Mohon tunggu...
Angga Putra Mahardika
Angga Putra Mahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa KPI UIN SSC

Saya adalah seorang penulis yang hanya ingin healing dengan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dampak Kapitalisme 2

22 September 2025   16:30 Diperbarui: 22 September 2025   16:30 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dalam bagian sebelumnya kita sudah membahas 7 kata kunci kapitalisme. Sekarang tinggal inovasi--efisiensi, konsumerisme, dan ketimpangan ekonomi. Sedikit kilas balik di bagian pertama; kapitalisme lahir dari ketidaksengajaan rahim golongan Calvinisme: Etos Kerja Protestan yang menyimpan uang menjadi modal. Modal disimpan dan terus tumbuh, mengalami akumulasi. Modal itu bisa dipergunakan untuk membeli alat dan bahan produksi. Setelah itu, dibutuhkan buruh guna menghasilkan barang dan jasa. Kapitalisme tidak bisa hidup tanpa buruh---meskipun kapitalisme memperlakukan buruh seenaknya.

karena kapitalisme adalah sistem ekonomi, kita harus mengetahui terlebih dahulu sebenarnya apa tujuan ilmu ekonomi. Tujuan Ilmu Ekonomi sendiri adalah untuk mengatur rumah tangga seseorang. Kebutuhan dan keinginan manusia itu tidak terbatas, sedangkan sumber daya untuk mewujudkannya terbatas. Maka dari itu harus dibuat hukum untuk mengatur keinginan dan kebutuhan kita, juga mempertimbangkan sumber daya yang ada.

Memenuhi kebutuhan manusia itu sulit. banyak manusia meninggal di bawah umur 40, harus ada inovasi untuk menyelesaikan masalah ini. Agar konsumen roti (penjelasan sebelumnya) masih bisa membeli, ia harus hidup lebih lama dan menjaga konsistensi keuntungan pengusaha. Menjawab persoalan mortalitas sudah jelas kita membincangkan ilmu kedokteran. Singkat cerita manusia dapat bertahan hidup lebih lama, dan dapat menguntungkan pengusaha juga. Dalam kapitalisme, inovasi harus selalu tercipta dari tahun ke tahun. Banyak tujuannya: memudahkan hidup manusia, memperpanjang umur, memperbarui kelemahan teknologi atau sebuah sistem. Namun, tujuan utama adalah mendapatkan keuntungan.

Contoh soal efisiensi. Suatu perusahaan sedang berada di masa krisis karena faktor melemahnya ekonomi. Perusahaan itu sulit mengatur uang kas untuk bertahan, salah satunya beban yang ditanggung adalah gaji buruh. Karena buruh itu penting mereka tidak bisa dipecat, tetapi kalau begitu bagaimana membayar gaji mereka. Sesuai konteks per hari ini, para pengusaha lebih memilih robot. Robot memang mahal, bisa 10 kali lipat gaji karyawan. Tetapi, efek dari robot itu dapat menggantikan kerja buruh yang kurang efisien di masa krisis. Akhirnya pengusaha dapat menyimpan lebih banyak uang daripada untuk membayar gaji buruh. Lama-lama, para buruh tergantikan dengan mesin hanya karena mereka kurang efisien dan pengusaha tidak mampu membayar mereka. Bad ending bagi para buruh karena kehilangan pekerjaan. Apakah para bos perusahaan multinasional tersebut peduli? belum tentu, yang biasanya peduli adalah pemerintah, itu juga karena harus didemo dulu.

Memang inovasi dan efisiensi itu penting, hanya saja tujuannya untuk apa, untuk siapa? Di sini paradoksnya. Banyak sekali pekerjaan yang punah karena inovasi dan efisiensi para pengusaha. Menurut laporan World Economic Forum, 85 juta pekerjaan global akan tergantikan oleh otomatisasi sebelum 2025. Rakyat kehilangan pekerjaan, rakyat terbuang dari sistem. Moralitas ekonomis para pengusaha yang mengakibatkan dampak seperti ini. Walaupun mereka di-PHK, mereka harus terus hidup dan terus makan. mereka membeli makanan pokok seperti beras, minyak, telur; dari siapa? Para pengusaha pastinya. Kalau para pengusaha kekurangan karyawan, tinggal rekrutmen kembali karena jumlah pengangguran di Indonesia yang tercatat secara resmi per Februari 2025 adalah 7,28 juta orang, atau setara dengan 4,76% dari total angkatan kerja sebesar 153,05 juta orang, menurut BPS.

Sudah dibuang dari sistem, harus tetap hidup dan memperkaya para pengusaha pula, kurang apes apalagi nasib rakyat menengah dan bawah kita. Setelah inovasi dan efisiensi menyingkirkan buruh, kapitalisme tak berhenti di situ. Ia masih harus memastikan roda konsumsinya terus berputar: di sinilah konsumerisme bekerja.

Baca juga: Dampak Kapitalisme

Produksi adalah jantung kapitalisme, sedangkan konsumerisme adalah paru-parunya. Roti yang pengusaha buat, tidak akan laku kalau tidak dibeli. Mereka melakukan segala cara termasuk iklan dan marketing untuk masyarakat membeli roti mereka. Iklan dan teknik marketing itu membuat kebutuhan manusia menjadi ambigu, dan semu. Apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan kita? Makan sesuai nutrisi atau harus di mall dan kafe-kafe terkenal. Itulah strategi mereka yang kita tidak sadari.

Kita selalu membeli kopi merek duyung hijau bernilai 50 ribu. Makan siang pizza setiap bulannya dengan alasan self-reward; nyatanya Anda terpancing oleh gaya hidup influencer yang juga terpancing oleh iklan dan marketing para pengusaha. Membeli topi, padahal topi yang sudah dibeli berfungsi sama, modelnya saja beda. Membeli sepatu lari, sepatu kerja. Membeli celana hangout, kemeja kondangan. semua seolah-olah ada bagiannya masing-masing dan rakyat harus ikut, kalau tidak akan dianggap kampungan, norak, dan tidak mengerti tren. Tidak bisa dinafikan membeli barang di atas membuat kita bahagia, sayangnya itu semua kebahagiaan sementara. Yang lebih bahagia di atas semua itu justru pengusaha. Anda harus tetap membeli barang yang pengusaha jual supaya mereka masih bisa hidup---atau kalian lebih memilih membeli barang dan jasa sesuai kebutuhan asli Anda.

Masih ada 1 dampak lagi yang sangat kontras di depan mata Anda sendiri. Anda menilai bahwa mereka malas dan tidak bekerja. Mereka bodoh, mereka tidak mau berinisiatif, mereka hanya berdiam diri. Sebenarnya apa sebabnya mereka terus-terusan seperti itu? siapa yang membuat mereka seperti itu? jawaban sudah ada di ujung lidah, Anda tidak mau mengucapkannya.

Dampak paling destruktif kapitalisme, siapa yang terkena dampak ini, entah kapan mereka akan bisa lepas: ketimpangan ekonomi. Masyarakat yang lahir tanpa modal. Mereka tidak bisa memproduksi apa-apa. Mereka tampak bodoh di mata masyarakat, padahal realitanya adalah kemiskinan struktural yang membatasi pilihan hidup mereka. Mereka berdiam diri karena sering dipersulit administrasi. Rakyat india utara, rakyat cirebon pinggiran, rakyat pinggiran singapura. Ironisnya rakyat india selatan makmur-makmur. Rakyat cirebon sekitar balai kota sejahtera, Pantai Indah Kapuk jadi saksi kehidupan masyarakat atas di ibu kota. Kenapa perbedaan pemukiman dua wilayah masyarakat bawah dan atas begitu berbeda. Apakah karena masyarakat atas tidak mau menolong dan senantiasa memperkaya diri, atau masyarakat bawah yang tidak berdaya.

Secara struktural, kapitalisme menciptakan pemenang dan pecundang. Penulis memiliki sebuah gambaran mengenai piramida kapitalisme. Bagian bawah piramida harus lebih kuat, sebagai pondasi seluruh piramida. Mereka menanggung bagian tengah dan atas piramida. Bagian bawah piramida ini adalah masyarakat bawah dan menengah. Bagian tengah piramida adalah para pejabat, politikus, menteri, public figur, komandan, jendral---masyarakat yang memiliki privilage lebih. Terakhir, piramida bagian atas itu bangsawan, anak raja, orang kaya, para pengusaha, tuan tanah. Mereka tidak bisa hidup sendiri, mereka butuh orang lain untuk dieksploitasi. Yang bisa diinjak supaya mereka dapat naik ke atas, mengendalikan segalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun