulis kawakan langsung saya jawab, "Siap!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun