Mohon tunggu...
Angel Fransisca
Angel Fransisca Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Manajemen Risiko Serta Budaya Risiko di Era Pandemic Covid-19

18 September 2021   18:20 Diperbarui: 18 September 2021   18:22 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejumlah lembaga memperkirakan pemulihan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia, dapat terjadi di 2021. Sebagian pihak lain berpendapat bahwa pemulihan ekonomi dapat terjadi apabila solusi atas persoalan ini yaitu masyarakat yang diharuskan untuk vaksin. 

Fenomena Black Swan

Banyak yang beranggapan bahwa pandemi COVID-19 ini adalah krisis yang relatif tidak terduga. Pandemi ini disetarakan dengan fenomena angsa hitam atau black swan. Fenomena black swan dipopulerkan oleh Nassim Nicholas Telab yang merupakan seorang penulis dan ahli matematikan Amerika Serikat kelahiran Lebanon dalam bukunya yang berjudul Black Swan pada tahun 2007.

Black Swan adalah istilah kepada kejadian  yang muncul secara mengejutkan, pengaruhnya yang besar setelah muncul, dan meskipun tidak disangka - sangka, tetapi dapat dijelaskan penyebabnya setelah terjadi. 

Taleb menjelaskan fenomena Black Swan sebagai peristiwa di dunia keuangan yang secara esktrim jarang terjadi dan sangat sulit diprediksi. Kejadian ini sangat langka dan mempunyai dampak luas. Namun, setelah kejadian, masyarakat berargumen bahwa kejadian ini dapat diprediksi. 

Dalam perspektif manajemen risiko, terdapat sejumlah risiko yang dapat diperkirakan tetapi tidak dapat diduga kapan terjadinya. Namun, terdapat pula sejumlah risiko yang tidak dapat diperkirakan sekaligus tidak dapat diduga kapan terjadi. 

Bagaimana Mengantisipasi Krisis Ini?

Dalam banyak literatur, disepakati bahwa krisis adalah ancaman yang datang secara tiba - tiba sehingga untuk menanganinya diperlukan keputusan dalam waktu yang singkat. 

Untuk itu diperlukan pemahaman akan tahapan krisis yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap gejala krisis atau prodromal, tahap akut, tahap kronis, dan tahap pemulihan. Pada tahap gejala krisis, sinyal sebenarnya sudah nampak tetapi dampaknya belum dirasakan. 

Organisasi harus dapat menangkap sinyal tersebut karena kemampuan menangkap sinyal ini akan berpengaruh besar terhadap tahapan selanjutnya. 

Selanjutnya, pada tahap akut, krisis sudah mudai dirasakan akibatnya. Ini adalah keadaan yang tidak dapat diperbaiki apabila antisipasi sinyal krisis pada tahap gejala tidak dikelola dengan baik. 

Tahap berikutnya, yaitu tahap kronis, perlu intervensi dari otoritas yang lebih tinggi. Terakhir, pada tahap pemulihan, organisasi mulai berbenah dan beradaptasi dengan keadaan pasca krisis dan terus memonitor apakah bisnis sudah benar - benar berlalu. Pada tahap ini, organisasi juga perlu melakukan evaluasi apakah tindakan yang diambil selama krisis cukup efektif untuk mengantisipasi terjadinya krisis berikutnya.

Penerapan Manajemen Risiko Untuk Menangkal Krisis

Menurut Joseph Calando dalam tulisannya di "A leaders Guide to Strategic Risk Management" pada tahun 2015, banyak organisasi yang masih berkutat pada pengenalan risiko yang sudah biasa dihadapi, tetapi mengabaikan peristiwa yang awalnya tidak memberikan sinyal bahaya atau hanya memberi sedikit sinyal yang kemudian malah berubah menjadi ancaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun