Mohon tunggu...
Anggraeni Kumalasari
Anggraeni Kumalasari Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Seorang ibu dan istri yang sedang belajar membagi waktu dengan bijaksana

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Bahenol

31 Januari 2012   10:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:14 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang yang anda pikirkan bila anda menemui kata tersebut, pastilah anda langsung menghubungkan dengan tubuh wanita yang padat berisi dan mencuat di beberapa tempat.Yang jelas anda nggak mungkin menghubungkan bahenol dengan kripik kentang ataupun rantang, otak anda langsung terkoneksi ke sesuatu yang besar bahkan berlebihan.

Ketika masak sambil dengar berita

Hari-hari terakhir ini orang-orang di kota tetangga sedang marah dan gusar akibat si bahenol,nggak jelas beritanya yang marah ini ibu-ibu yang kesal karena merasa terpojok nggak punya tubuh seindah si nona atau polisi yang kewalahan karena banyak pengguna jalan terutama mas-mas dan bapak-bapak yang meleng dan celaka akibat memandang lekuk tubuhnya.

Konon si nona ini selain bertubuh indah dia juga bukan wanita sembarangan, harganya saja fantastis 4 milyar bok……………………

Karena penasaran saya kasak kusuk mencari berita tentang si nona bahenol ini, sempat kepikiran jangan-jangan dia adalah si Malinda Dee yang kena kutuk emaknya seperti Malin Kundang, setelah cek &ricek alakadarnya eh ternyata bukan, saya yakin tentang hal itu meskipun saya bukan ahli anatomi, karena tonjolan yang dipermasalahkanitu ada di bagian tubuh yang lain bukan seperti mbak Dee (saya nggak perlu spesifik ya…. maaf saya ini pemalu hik..hik).

Satu hal yang membuat saya tambah penasaran adalah nona Bahenol ini sungguh sangat berani dan kurang ajar, bayangkan aja dia itu berani banget mantatin (bahasa apa ini) maksud saya menunggingkan pantatnya kearah pak Ndoro Bei tiap hari kata TV . Lho kok bisa ??? dia itu berdiri tepat ditengah jalan di depan kantor pak Ndoro Bei sambil menyorongkan pantatnya.

Pusing dan penasaran setelah masak saya tanya kesana kemari, saya telepon teman pengajian malah saya dimarahin, eh jeng ngapain perempuan kayak kita ngurusin perempuan kaya begituan nggak level…..(lho yang level sama kita siapa ya???game anakku kali ya pakai level-level). Tanya lagi ke tetangga, sory nggak kenal aku sibuk nonton Anak yang pengen ganti ibu di infotaintment (tambah pusing kok bisa ya orang tua diganti-ganti kirain istri aja yang bisa diganti). Mau tanya admin kompasiana ntar nggak dijawab secara ya saya ini belum kenalan dan nggak tahu caranya kenalan sama Yang Maha Kuasa Admin. Akhirnya saya tanya ke Yang Tercinta Mbah Google, nggak pakai kemenyan, nggak pakai kembang tujuh rupa si mbah langsung menjawab, dan inilah jawabannya :

Ternyata nona Bahenol ini sebuah patung yang sebenarnya menurut versi Yang Mulia Pangadeg Praja ybs namanya Tugu Tarian Bolo-bolo, maksudnya sih untuk memperindah kota , tapi masyarakat disana menganggap itu mah bukan memperindah tapi merusak kaidah dan yang jelas harganya bahenol juga. Dalam hal bertentangan dengan adat budaya setempat dan agama inilah timbulberbagai keinginan kalangan tertentu untuk membongkar si Nona.

Kalau kata saya setelah melihat sosok si nona ,dari sudut estetika sih emang pas ya, indah, karena saya sudah sapu dan pel pikiran saya jadi nggak ngeres (agak sedikit ngiri sih ….jujur aja). Tapi memang secara kaidah agama yang mayoritas dianut oleh masyakat disana dirasa kurang pas, agak terlalu ngepas kebaya dan kainnya he he.

Kalau kata saya lagi Pak Pangadeg Praja dimanapun anda berada kalau ingin melakukan apapun baik itu membangun maupun membongkar apapun yang berkaitan dengan uang rakyat tolong disosialisasikan untuk menampung aspirasi masyarakat, kan katanya Negara kita Negara yang demokrat. Jangan mentang-mentang melibatkan sesuatu yang bahenol terus maunya main belakang.

Pangadeg Praja kan sering jalan dan studi banding ke luar negeri, di negeri tetangga sebelah bawah sono tuh dan mungkin di banyak Negara maju, mau bongkar bangunan tua sosialisasi, rapat ini itu, tunggu polling dan masukan masyarakat, demikian juga mau pasang atau bangun ini itu.

Jadi nggak ada yang udah dipasang dibongkar lagi, kan itu uang pajak kami yang ngos-ngosan jadi kuli dimarahin bos, dikejar tengat, ditunggu pelanggan yang cemberut.

Pak Pangadeg Praja kalau khilaf sekali-kali nggak apalah kami maklum, tapi kalau berkali-kali ya kami agak sebel, bapak ini selalu saja seperti suami yang mata keranjang masalahnya selalu menyakiti kami dengan angka-angka yang bahenol.

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun