Mohon tunggu...
angel putri
angel putri Mohon Tunggu... mahasiswa

membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Air Sebagai Sumber Kehidupan

13 Oktober 2025   10:38 Diperbarui: 13 Oktober 2025   10:36 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

MASA DEPAN AIR DI TENGAH BADAI PERUBAHAN IKLIM

Air adalah sumber kehidupan. Tanpa air, tidak akan ada manusia, hewan, tumbuhan, bahkan peradaban. Namun, sering kali kita lupa betapa vitalnya peran air karena keberadaannya terasa begitu dekat dan mudah dijangkau. Krisis baru terasa ketika air tiba-tiba sulit didapatkan, entah karena kekeringan panjang atau karena tercemar.

Di tengah perubahan iklim yang semakin nyata, masa depan air menjadi pertanyaan besar: apakah generasi mendatang masih bisa menikmati sumber kehidupan ini seperti kita sekarang?

Air, Nadi Kehidupan yang Tak Tergantikan

Pernahkah kita membayangkan dunia tanpa air bersih sehari saja?

Sejak awal peradaban, air telah menjadi pusat kehidupan manusia. Kota-kota besar lahir di tepi sungai, irigasi menopang pertanian, dan air bersih menjaga kesehatan. Di Indonesia, air memegang peranan penting dalam hampir semua sektor. Pertanian membutuhkan irigasi, industri butuh pasokan air, rumah tangga tidak bisa lepas dari air untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan energi listrik sebagian besar kita bersumber dari bendungan dan PLTA. Dengan kata lain, tanpa air, kehidupan akan berhenti.

Menurut Subagyono dan Surmaini (2018), ketidakseimbangan dalam siklus hidrologi akibat perubahan iklim bisa mengganggu ketersediaan air di permukaan dan bawah tanah. Fenomena ekstrem seperti hujan lebat dan kekeringan berkepanjangan bukan sekadar kejadian acak, tetapi akibat gangguan alami yang diperparah aktivitas manusia.

Ancaman Nyata dari Perubahan Iklim

Bagaimana perubahan iklim mengubah kehidupan kita sehari-hari?

Peran vital air kini menghadapi ancaman serius. Perubahan iklim membuat siklus air terganggu, sehingga musim hujan dan kemarau tak lagi bisa diprediksi. Curah hujan ekstrem menimbulkan banjir bandang, sementara kemarau panjang membawa kekeringan yang parah. Menurut BMKG (2023), fenomena El Nio dan La Nia semakin sering muncul, menyebabkan pola iklim Indonesia semakin sulit diperkirakan. Hujan yang datang tiba-tiba dengan intensitas tinggi sering kali hanya menjadi limpasan air permukaan. Alih-alih meresap ke tanah untuk memperkuat cadangan air bawah tanah, air hujan justru mengalir deras dan memicu banjir. Kondisi ini diperburuk oleh perubahan tata guna lahan.

Penelitian di DAS Majalaya oleh Dicky Muhamad Fadli (2023) menunjukkan kombinasi perubahan iklim dan alih fungsi lahan menurunkan debit air secara signifikan, baik pada musim kering maupun basah. Studi lain di DAS Welang yang dilakukan oleh Putra dkk. (2023) memperkirakan frekuensi kekeringan meteorologi akan meningkat di bawah skenario perubahan iklim. Masalah air bersih kini bukan sekadar masalah teknis, tetapi fenomena sistemik yang memengaruhi pangan, energi, dan kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun