Selain itu, pembangunan terowongan ini menggunakan teknologi digital twin dan 5D Building Information Modeling (BIM). Teknologi ini memungkinkan para insinyur memodelkan proyek secara virtual, termasuk menghitung dampak lingkungan, logistik, serta biaya, secara real-time. Hasilnya, pembangunan bisa lebih berkelanjutan, minim kesalahan, dan transparan dalam perencanaan.
Kecepatan dan Keamanan
Setelah beroperasi, kereta akan melaju hingga 200 km/jam. Terowongan juga dirancang dengan standar keselamatan internasional yang sangat ketat, mampu menahan suhu hingga 1350°C selama 3 jam jika terjadi kebakaran. Dengan teknologi ini, keamanan penumpang menjadi prioritas utama.
Tantangan yang Dihadapi
Geoteknik dan Kedalaman Laut
Membangun di dasar laut tentu bukan perkara mudah. Fehmarnbelt memiliki dasar berupa campuran lempung dan endapan glasial yang tidak stabil. Untuk itu, diperlukan teknik pengerukan presisi tinggi agar segmen beton dapat ditempatkan dengan sempurna.
Keterlambatan Kapal Immersi
Selain itu, pembangunan juga terkendala keterlambatan produksi kapal khusus bernama IVY yang dirancang untuk menenggelamkan segmen beton ke dasar laut. Keterlambatan ini membuat proyek mundur sekitar 1,5 tahun dari jadwal awal.
Regulasi Lingkungan yang Ketat
Faktor lingkungan menjadi tantangan besar. Laut Baltik adalah rumah bagi berbagai spesies, termasuk lumba-lumba porpoise yang dilindungi. Pemerintah Jerman menetapkan batas ketat terhadap kebisingan bawah air dan tumpahan sedimen.Â
Untuk itu, kontraktor menggunakan teknologi bubble curtain, gelembung udara yang meredam suara serta sistem pemantauan real-time demi menjaga ekosistem laut.
Integrasi Teknologi dan Tradisi: Inspirasi untuk Dunia
Bird Flight Line Train memberi kita pelajaran penting: infrastruktur tidak harus berseberangan dengan alam, justru bisa berjalan seiring. Jalur ini menunjukkan bahwa pembangunan modern dapat meniru ritme alam sekaligus mengintegrasikan teknologi mutakhir dengan tradisi perjalanan lama.