Mohon tunggu...
Angelino Prathama Putra
Angelino Prathama Putra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Berbagi; dirindukan jiwa, terhempas zaman. Mari Bergerak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sedikit Tentang "Take & Gift"

21 Januari 2016   12:53 Diperbarui: 21 Januari 2016   12:53 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam menjalani hari hari tentu banyak hal yang telah saya alami sebagai individu, baik secara pribadi maupun sebagai sebuah aspek pembentuk masyarakat. Yang ingin saya bagikan disin adalah bagaiman sebuah karakter dapat mempengaruhi tindakan dan juga mengevaluasi diri secara otomatis. Dalam hal ini saya ingin berbagi mengenai keutamaan interpersonal atau kemanusiaa.Saya pribadi sering kali tergeitik dan merasa kasihan terhadap beberapa fenomena kehidupan yang tampak tidak adil bagi beberapa pihak. Namun hanya sebagian orang saja yang mampu tergerak untuk terlibat lebih jauh unuk membantu dan beraksi nyata bagi mereka yang membutuhkan.

Saya merasa keutamaan kemanusiaan jauh lebih penting dari poin yang lainnya. Mengigat tak ada manusia yang perannya mampu berdiri sendiri dan proses “take and give” yang berlangsung secara implisit telah menjadi wadah pelajaran moral yang sangat berarti. Pernah satu saat saya membantu seorang pemulung yang sedang beristirahat. Saat itu saya cuma sekedar menawarkan makan siang dan mengajak pemulung tersebut berinteraksi. Merasa dirinya diterima dan dihargai jauh dari batas pikirannya sendiri telah memunculkan kebahagiaan dalam pribadi pemulung tersebut. Bahkan kebahagiaan tersebut benar benar saya rasakan dan menjadi ketenangan batin yang tak dapat dibeli dengan harta.

Mencoba memanusiakan manusia, bertindak lebih jauh untuk memecah stereotip masyarakat bahkan pola pikir mereka juga mengenai kelompok yang terpinggirkan. Hal ini telah membuat saya memahami konsep memberi dan diberi. Pernah suatu saat saya tanpa sengaja berteduh di sebuah gubuk renta milik kakek tua yang berjualan pisang. Dibalik kesendiriannya saya terhenyak dengan sebuah kejadian yang menunjukan konsep memberi bahkan juga bisa terjadi melawan gradient kekayaan. Saat hujan semakin deras, lewat lah kakek tua lainnya yang membeli pisang. Dengan renta dan rapuh dia mencoba mensinyalkan bahwa dirinya mau membeli beberapa tandan pisang. Saya yang sedang duduk di gubuk itu pun terhtak ketika kakek penjual pisang memilihkan pisang terbaik dan memberi harga yang jauh lebih murah dari harga sebelumnya. Dan hal yang paling mengejutkan saat hujan mulai reda dan saya berjalan pulang, saya melihat kakek yang membeli pisang itu pulang dengan berkendaraan roda empat.

Disini saya pun diberi, ya walau tidak secara materi namun konsep “memberi dan diberi” yang saya pahami mulai berubah. Siapapun dapat memberi, dan tidak terkecuali bagi mereka yang masih berkekurangan. Sebagai wujud mahluk sosial proses ini terus berlangsung dan membentuk kepribadian yang hangat dan bersahaja bagi sebagian kelompok masyaakat. Sekat dan kasta tidak akan pernah lagi menjadi batas untuk berbagi dan menonjolkan sifat kemanusiaan kita. Karena kapanpun kita dapat memberi dan tidak perlu malu untuk diberi. Sekiranya seperti itulah konsep khidupan berlangsung.

Hanya perlu satu langkah dari rasa empati maupun simpati, yaitu AKSI.

Terjun langsung dan mencoba adalah satu satunya jalan terbaik untuk menumbuhkan rasa kemanusiaan. Cobalah dan buktikan, semua orang pasti merasakannya.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun