Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salikah dan Sisi Cinta dalam Tiap Wanita

18 Januari 2019   08:15 Diperbarui: 18 Januari 2019   08:46 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru tiga kisah Salikah yang saya tayangkan di Kompasiana, buah dari masuknya ruh tokoh pemeran utama wanita novel  pertama saya Salikah, dalam hati dan pikiran saya ketika membuka kembali buku itu. Membaca judulnya , Salikah : Tentang Cinta dan Ruang Sunyi, membuat perasaan saya langsung terseret mengikuti gelombang tarian yang ditawarkan.

Spontan jari saya menari, mengikuti irama hati. Mulai paragraf pembuka hingga ending saya selesaikan tanpa jeda mengikuti nalar hati saya. Entah sehat atau sedang nelangsa saya biarkan saja tanpa lama saya menyelesaikan.

Bait per bait kalimat begitu lancar terurai, seperti ada dorongan menyelesaikan tanpa pikir panjang, tanpa memedulikan teknik atau pola penulisan dan semua terjadi begitu saja hingga paragraf akhir saya selesaikan.

Bagi saya dalam diri setiap wanita ada sisi Salikah yang terpendam, yang kadang tidak sadar kita ungkapkan. Tentang bagaimana dia mencintai suaminya dalam loyalitas kesetiaan tanpa perhitungan.

 Lihatlah mbok-mbok bakul sayur yang berangkat dini hari ke pasar demi mendapatkan uang sebagai sumber penghidupan. Mereka perkasa dalam kelembutannya. Beradu dini hari mencari sesuap nasi. Untuk apa? Untuk buah hati, untuk membantu suami, bukan untuk kehidupanya sendiri.

Mayoritas mereka berjuang untuk orang lain. Demi cintanya pada makhluk Tuhan yang telah menjadi bagian dari kehidupan. Ketulusan wanita ini, pembuktian cinta itu kadang tak ada yang menghargai, bahkan oleh orang tercintanya sekalipun. Rutinitas menjadikan pengaburan pada nilai cinta yang sejatinya telah tumbuh dan bersemi pada tiap wanita semacam ini.

Pertanyaan kompasianers pada saya tentang apakah harus menjanda dahulu untuk merasakan cinta pada Tuhan membuat saya ngenes. Wanita - wanita yang mencintai makhluk ciptaan Tuhan sepenuh hati tak seharusnya berkata demikian.  Terimakasih saya haturkan kepada kompasianers lain yang juga ikut menulis kisah Salikah di Beyond Blogging ini.

Saya utarakan pada sahabat itu,  bukankah cinta kita pada suami, pada orang tua, pada saudara, pada teman, kerabat, handai taulan adalah bukti bahwa kita telah mencintai Tuhan? Ketulusan kita, cinta itu menjadi energi amal salih berbalut keikhlasan yang sering kali kita tidak memperhitungkan. Akan mendapatkan apa, atau  besar perolehan yang akan kita tuai setelah melakukan sesuatu untuk orang-orang tercinta kita.

 Satu hal yang sering kali dilupakan adalah kita lupa bahwa ada pemilik yang menguasai orang-orang tercinta, bahwa seluruh gerak manusia adalah atas kuasaNya. Berlebihan mencintai makhluk membuat kita lena, khubbuddunyapun menjadi sasaran setan yuwaswisu fii suduurinnas. Agar kita sibuk mengurus percintaan dunia kita hingga mengabaikan pencipta cinta kita.

Mengukur kadar cinta itu paling ringan bagi saya adalah saat ada panggilan. Bila cinta kita memanggil tentu kita akan bergegas mendatangi. Saat suami kita memanggil bukankah kita langsung menyahut? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun