Pendahuluan
Semenjak pandemi hingga saat ini, budaya populer terus berkembang di Indonesia. Alasannya karena mudahnya akses media massa, dimana banyak masyarakat yang mengaksesnya karena saat pandemi sendiri semua kegiatan dilakukan secara daring atau online. Sehingga, membuat kejenuhan bagi masyarakat yang hanya di rumah saja dan mereka ingin mencari hiburan tersendiri. Media massa membuat penyebaran informasi dan hiburan menjadi lebih cepat sejak massa pandemi. Diikuti juga dengan menyebarnya budaya populer yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Budaya populer sendiri merupakan suatu budaya yang meluas dan diterima oleh masyarakat karena diperkenalkan (Ria Sri Wahyuni, dkk, 2022). Salah satu budaya populer yang marak di Indonesia adalah drama Korea.
Drama Korea sendiri pertama kali dipopulerkan pada tahun 1977 di Negara China yang kemudian menjadi sebuah tayangan yang tidak hanya dipilih dan disukai oleh masyarakat Indonesia, tetapi seluruh Indonesia. Drama Korea yang pertama kali tayang di Indonesia yaitu drama yang berjudul "Winter Sinata" pada tahun 2002 dimana Indosiar telah membeli hak tayang drama tersebut (Ria Sri Wahyuni, dkk, 2022). Dengan penanyangan tersebut, mendapatkan respon yang positif dan memiliki rating tinggi, sehingga mulai saat itu pun drama Korea mulai eksis di Indonesia hingga saat ini, terlebih sejak adanya pandemi. Dimana semenjak pandemi Covid-19, meningkatnya para penikmat drama Korea mulai dari kalangan remaja sampai orang tua (Rahayu Putri Prasanti, 2020). Mereka menonton drama Korea untuk mengisi waktu luang dan menghilangkan rasa bosan karena terus-terusan berada di rumah tanpa keluar. Mereka bisa mengaksesnya melalui internet dengan mudah, dimana semenjak tahun 2020 hingga 2021 ada tambahan layanan untuk streaming drama Korea yaitu di antaranya Netflix dan Viu (Alessandra Langit, 2021). Selain itu, berdasarkan survey yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menunjukkan hasil 91,1% dari 924 orang menonton drama Korea selama pandemi yang dimana meningkat 3,3% dari sebelum pandemi. Selanjutnya, sebanyak 41,3% dari mereka menonton drama Korea dalam seminggu lebih dari 6 kali dan waktu menonton rata-rata dari 2,7 jam perhari menjadi 4,6 jam perhari (Katadata.co.id, 2020).
Dengan uraian di atas, menunjukkan bahwa semenjak pandemi hingga sekarang drama Korea sebagai budaya populer itu semakin marak dan meningkat dibanding sebelum pandemi. Walaupun drama Korea sudah ada sejak lama di Indonesia, tetapi pandemi tidak membuat drama Korea menjadi redup dan justru semakin banyak pemintanya. Maka dari itu, artikel ini akan membahas lebih dalam tentang bagaimana marakanya drama Korea dengan dikaji menggunakan teori Sosiologi.
Isi
Frederich Jameson yaitu salah satu kritikus budaya yang berhaluan Marxis, dalam bukunya yang berjudul "Cultural Theory and Popular Culture an Introduction John Storey", mengungkapkan bahwa posmodernisme merupakan dominan budaya dari kapitalisme akhir atau multinasional yaitu transformasi sistem kapitalis kepada segala bidang, seperti seni, musik, film, bahkan ke dalam institusi pendidikan, sosial, politik dan kesehatan. Kemudian, ia menguraikan ciri-ciri konstitutif dari postmodernisme yaitu, pertama posmodernisme adalah sebuah budaya pastiche atau parodi yang berisi mimikri atau imitasi yaitu bahwa karya-karya di era posmodernisme tidak memiliki keautentikan sama sekali, bahkan bisa dibilang tidak lebih dari peniruan dan penjiplakan. Kedua, berkembangnya budaya schizoprenic sebagai implikasi dari posmodernisme atau membentuk subjek menjadi anti-paranoid yaitu orang-orang menjadi lebih mudah diarahkan oleh kehidupan di dunia virtual dan tidak bisa terlepas. Ketika dunia realitas hilang, orang-orang akan tenggelam dalam dunia virtual. Ketiga, peleburan nilai-nilai ideologi dari suatu budaya dengan berkembangnya konsumsi massal yang berdampak terhadap komersialisasi budaya melalui seni, musik, film dan sejarah.
Budaya populer yaitu drama Korea ini merupakan salah satu bentuk budaya dominan yang dilahirkan oleh Negara Korea sebagai kaum kapitalisme, dimana drama korea tersebut mendominasi budaya populer yang tidak hanya di Indonesia saja, melainkan seluruh dunia. Sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Negara Korea sendiri baik dari segi ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Kemudian, dengan meningkatnya peminat drama Korea semenjak pandemi hingga saat ini menurut postmodernisme yang dikemukakan oleh Frederich Jameson yaitu, pertama budaya pastiche dimana karya-karya budaya yang dihasilkan oleh Negara Korea sekarang ini yang sangat menduia tentunya bukan suatu hal yang baru, tetapi semakin maraknya drama Korea sebagai budaya populer tentunya terinspirasi, ada drama yang di-remake, maupun mengikuti karya-karya drama sebelumnya yang bukan hanya di korea, tetapi juga mengikuti karya-karya budaya Barat sehingga dapat bersaing dengan budaya mereka. Kedua, berkembangnya budaya schizoprenic , dimana semenjak pandemi hingga saat ini, masyarakat Indonesi terus-menerus mengonsumsi drama Korea dengan mengahbiskan waktu yang sangat banyak, sehingga mereka kecanduan dan terlelap dengan dunia virtual untuk selalu mengakses drama Korea tanpa henti yang membuat mereka lupa akan kegiatan atau aktivitas sehari-hari di dunia nyata. Bahkan, banyak remaja Indonesia yang fanatic terhadap artis Korea, sehingga membuat mereka menghabiskan uang yang banyak hanya untuk bertemu atau membeli barang yang berkaitan dengan drama dan artis Korea tersebut. Kemudian, yang ketiga yaitu peleburan nilai-nilai ideologi, dimana dengan masyarakat Indonesia menonton dan mengonsumsi drama Korea secara terus-menerus, akan menyebabkan penyerapan ideologi dari drama tersebut kepada mereka. Misalnya, mereka akan melihat bagaimana cara orang-orang bertindak, berbicara, berpakaian, makeup, makanan, dan sebagainya. Masyarakat Indonesia sendiri sampai saat ini, sudah banyak sekali yang mempelajari bahasa Korea, membeli makeup atau gaya makeup seperti Korea, membeli baju atau mengikuti tren berpakaian Korea, membeli makanan Korea, yang dimana semua produk tersebut sudah banyak masuk ke Indonesia atau Indonesia sendiri membuat makanan Korea versi Indonesia.
Kesimpulan
Semenjak ada pandemi Covid ini, meningkatkan maraknya budaya populer yaitu drama Korea yang sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Pandemi tidak membuat drama Korea semakin redup, justru membuat semakin populer di Negara Indoneisa dan peminatnya semakin meningkat, mulai dari remaja hingga orang tua. Mereka menonton drama Korea untuk menghilangkan rasa jenuh dan bosan karena terus berada di rumah. Media massa menjadi salah satu yang berperan dalam peningkatan peminat drama Korea karena mudahnya akses informasi maupun hiburan seperti Drama Korea melalui Netflix dan Viu sebagai contohnya. Menurut Frederich Jameson selaku salah satu kritikus budaya yang berhaluan Marxis, drama Korea ini menjadi salah satu bentuk dari adanya postmodernisme. Dimana drama Korea adalah bentuk dari dominasi budaya yang populer di seluruh dunia dan mendominasi budaya-budaya lain. Drama Korea membawakan keuntungan bagi Negara Korea di bidang ekonomi, politik, sosial, maupun budaya, dan juga memengaruhi Negara-negara lain yang mengonsumsi dan menikmati drama Korea tersebut. Berlanjut dari pemikiran Frederich Jameson, drama Korea ini merupakan contoh dari budaya pastiche, budaya schizophrenic, dan adanya peleburan nilai-nilai ideologi. Dimana drama Korea itu merupakan suatu karya yang tentunya sudah ada sebelumnya ataupun mirip dengan karya-karya lain dari Korea maupun Barat, membuat masyarakat kecanduan dan terhenyut ke dalam dunia virtual yang akhirnya masyarakat lupa akan kegiatan atau aktivitas di kehidupan nyata, dan sekaligus membuat ideologi di drama Korea terserap ke dalam diri masyarakat seperti gaya berpakaian, gaya makeup, gaya berbahasa, maupun makan makanan dari Korea. Hal itu semua menunjukkan bahwa, betapa maraknya suatu drama Korea sebagai budaya populer yang sudah ada dari dulu di Indonesia hingga semakin meningkat semenjak adanya pandemi Covid. Drama Korea ini tidak hanya menjadi suatu tontonan, tetapi juga sangat memengaruhi bagi para penontonnya, sehingga masyarakat Indonesia menyerap budaya dan ideologi dari drama Korea tersebut.
Referensi
Buku:
Ida, Rachmah. 2017. Â Budaya Populer Indonesia: Dirkusus Global/ Lokal dalam Budaya Populer Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press.
Liliweri, Prof. Dr. Alo. 2018. Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Storey, John. 2018. Cultural Theory and Popular Culture an Introduction. United Kingdom: Pearson Education.
Jurnal:
Kristanty, Shinta, dkk. 2022. Drama Korea Sebagai Tayangan Alternatif Di Masa Pandemi Covid-19. Avant Garde: Jurnal Ilmu Komunikasi, 10(2).