Mohon tunggu...
Politik

Ketika Uppercut AHY dan Jab Sylvi Membongkar Doublecover Ahok-Djarot

30 Januari 2017   04:21 Diperbarui: 30 Januari 2017   04:58 2963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebenarnya tulisan ini sudah dibuat sejak hari sabtu kemaren (baru dapat 1 halaman) tapi karena sibuk liburan jadi tidak sempat dilanjutkan.  Biar deh telat bahasnya, yang penting terpublish aja.

Saya sepakat dengan judul tulisan Kompasianer Zulfikar bahwa Debat ke 2 Pilgub DKI kemarin  Paslon nomor urut 3 memperlihatkan sikap yang tidak simpatik.  Anies dan Sandiaga bahkan mungkin bisa dikatakan mempermalukan diri  mereka sendiri karena cenderung terlau agresif menyerang.

Berbeda pada Debat Jilid 1 dimana menurut saya telah dimenangkan secara mutlak oleh Paslon no.3 (sempat saya buat artikelnya), Debat Jilid 2 kemarin saya pastikan memang dimenangkan oleh Paslon nomor urut 1.

Paparan Paslon 1, AHY sudah tidak normative lagi melainkan dengan substansi terukur. Malam itu AHY menjadi bintangnya kalau menurut saya.  Buat pendukung Ahok ya silahkan saja mengklaim kemenangan Ahok di Debat tersebut. Sah-sah saja karena siapapun orangnya boleh bercerita semua kejadian berdasarkan versinya, berdasarkan kesukaannya. No problema.

Karena sudah  banyak yang membahas soal debat kemarin versi pendukung Ahok  ya akhirnya saya pikir harus ada  bahasan yang lebih “waras” untuk debat kemarin. “Waras” disini tentu saja artinya Netral. Hahahaha. (maaf  hanya bercanda).

SEBELUM DEBAT DIMULAI SEBENARNYA POSISI AHOK SUDAH KALAH


Beberapa jam sebelum Debat dimulai, ketika membaca Topik Debat yang akan digunakan saat,  itu juga saya berpikir  Ahok akan menjadi bulan-bulanan oleh lawan-lawannya.  Topiknya adalah Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik.

Berbicara tentang Birokrasi Pemprov DKI itu artinya berbicara tentang Managemen Koboy. Semua orang sudah tahu bagaimana cara Ahok menjalankan Birokrasinya.  Gemar mencaci bawahan didepan public, suka main pecat, suka main tuduh dan sering  melanggar Peraturan sesuka hatinya.

Jauh hari sebelum musim Pilgub DKI, sudah santer terdengar bahwa mayoritas PNS DKI tidak suka Ahok. Begitu juga dengan Perangkat Desa seperti RT/RW di DKI. Kesan yang didapat public dari berita itu adalah Ahok type pemimpin yang Arogan. Belum lagi bila bicara Penggusuran yang sangat minim dialog.

Interaksi  Ahok dengan bawahan sangat buruk. Itu poin pertama. Sementara poin kedua, Ahok sering melakukan Relokasi tanpa Dialog yang memadai.  Dan yang ketiga Ahok sering menabrak Peraturan  dan UU yang ada. Kasus Sumber Waras dan Skandal Reklamasi menjadi  2 contoh yang tidak terbantahkan tentang nekatnya Ahok menerobos Peraturan  dan UU yang ada.

Dalam Kasus Sumber Waras Ahok telah melakukan Mal-administrasi. Melakukan Pembelian Lahan tanpa melibatkan Tim Appraisal, melakukan negoisasi sendiri dan memaksakan pembelian meskipun Lahan tersebut tidak layak  secara UU.  Bahkan  sebagian dari lahan itu sedang dalam sengketa kepemilikan.

Begitu juga dengan Skandal Reklamasi yang terkenal dengan Perjanjian Preman  Ahok.  Ahok sesuka hatinya mengeluarkan Izin Pelaksanaan Reklamasi  (akhirnya digugat) dan Ahok sesuka hatinya menarik Dana Kontribusi Tambahan dari Pengembang tanpa Perda.  Sekitar Rp.300 Milyar sudah ditarik dari Pengembang oleh Ahok tanpa diketahui DPRD DKI.  Dan belakangan oleh Ahok disebutnya sebagai Diskresi.

Jadi bila berbicara tentang Birokrasi Pemprov DKI itu artinya kita bicara tentang Managemen yang jauh dari transparan.

Fakta  yang ada, selama 3-4 tahun terakhir  kemampuan Pemprov DKI sangat minim untuk  menyerap APBD DKI yang ada. Ahok lebih suka menggunakan Dana-dana Operasional yang berasal dari CSR, Dana Koefisien Bangunan dan Dana yang berasal dari Perjanjian Preman (Dana Kontribusi Tambahan Pengembang yang ditarik tanpa Perda).

Pertanyaan besarnya, adakah Transparansi yang dilakukan Ahok untuk Dana-dana yang ditarik dari Pihak Swasta tersebut (Dana Non-Budgeter)?  Jawabannya ternyata tidak ada.  Tidak ada satupun laporan pertanggung-jawaban Ahok yang bisa diakses  public untuk ketiga dana tersebut.

AGUS DAN SYLVI MAMPU MEMANFAATKAN TOPIK DEBAT UNTUK MENGGUNDULI AHOK

Ada beberapa catatan saya di debat Pilgub DKI jilid 2 kemarin dimana AHY dan Sylvi benar-benar mampu memojokkan Ahok. Faktanya gara-gara kalah di debat kemarin, sepanjang kemarin  Ahok malah menjelek-jelekkan Sylvi yang katanya pernah diturunkan jabatannya selama menjadi PNS di DKI. Terkesan Ahok dendam karena diobok-obok  oleh  Sylvi  pada Debat kemarin. Hahaha.

Menjelek-jelekkan Sylvi sekarang ini itu sama saja mempermalukan diri sendiri. Kenapa begitu, karena pada tahun 2015 lalu Ahok  begitu sering memuji-muji Sylviana Murni dan mengatakan kalau diperbolehkan  dia punya ide menggandeng salah satu PNS DKI untuk menjadi Cawagub, salah satunya adalah Sylviana Murni.  Jadi mengapa sekarang harus menjelek-jelekkan Sylviana Murni? Sangat terlihat tendensiusnya Ahok gara-gara persaingan elektabilitas.

Kembali ke topik Debat Jilid 2 kemarin, AHY begitu tepat berkali-kali menohok Ahok dengan isu Kelemahan Birokrasi DKI yang selama ini jadi sorotan public.

Point satu, AHY mengkritik paparan Ahok sebelumnya yang mengklaim Jakarta sudah bersih karena  Birokrasi DKI sudah berjalan. Menurut AHY sesuai dengan pengalamannya blusukan bersama Sylvi, terlalu banyak keluhan yang disampaikan warga tentang tidak terurusnya sampah. Sampah adalah masalah klasik Jakarta yang sampai hari ini tidak bisa diselesaikan Pemprov DKI.

AHY menyimpulkan bahwa Ahok sering mendapatkan laporan Jakarta sudah bersih dari bawahannya karena mereka takut dengan Ahok. Takut disalahkan kalau bicara yang sebenarnya.  Ada kecendrungan sistim birokrasi  yang dibangun cenderung represif. Ada intimidasi untuk dipecat dan dipermalukan depan public sehingga mereka bekerja asal-asalan yang penting Asal Bapak Senang.

Birokrasi yang seperti ini cenderung tidak konstruktif. Mereka ketakutan lapor  karena takut dipecat dan dimarahin depan public.  Mereka bekerja asal-asalan dan melaporkan yang baik-baik saja.  Kondisi inilah akhirnya yang menjelaskan, mengapa  Rapor DKI merah dan Aparatur DKI  hanya menempati posisi 16 dari 34 Propinsi.

Poin Dua,ada perdebatan sengit antara Ahok dan AHY soal penggusuran warga di bantaran Kali. Justru disini mentahnya dalil Ahok semakin terlihat.  Ahok berusaha menekan Agus dan bertanya, dengan lahan yang terbatas bagaimana caranya menata bantaran kali tanpa menggusur. Dan langsung dijawab Agus dengan mengatakan dengan keterbatasan lahan maka penataan harus dilakukan secara vertical, bukan horizontal. 

Prinsip ini sama dengan pola pikir Jokowi sewaktu kampanye 2012. Rusunami yang direncanakan Jokowi tidak terealisasi karena Ahok lebih suka menggusur dan memindahkan warga ke Rusun. Ahok cari gampangnya saja.

Agus mengatakan intinya Goodwill dari Pemprov. Bagaimana menata warga di bantaran Kali tanpa harus mencabut mereka dari Habitatnya. Memindahkan mereka ke Rusun yang jauh itu artinya memutus mereka dari Habitat Kehidupan sebelumnya dimana belum tentu pada habitat baru warga mampu bertahan hidup.

Agus mengatakan sudah berdialog dengan para aktivis, dan komunitas yang ada. Mereka mau dan bersedia ditata yang penting jangan seperti yang ada sekarang dimana mereka digusur begitu saja tanpa kompensasi.

Inilah yang disesalkan Agus karena dengan APBD yang begitu besar ternyata tidak dapat dimanfaatkan maksimal untuk warga yang  berada di bantaran kali tersebut.

Poin Tiga, ini yang paling telak dari uppercut Agus ke Ahok.  AHY mempertanyakan Diskresi yang tidak akuntable dan tidak transparan.  Ketika ada dana-dana yang berasal dari sumbangan swasta yang ternyata tidak masuk Kas Negara terlebih dahulu tetapi langsung digunakan apakah itu dapat dipertanggung-jawabkan?

Sayangnya  Ahok Jaka Sembung Bawa Orok, Ahok  tidak menjawab substansinya malah cerita dia pernah di DPR dan berteori soal  Diskresi. Selanjutnya  Ahok  cerita tentang Dana kontribusi Semanggi Rp.400 Milyar yang langsung dipakai untuk membangun sarana-prasarana.  Begitu selesai barulah dinilai perusahaan appraisal dan dimasukan sebagai pendapatan lain-lain.

Ini kan repot dan bukan ini jawaban yang tepat karena publik pasti bertanya,  benarkah Rp.400 Milyar itu dipakai semua untuk membangun? Siapa yang membayar ini itu dalam proses pengeluarannya? Lalu apa Perusahaan Appraisal itu bisa dipercaya public?

Penjelasan Ahok ini akhirnya didebat Sylvi.  "Saya tahu betul kalau bicara soal keuangan negara ada UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003. Semua alokasi dan pendapatan daerah masuk APBD dan dilakukan sinkronisasi dengan DPRD. Tapi saya melihat di sini bagaimana bisa dilaporkan dengan DPRD sementara harmonisasi eksekutif dan DPRD tidak terjadi," kata Sylvi.

 "Yang perlu kita sikapi lagi semua uang masuk dulu apakah diskresi atau (hanya) kebijakan-kebijakan (versi Gubernur), tapi yang pasti pertama harus ada harmonisasi DPRD. Tidak bisa langsung diberikan ke asisten pembangunan. Ketika ada satu harus dibangun keluar dari sana, ini namanya non-budgeter dan ini tidak boleh di UU ini harus dipertanggungjawabkan dan DPRD harus mengetahui bukan one man show," kritik Sylvi.

Sebelumnya juga Sylvi sudah menskak Ahok soal sampah. Dimana menurut Sylvi, yang namanya Pengelolaan Sampah itu harus melibatkan masyarakat dan memberdayakannya.  Sampah dikelola dalam beberapa tahap dimana tahap pertama dimanfaatkan oleh warga melalui Bank Sampah. Dan selanjutnya diatur dengan berbagai pihak dengan baik.

Semua harus dikerjakan bersama-sama. Jangan sampai ada yang bisanya hanya marah-marah di Balai Kota saja, ucap Sylvi. Hahahaha.

Jadi memang pada Debat Jilid 2 kemarin, AHY dan Sylvi berhasil melakukan kritik kontrusktif (mungkin juga bisa dibilang menohok secara keras) kepada Ahok.  Itulah yang membuat Ahok uring-uringan dan menjelek-jelekan Sylvi keesokan harinya.

Begicuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun