Di tengah padatnya kehidupan Kota Bandung, yang dikenal sebagai kota modern dengan hiruk-pikuk budaya populer, kuliner, hingga gaya hidup anak mudanya, ternyata tersembunyi sebuah peninggalan masa lalu yang menyimpan teka-teki besar.Â
Sebuah batu sederhana, namun penuh misteri, ditemukan di sebuah gang kecil di kawasan Tamansari. Batu itu kemudian dikenal dengan nama Prasasti Cimaung, yang dipercaya mengandung aksara Sunda kuno, tetapi hingga hari ini belum juga berhasil diuraikan maknanya.
Lebih dari sekadar peninggalan arkeologis, Prasasti Cimaung kini menjadi simbol pertemuan antara misteri sejarah, spiritualitas, dan kebangkitan identitas budaya lokal. Kisahnya menarik untuk ditelusuri karena mengajarkan bahwa jejak masa lalu tidak selalu hadir di istana megah atau situs kerajaan, melainkan bisa juga muncul di ruang hidup masyarakat sehari-hari.
Sejarah Singkat Penemuan Prasasti Cimaung
Prasasti Cimaung pertama kali ditemukan pada tahun 1959 oleh warga setempat di Gang Cimaung, Kelurahan Tamansari, Kota Bandung. Awalnya, batu ini hanya dianggap sebagai batu biasa yang terbenam di tepi Sungai Cikapundung. Tidak ada yang menyangka bahwa batu tersebut akan memantik rasa penasaran para peneliti di kemudian hari.
Barulah sejak awal tahun 2000-an, perhatian akademisi mulai diarahkan pada batu misterius ini. Puncaknya, pada tahun 2025, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung membentuk tim khusus yang terdiri dari arkeolog, epigraf, antropolog, hingga mahasiswa untuk melakukan penelitian mendalam.
Secara fisik, batu ini berukuran sekitar 180 cm panjang, 70 cm lebar, dan 55 cm tinggi, dengan sebagian besar tubuhnya masih tertanam sedalam 150 cm di dalam tanah. Letaknya yang berada di dekat sungai semakin memperkuat dugaan bahwa kawasan itu dulunya memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Sunda kuno.
Ciri Fisik dan Simbolisme yang Membingungkan
Daya tarik utama Prasasti Cimaung terletak pada goresan yang ada di permukaannya. Ada dua baris tulisan yang mirip dengan aksara Sunda kuno, meskipun bentuknya tidak sepenuhnya sesuai dengan sistem penulisan yang sudah dikenal. Hal inilah yang membuat para ahli kesulitan untuk membaca dan memaknainya.
Selain itu, di sisi batu juga terdapat tapak kaki kecil yang menyerupai telapak bayi. Simbol inilah yang semakin mempertebal nuansa misteri pada prasasti tersebut.
Tapak Kaki Bayi: Jejak Spiritual atau Simbol Kelahiran?
Dalam tradisi Nusantara, tapak kaki seringkali memiliki makna spiritual. Kita bisa melihat contoh pada Prasasti Ciaruteun di Bogor, yang memuat tapak kaki Raja Purnawarman sebagai lambang kekuasaan dan perwujudan Dewa Wisnu. Tapak kaki pada batu biasanya menandakan legitimasi, kekuatan, atau keberadaan suci.