Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis Politik, Yang Lebih Penting dari Sekadar Trending

3 Februari 2021   05:33 Diperbarui: 3 Februari 2021   05:40 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.



Dy, hari ini hatiku berdebar kencang, untuk bertemu tanggal 4 esok hari. Tak sabar, ingin segera sua, seperti perawan menanti lamaran.

Untuk apakah? Untuk bertemu, berbincang dengan orang-orang hebat di negeri ini. Agar aku bisa belajar menulis ranah yang selama ini aku alergi. Politik.

Satu-satunya ranah yang hanya sekali kusentuh dalam dunia penulisan. Lainnya, pernah semua. Bahkan bola, aku bisa fasih memaparkan ulasan. Namun, khusus kategori satu ini, tiap akan memulai paragraf pertama, selalu saja gagal menuangkan. Politik, dia begitu menakutkan.

Padahal untuk memburu viewer, menulis politik adalah tempat yang paling cocok. Trending populer dimanapun platform, apalagi Kompasiana, tak pernah jauh dari urusan politik.

Takutku bukan karena tak bisa, tetapi enggan bermasalah. Orang-orang mengenalku sebagai penulis tanpa kiblat politik, jangankan ke arah sana, madzhab, aliran, kecenderungan pro organisasi massa tertentu saja berusaha kuhindari. Meski sering diundang ke acara-acara mereka.

Aku ingin kehadiranku bisa diterima semua kalangan. Merah, kuning, hijau, birokrat, LSM pun oposan. Karena fokus dari seluruh kegiatan yang kugemakan adalah literasi. Aku mau menyentuh semua sendi kehidupan dengan aman, tanpa konflik atau kepentingan. Siapapun yang ingin titip pesan apabila itu berlatar warna, seketika kutolak. Terbuka atau dengan tanda.

Menulis politik, bagiku susah menghindari kecendenderungan. Selalu pandangan subyektif akan bertabrakan dengan kenyataan di lapangan. Kalaupun bisa seiring, itu penuh pengecualian.

Aku suka Anies Baswedan, dengan gaya cool, senyum menawan aristokrat, bisa membantah hujatan sesejuk embun yang baru datang. Aku  juga suka gaya Jokowi, yang tak kehilangan aroma jawa bahkan ketika marah-marah, meski kerapkali marahnya dianggap pencitraan karena diunggah di kanal youtube.

Tokoh politik? Beberapa nama ada yang mengesankan kepala ini. Satu yang pernah kuperhatikan saat ada gonjang-ganjing. Fadli Zon, bagiku keren sangat dia. Bukan karena good looking enough, tetapi kesukaannya membuat puisi untuk menanggapi sebuah peristiwa, itu yang menyeretku lebih memperhatikan sepak terjangnya.

Fadli, dengan segala kontroversi bagiku telah berjasa mengenalkan puisi, salah satu kategori sastra ini ke panggung politik. Pantikan puisinya "Doa Yang Ditukar" sukses membuat gaduh perpolitikan Indonesia. Hanya gegara keinginannya menyindir situasi kekeliruan salah ucap tokoh nasional atas pencapresan Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun