Mohon tunggu...
aninda aji siwi
aninda aji siwi Mohon Tunggu... -

terus berdegup, mencoba tak redup

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia, Bahasa Pemersatu Nasional Terbaik di Dunia

21 September 2012   12:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:03 2265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ketika “merumuskan” Indonesia, mengapa Sukarno tidak menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa nasional? Bukankah dia orang Jawa? Bukankah bahasa Jawa paling banyak dituturkan orang saat itu, dan sebagai salah seorang pemimpin pergerakan nasional, bukankah Sukarno punya kesempatan dan dukungan untuk melakukannya?


Tidak hanya sebagai media penyampai pesan, bahasa juga berfungsi sebagai penanda identitas sosial dan kultural penuturnya. Sukarno muda memahami ini dengan baik. “Indonesia”, identitas kebangsaan yang sedang ia perjuangkan kala itu bersama ratusan pemuda lainnya, membutuhkan sebuah bahasa yang mampu mengkokohkan identitas tersebut.

Indonesia, identitas baru itu, gagasan besar itu, bisa membayangkan wujud tanah airnya : kesatuan pulau-pulau yang berjajar dari Sabang sampai Merauke. Dia juga membayangkan siapa saja anggota keluarganya, yakni mereka yang hidup dan bernaung di tanah air tersebut. Namun, untuk sebuah bahasa, itu adalah sebuah pilihan yang harus diambil. Sebuah bahasa nasional harus dipilih dari 500 lebih bahasa daerah yang ada, plus bahasa para penjajah dan eks penjajah. .

Pertanyaannya adalah bahasa apa yang harus dipilih, yang dapat mewakili identitas kebangsaan bernama “Indonesia”? Bahasa apa yang harus disepakati sebagai bahasa nasional, yang sesuai dengan cita-cita kebangsaan: Indonesia yang berdaulat, Indonesia yang egaliter, dan Indonesia yang bersatu?

Bahasa Jawa bukanlah jawabannya. Ketika Muhammad Yamin menuliskan rumusan ikrar pemuda pada hari terakhir Kongres Pemuda Pertama, di baris terakhir ia menulis:

Kami poetra poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Melajoe

Meskipun secara teknis bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu atau lebih tepatnya Melayu Riau, Sanusi Pane dan Muhammad Tabrani tidak sepakat dengan Muhammad Yamin tentang pemakaian istilah bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

Pada bulan Februari 1926, beberapa bulan sebelum Muhammad Yamin merumuskan baris terakhir ikrar pemuda itu, Tabrani menulis sebuah artikel dalam surat kabar Hindia Belanda berjudul “Bahasa Indonesia”. Ia menyatakan begini dalam tulisannya:

Bahasa adalah salah satoe djalan oentoek mengoeatkan persatuan Indonesia dan karena itoe haroeslah berikhtiar oentoek memiliki satoe bahasa ‘jang lambat laoen akan dapat diberinya nama bahasa Indonesia’

Sejarah bercerita jika keinginan Tabrani kemudian terwujud. Bangsa Indonesia akhirnya memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasionalnya, bukan bahasa Jawa yang merupakan bahasa tutur mayoritas, bukan pula bahasa Inggris atau Belanda yang dikuasai dengan baik oleh kaum intelektual kala pergerakan nasional sedang bergolak.

Ini adalah visi yang brilian dari para Founding Fathers kita. Sebuah visi yang hanya bisa lahir dari orang-orang yang meletakkan cita-cita bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Manfaat dari visi ini bisa kita rasakan sekarang, namun, apakah kita sudah cukup menghargainya?

Kita tengok sejenak apa yang terjadi di tempat lain. Belgia, kita mengenalnya mungkin hanya sebatas negara tempat NATO dan Uni Eropa bermarkas. Tetapi, di negara kecil berpenduduk tak lebih dari penduduk Banten ini, sengketa antara bahasa Perancis dan bahasa Belanda sampai membuat pemerintahan Belgia vakum. Kedua bahasa telah berebut pengaruh bahkan sejak negara Belgia mulai berdiri. Di masa kini, Belgia terbagi menjadi propinsi yang memakai bahasa Belanda sebagai bahasa resmi dan propinsi yang menetapkan bahasa Perancis sebagai bahasa resmi.Bukan tidak mungkin, karena masalah bahasa ini, Belgia akan terpecah di masa depan.

Bergeser ke asia, meski tidak se-ekstrim Belgia, hal yang serupa juga terjadi di India. Secara demografis, kita mirip India, namun disini, kita bisa melihat bahasa Inggris yang merupakan bahasa bangsa penjajah negeri ini berebut dominasi dengan bahasa Hindi yang merupakan bahasa mayoritas penduduk. Belum lagi di negara bagian tertentu yang tidak mengakui kedua bahasa resmi itu, pun masalah mayoritas Muslim India yang hanya mengakui bahasa Urdu sebagai bahasa resmi.

Tak usah jauh-jauh, kita juga bisa menengok negara tetangga, Singapura. Disini, meskipun bahasa Inggris telah ditetapkan sebagai bahasa resmi, bahasa tiga suku mayoritas yakni, Melayu, Mandarin, dan Hindi saling bersaing berebut pengaruh. Di Papua Nugini, negara tetangga kita yang lain, bahasa Pidgin dipakai sebagai bahasa resmi di wilayah utara dan bahasa Motu di wilayah Selatan. Lucunya, penduduk di wilayah berbeda saling berkomunikasi dengan bahasa Inggris-Australia.

Dibandingkan negara-negara yang memiliki masalah bahasa tersebut, keberhasilan Indonesia memiliki satu bahasa nasional, yang tidak hanya diakui negara, namun juga diakui semua penduduknya, adalah sebuah prestasi luar biasa.

Bayangkan! Negeri ini terdiri dari ratusan suku bangsa yang memiliki lebih dari 500 bahasa berbeda, perbedaan yang sangat besar dibandingkan yang dimiliki Belgia atau India sekalipun. Memilih sebuah bahasa nasional yang bisa mempersatukan perbedaan yang ada bukanlah hal mudah, terlebih lagi bahasa mempunya sifat mendominasi bahasa lainnya.

Rasa was-was tergusurnya bahasa daerah bukan tidak dirasakan suku-suku yang ada di Indonesia. Dan meskipun konflik berlatar etnis sempat beberapa kali menodai negeri ini, posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tidak pernah digugat. Bahasa Indonesia tetap diakui sebagai bahasa yang paling tepat untuk bangsa Indonesia yang majemuk. Untuk hal ini, kita patut berbangga hati.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun