Mohon tunggu...
anata
anata Mohon Tunggu... apa yang kutulis tetap tertulis..

mengamati dan menuliskannya

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jamu Ginggang, Warisan Keraton di Tengah Zaman

24 Agustus 2025   20:26 Diperbarui: 25 Agustus 2025   20:54 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jamu dalam botol berbentuk unik. (SHUTTERSTOCK/ODUA IMAGES via kompas.com)

Jejak sejarah jamu di Nusantara mulai dikenal sejak abad ke-5, pahatan relief di candi Borobudur dan Prambanan  mencatat pula keberadaan jamu di tengah masyarakat yang digambarkan sebagai ramuan obat herbal.

Melalui catatan sejarah tersebut dapat ditarik benang merah, jika penggunaan kekayaan alam berupa hasil rempah-rempah menjadi bahan dasar ramuan jamu, yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh, seperti mengobati penyakit dan memelihara kesehatan masyarakat sejak masa lampau.

Perjalanan jamu berkembang memasuki era Kerajaan Mataram Islam dan menyebar melalui praktik "jamu gendong", di mana jamu dijajakan secara keliling dan penjualnya membawa bakul berisi berbagai racikan herbal, sampai masa kini di Yogyakarta, jamu dengan mudah ditemui.

Filosofi Jamu Ginggang, Tradisi Keraton

Perjalanan saya kali ini di Yogyakarta tak hanya menyusuri Malioboro namun langkah saya menuju ke sebuah kedai jamu di Jalan Masjid Nomor 32, Pakualaman, namanya Jamu Ginggang. Kedai ini sudah ada sejak tahun 1950, selama 75 tahun tetap konsisten mempertahankan resep lawas andalannya.

Sebetulnya istilah jamu ginggang di Yogyakarta sangat panjang kisahnya, istilah ginggang merupakan bahasa Jawa yang artinya bergerak, mengacu kepada cara para penjual jamu di zaman dahulu yang berkeliling berpindah tempat, mengajarkan perlunya sikap ulet untuk mencari nafkah, tidak hanya diam menunggu pembeli datang.

Kedai Jamu Ginggang, Yogyakarta (dokumentasi pribadi)
Kedai Jamu Ginggang, Yogyakarta (dokumentasi pribadi)
Karena setiap kali ada keramaian atau acara di sekitar Puro Pakualaman, para penjual berpindah atau bergeser  untuk menjajakan jamunya, maka istilah itu akhirnya Paku Alam VII memberikan nama kedai Jamu Ginggang. Dan tempat ini dulunya adalah kedai jamu yang resepnya dibuat khusus untuk keluarga kerajaan Pakualaman. Jadi bisa dibilang bagian dari tradisi keraton.

Ciri Khas dan Manfaat Jamu Ginggang

Saya merasa sangat beruntung bisa mengunjungi kedai legendaris ini, nuansa Jawa klasik sangat kental mulai dari bentuk bangunan, pintu kedai hingga etalase dan perabotan kursi meja, masih terlihat utuh seperti sejak semula kedai ini didirikan.

Etalase antik memajang produk jamu (dokumentasi pribadi)
Etalase antik memajang produk jamu (dokumentasi pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun