Mohon tunggu...
a_selaludihati
a_selaludihati Mohon Tunggu... Andy Hermawan

Terlahir dengan nama Andy Hermawan, saat ini berprofesi sebagai edupreneur dan pendongeng.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika PR Lebih Penting dari Pelukan

23 Juli 2025   16:54 Diperbarui: 23 Juli 2025   16:54 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di suatu sore yang biasa, seorang anak laki-laki duduk lesu di ruang tamu. Di hadapannya, setumpuk lembar kerja peserta didik yang terdiri dari Matematika, IPA, Bahasa Inggris, dan materi Tematik. Wajahnya kusut, rambut acak-acakan seperti lembar kerja tugasnya yang kusut dan berserakan. Ruas-ruas jari kecilnya terlihat kusam karena terlalu lelah memegang pensil. Ia terlihat sesekali menguap, kadang menoleh ke arah ibunya yang sedang memasak sambil mengecek notifikasi di grup WhatsApp wali murid: "Dear parents. Besok jangan lupa bawa tugas proyek rumah adat ya, Jangan lupa!"

Sore itu bukan hanya matahari yang absen tertutup awan, tapi juga satu pelukan hangat yang biasanya datang sebelum tidur. Kini berganti menjadi kalimat, "Sudah mengerjakan PR belum?"

Mama, Papa sekalian. Jika kita cermati kondisi saat ini, mungkin tanpa sadar telah terjadi sebuah pergeseran yang sangat halus, namun mendalam. Sentuhan kasih sayang digeser, berganti dengan menghabiskan waktu untuk lebih banyak mengerjakan soal atau tugas sekolah. Anak-anak bisa menghafal luas permukaan kerucut, tapi tidak sempat belajar membaca raut wajah orang tuanya. Anak-anak bisa membuat peta konsep tentang pahlawan nasional, tapi tidak dapat berbincang dengan kakek-nenek mereka, justru pahlawan yang menghiasi kehidupan nyata mereka. 

Mereka menghabiskan waktu dengan duduk manis di meja belajar selama berjam-jam, tapi tak pernah betul-betul duduk di pangkuan ibu sambil mendengarkan dongeng yang membawa mereka bermimpi. Mereka pamit beristirahat namun tidak merasakan sentuhan meski hanya mengusap rambut sebagai sentuhan hangat.

Ada yang Terlewat dalam Kesibukan Mendidik 

Kita sebagai orang dewasa, guru, orang tua, seringkali terlalu rajin untuk memastikan anak-anak memenuhi capaian standar. Kita ingin mereka hebat, pandai, memiliki masa depan. Kita membentuk mereka dengan cetakan berupa jadwal, target dan silabus. Kita lupa, bahwa dalam setiap kepala kecil itu ada hati yang perlu dipeluk sebelum diisi.

Kita sibuk menuntut mereka sopan, pintar, berprestasi. Tapi pernahkah kita sejenak menghentikan tuntutan itu untuk bertanya: apakah mereka bahagia? Pernahkah kita berpikir, bahwa tugas terpenting anak adalah menjadi anak? Bermain, bertanya, berbuat salah, berlari, menangis, tertawa. Semua itu bagian dari proses tumbuh, yang tak bisa digantikan dengan kertas tugas atau angka-angka pada nilai rapor.

Hari Anak, Hari Siapa?

Setiap 23 Juli, kita peringati sebagai Hari Anak Nasional. Kita bangga memasang ucapan-ucapan dan merayakan dengan riuh kemeriahan. Tapi siapa yang sebenarnya merayakan? Apakah anak-anak merasa hari itu memang milik mereka? Atau sekadar menjadi tamu dalam seremoni orang dewasa?

Hari Anak seharusnya menjadi saat kita menengok ke dalam rumah: sudahkah anak-anak kita mendapat cukup pelukan dibandingkan PR?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun