Mohon tunggu...
Anggi Asmara
Anggi Asmara Mohon Tunggu... Guru Swasta

Seorang manusia yang mencoba menyusun kepingan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ahli Menjadi Mesin, Gagal Sebagai Manusia

2 Agustus 2025   01:44 Diperbarui: 2 Agustus 2025   01:44 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Jam 1 dini hari. Tepatnya 2 Agustus 2025. Gerah, dan mata ini belum juga mau kompromi dan manut pada instruksi saya untuk istirahat sejenak setelah seharian berjaga. "Tidak!" Begitu seolah ia menentang perintah saya. Dan menyebalkannya, otak saya ini pun ikut-ikutan tidak takzim pada kehendak batin. Ia justru melemparkan banyak dialog di ruang imaji, konseptual, dan material.

Sampai akhirnya, ia memberikan satu rangkaian kalimat pendek yang membuat saya kehilangan niat untuk tidur di samping istri tercinta: "Ia ahli menjadi robot, tapi amatir menjadi manusia."

Kalimat itu, dalam ruang nurani saya, menggambarkan sebuah kedalaman, kebijakan, dan kesadaran. Kedalaman akan makna simbolik antara manusia dan robot. Kebijakan dalam mendefinisikan fungsi keduanya. Serta kesadaran akan kemana seharusnya jiwa dan raga ini melangkahkan nasibnya.

Kehidupan yang kita anggap melesat jauh meninggalkan tradisi kuno nan primitif ini telah menawarkan masa depan yang serba canggih, simpel, dan memanjakan alam konseptual maupun material. Berbagai lompatan teknologi tumbuh seperti jamur di musim hujan. Kita begitu asyik. Bukan hanya karena keadaannya yang semakin modern, tapi juga karena kesepakatan kita bahwa manusia produktif adalah manusia yang tepat waktu, disiplin, dan teratur dalam rutinitasnya.

Namun, justru karena terlalu asyik dengan konsensus itu, kita lupa bahwa mungkin---ya, mungkin saja---semua itu adalah kekeliruan peradaban. Kalimat ini pun tidak mudah saya telan, karena saya sendiri tentunya sedang asyik dengan konsesus itu, sedang sibuk untuk mengangkat benderanya dan meneriakkan yel - yelnya. 

Dalam hal ini, nilai yang melahirkan kedinamisan mungkin saja sedang bergejolak. Ia resah terhadap kebenaran prinsip kemajuan dan produktivitas yang dibangun di atas angka, jam, dan target. Mungkin, kedinamisan itu sedang mencoba merayu kita untuk berpikir ulang, bahwa manusia bukan robot.

Manusia diciptakan untuk mampu beradaptasi, merasa, dan sesekali keluar dari kebiasaan. Manusia adalah makhluk yang boleh berhenti, tersesat, bahkan membelot dari rencana, dan itu bukanlah sebuah kegagalan. Itu justru tanda bahwa kita masih hidup sebagai manusia, bukan mesin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun